Volume 1
Chapter 3 – Rinne
Ada seorang gadis pirang yang terikat pada pilar.
"Tolong... bantu aku..."
Gadis itu meminta pertolongan, kali ini dengan suara serak yang menyerupai jeritan. Menyaksikan gadis itu memohon dalam kondisi menyedihkan, Kai tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dia kebingungan.
Perempuan ini...
Jelas bahwa dia bukanlah seorang manusia, tapi dari ras mana dia sebenarnya!?
Tampaknya dia memiliki sayap di punggungnya. Dan di pangkal sayap miliknya itu, warna bulunya berwarna hitam legam seperti warna bulu burung gagak. Tapi seiring mendekati ujung sayapnya, bulu-bulunya menjadi putih bersih seperti salju. Membuat sebuah gradien antara hitam dan putih. Iblis? Atau apakah dia spesimen malaikat dari ras Cryptid?
"Malaikat atau mungkin Iblis..."
Iblis surgawi? Tidak, tak ada ras seperti itu di dunia ini... Tapi sayap gadis itu membuatnya terlihat seperti campuran antara ras Malaikat dan Iblis.
"..."
Rantai bergemerincing. Mendengar suara rantai yang mengikat gadis itu, Kai – kembali mendapatkan kesadarannya.
" ...Siapa … disana?"
Berpikir bahwa suaranya tidak mencapai seseorang itu karena tak ada respon yang ia dapatkan, gadis itu dengan putus asa berusaha untuk menggerakkan bibirnya lagi.
"Siapa, tanyamu...huh..."
Kai menjawab dengan suara tegang. Dialah yang ingin menanyakan itu lebih dulu. Siapa sebenarnya gadis itu, dan mengapa dia berada di sini, terlebih dalam kondisi yang begitu mengerikan.
"...Rinne"
"Rinne? Apakah itu namamu?"
"..." - dia memberi anggukan sebagai tanggapan.
"Tolong bantu..."
"Hei!?"
Sebelum gadis itu bahkan bisa menyelesaikannya, dia pingsan dan kepalanya tertunduk.
Membantunya, ya? Kurasa dia ingin aku memutuskan rantai ini.
Tapi meminta aku (seorang manusia) untuk melakukan itu…
Ada kemungkinan dirinya akan diserang begitu dia mendekat. Bagaimanapun juga, bisa saja gadis itu mencoba menjebaknya. Meskipun begitu, Kai membuang jauh-jauh keraguannya hanya dalam beberapa detik.
"...Baiklah"
Dia merasakan tekanan yang sama seperti ketika dia menghadapi iblis di Terminal 9. Tapi Kai tidak merasakan sedikitpun niat jahat dari gadis ini. Dengan begitu, dia akhirnya menemukan beberapa petunjuk tentang tempat dia berada sekarang. Gadis itu mungkin tahu sesuatu tentang tempat ini.
"Aku akan membantumu sekarang, tapi jangan serang aku."
Kai melihat ke arah gadis itu dan mengangkat Drake Nail-nya. Dia membidik rantai yang mengikat gadis bernama Rinne ke pilar. Dan mengayunkan bayonetnya kebawah dengan seluruh kekuatannya.
Suara dentang logam bisa terdengar. Saat dentingan keras bergema di tempat itu, Kai membuka matanya.
"Ini.. keras sekali!? Kenapa bisa sekeras ini!?"
Meskipun rantai ini tidak lebih tebal dari sebuah jari, serangan dari Drake Nail itu bahkan tidak mampu menggoresnya.
"Kalau begitu..."
Dia meletakkan jarinya di pelatuknya dan mengarahkan bayonetnya ke bawah. Pada saat yang sama percikan merah terang muncul di rantai dan rantai itu mulai mengembang.
Simplified Drake Bullet yang ditembaknya meledak. Agar tidak melukai gadis itu, dia pindah ke belakang pilar dan membidik rantainya di sana. Tapi, dibalik asap tebal yang muncul setelah ledakan tadi, rantai itu masih tak mengalami kerusakan sedikitpun.
"...Mustahil..."
Kekuatan ledakan yang bisa menjatuhkan monster bahkan iblis sekalipun, tetap tidak bisa menggoresnya. Rantai ini, yang terlihat sangat tipis, seakan bisa dihancurkan dengan tangan kosong itu, ternyata sangat kuat dan tebal seolah-olah sudah dimantrai seseorang.
"Jika itu bahkan tidak berhasil, lalu bagaimana aku bisa melakukannya..."
Di tangan Kai hanya ada bayonetnya. Jika itu tidak cukup, lalu bagaimana dia akan menghancurkan rantai ini?
"...Tunggu sebentar. Ada suara di dalam makam sebelum aku terhisap ke dalam sini."
Saat itu di dalam Makam, selain Rinne dia mendengar suara lain dari orang tua. Suara itu mengatakan untuk tidak melepaskan pedang. Nama pedang itu adalah…
"Code Holder?"
Dalam sekejap, bayonet di tangan kanannya mulai bersinar seperti matahari.
"Panas!?... Ini!?"
Drake Nail mulai memancarkan cahaya. Bilah legamnya menjadi semi-transparan. Bagian senjata dan pelindung pedangnya juga entah bagaimana berubah menjadi pedang Sid yang dia lihat di Makam. ...Seolah-olah menanggapi nama pedang yang ia panggil, pedang itu dan berubah dengan sendirinya. Kini, apa yang ada di tangan Kai adalah Shining Sword milik sang pahlawan manusia itu sendiri. Bilah semi-transparan ini tampak seindah permata. Bentuknya juga seperti kunci besar. Jika Drake Nail bahkan tidak bisa menggores rantai ini, lalu bagaimana dengan pedang sang pahlawan...?
"Hancurlah!"
Dia mengayunkan Code Holder. Suara dentingan logam terdengar. Bersamaan dengan deringan lonceng, pecahan rantai mulai jatuh satu persatu. Dengan satu ayunan indah, rantai yang mengikat gadis asing itu lepas dan dia terjatuh lemas.
"..."
"Hei...!? Apa yang terjadi? Dimana tempat ini? Siapa gadis ini?"
Kai meraih gadis yang tak sadarkan diri itu. Tubuhnya terasa sangat ringan dan saat dia menyentuh kulit halusnya, dia hampir kehilangan ketenangannya. Kai memilih untuk membaringkannya di lantai.
"Telinga gadis ini…" - Dia menatapnya lagi dan menyadarinya - "…sama seperti elf."
Di bawah rambut emasnya yang halus terlihat telinga yang agak membulat seperti telinga manusia.
Telinga Elf? Tidak, Jika ingatanku benar, seharusnya mereka lebih panjang lagi.
Rasanya ini lebih seperti gabungan antara elf dan manusia
Dia memiliki telinga Elf, dan di punggungnya ada sayap seperti sayap para malaikat dan iblis.
"Dia memiliki ciri-ciri seorang elf dan malaikat yang menurutku milik foreign god. Artinya, dia setengah antara iblis dan foreign god? Tetap saja, diluar telinga dan sayapnya itu dia terlihat seperti manusia biasa..."
Ya, anehnya gadis itu terlihat seperti manusia. Dia memiliki penampilan yang cantik dan menawan, dengan pipi yang imut dan bibir yang mungil. Dia juga bisa merasakan daya pikat gadis muda darinya. Dadanya, yang mengembang dan mengempis dengan setiap napasnya, secara mengejutkan menonjol mengingat figur tubuhnya yang ramping. Bagian belakang baju putihnya memiliki lekukan yang menunjukkan pinggangnya. Jika bukan karena sayap hitamnya itu, orang akan mengira dia adalah gadis muda berusia 16 tahun. Selain itu, dia memiliki pesona misterius.
"Apakah dia campuran antara manusia, foreign gods, dan iblis? Tidak... Itu tidak mungkin"
Tidak ada kasus anak yang lahir dari orang tua yang berbeda ras. Lalu, bagaimana dengan gadis bernama Rinne ini?
"...Ugh...Ugh..."
Tubuhnya mulai bergerak dan bahunya sedikit bergetar. Setelah itu, matanya yang tertutup mulai terbuka perlahan. Sepasang mata yang menatapnya, berwarna hijau tua, seperti permata.
"Hei... Apa kau sudah bangun?"
"...."
Matanya terbuka lebar. Anehnya, gadis itu berdiri dengan ekspresi marah di wajahnya.
"Vanessaaaaaaaaaaaaaaaa! Beraninya kau mengunciku, aku masih belum kalah darimu!"
Gadis itu membentangkan sayapnya dan menunjuk ke arah Kai. Dia tampak seperti sedang bersiap untuk bertarung.
"Apa menurutmu pion lemahmu itu bisa menghentikanku!? Jangan bercanda denganku! Berhenti bersembunyi dan tunjukkan dirimu, Vanessa! Bukankah kau itu pahlawan iblis?!"
"Eh!? Tunggu sebentar!"
"Pertarungan sesungguhnya akan dimulai sekarang!"
Gadis itu meneriakkan nama Dark Empress Vanessa. Nama seorang iblis yang menghancurkan kota-kota Federasi.
Dia memiliki dendam terhadap iblis...
Tapi kenapa dia malah melampiaskan kemarahannya padaku!?
"Tunggu, ini salah paham! Aku bukan iblis, pertama-tama kau..."
"Diam! Diam! Bawa Vanessa ke sini sekarang juga!"
Dia dengan keras menggelengkan lehernya dan mengangkat kedua tangannya. Dari telapak tangannya, pola melingkar berbagai warna mulai bersinar.
"Sihir!?"
Tapi apa ini sebenarnya? Ini berbeda dengan sihir dari berbagai ras. Jika itu sihir iblis, warnanya akan menjadi hitam atau ungu. Lalu elf maupun malaikat akan memiliki warna putih. Setidaknya itulah yang diketahui dari catatan Perang Besar. Tapi yang ia saksikan adalah campuran puluhan, tidak, bahkan ratusan warna di atas satu sama lain.
"Iblis rendahan sepertimu, bukanlah musuh yang pantas untukku!"
Cahaya sihir ini mulai terbentuk.
"Ugh... Peluru Elf..."
Kai menyiapkan bayonetnya, tapi kemudian dia terdiam. Drake Nail mulai berubah menjadi pedang Sid. Selain simplified elf bullet yang tersimpan di bayonetnya, dia tidak punya cara lain untuk melawan sihir miliknya. Cahaya sihir pun mulai memenuhi penglihatannya. Dan pada saat itu...
"Code Holder memutuskan Takdir. Sekarang, bersihkan dunia dari takdir kematian yang sia-sia."
Kai pun terkejut, lantaran muncul suara lembut milik seorang wanita dari pedang itu.
"Ugh!"
Di situasi genting itu Kai tak memiliki kesempatan untuk kebingungan, jadi dia hanya bisa mengayunkan Code Holder, pedang Prophet Sid sang pahlawan. Pedang bersinar itu berhasil memotong sihir warna-warni Rinne menjadi dua.
Tepat dengan dentingan bel, sihir itu mulai menghilang. Seolah-olah itu adalah mimpi, percikan sihirnya menghilang satu per satu hingga hilang sepenuhnya.
"...Sihirnya menghilang?" - kata Kai yang mengayunkan pedang Sid sendiri.
Pedang yang bisa memotong sihir. Sihir apa pun yang terkena langsung, seolah-olah itu tidak ada di sana sejak awal, menghilang.
Dan kemudian gadis yang menembakkan sihir itu: "...Tidak mungkin."
Rinne masih syok setelah sihirnya hilang tanpa jejak. Kai melihat Code Holder di tangannya.
"Apa yang kau lakukan tadi!? Sejak kapan kalian para iblis menggunakan senjata seperti itu!"
"Sudah kubilang, aku bukan iblis."
"Eh?"
"Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu sampai bahkan kau tidak bisa mendengarku...? Lihat, aku manusia, kan? Tidak ada sayap atau ekor iblis."
Dia merentangkan kedua tangannya untuk menunjukkannya. Tampaknya semua kemarahannya mulai memudar.
"Akulah yang membebaskanmu, jadi kuharap kau mengerti bahwa setidaknya aku bukan musuhmu."
"...Kau, membantuku?"
"Menurutmu siapa lagi? Tidak ada seorang pun di sini kecuali kita."
"..."
Dia mulai melipat kembali sayapnya. Sekarang sayapnya hampir tidak terlihat lagi, yang Kai artikan sebagai dia tidak perlu bermusuhan lagi.
"Maaf, kesalahanku karena dendamku pada iblis..."
Dia mulai meminta maaf dengan suara gemetar. Tapi dengan cepat gadis itu mengerang dan jatuh berlutut.
"Apakah kau pusing...?"
"Ya. Sejak aku tidak sadarkan diri sampai sekarang dan ini pertama kalinya aku melihat cahaya terang lagi." - jawab Rinne yang menggerakkan tangannya ke dahinya.
Dia jelas bukan manusia, tapi gerakan itu membuatnya semakin mirip seorang manusia normal.
"Beberapa saat lalu kau menyebut Vanessa, maksudmu pahlawan iblis?"
"..." - Rinne mengangguk.
"Dia adalah orang yang mengunciku di sini. Itu sebabnya kupikir yang ada di sini hanyalah bawahannya."
"Kalau begitu, apa yang membuatmu berpikir aku seorang iblis?"
"Aku tidak tahu! Aku ... berbeda dari ras lain, jadi aku agak gelisah."
Setelah mengatakan itu, sayap Rinne mulai mengecil perlahan hingga menjadi tersembunyi di balik rambut emasnya.
"Jika kau berbeda, apakah itu berarti kau bukan iblis?"
"Tenma..."
Secara kebetulan, nama yang diberikan Rinne adalah gambaran yang muncul di benak Kai.
<EDN: Oke, disini tenma kemungkinan besar gabungan antara tenshi(malaikat/dewa) dan majin (iblis). CMIIW>
"... begitulah mereka menyebutnya."
"Kedengarannya seperti, memiliki makna yang berbeda."
"Tidak masalah bukan!? Ras tidak terlalu penting, oke?"
teriak Rinne. Dia tidak ingin menyentuh topik ini. Seolah-olah dia berpikir begitu, pupil matanya bergerak cepat.
"Izinkan aku mengucapkan terima kasih karena telah menyelamatkan aku. Dan aku minta maaf karena telah menyerangmu. Tapi tentang ras... aku tidak akan berbicara sedikitpun. Ini bukan sesuatu yang ingin kubicarakan."
"Aku mengerti."
"Aku senang mendengarnya."
Tanggapannya terasa terlalu sopan. Tapi melihat wajahnya yang santai, membuat Kai berpikir bahwa dia jujur di sini.
"Hei, manusia, kau...?"
"Kai."
Mencoba untuk tidak menunjukkan senyum pahit, Kai menyebutkan namanya. Tentu saja itu adalah rasnya, tetapi dia merasa sulit untuk dipanggil seperti itu.
"Aku tidak terbiasa disebut manusia."
"...Aku Rinne."
Sepertinya dia tidak ingat menyebutkan namanya ketika dia diikat dengan rantai. Dan memperkenalkan dirinya sekali lagi.
"Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan. Di mana kita sekarang? Kau menyebutkan bahwa Kau bertarung dengan pahlawan iblis. Dan kemudian dikurung di sini?"
"Ya, tapi aku tidak tahu persis di mana kita berada."
Rinne melihat ke belakangnya ke pilar tempat dia diikat sampai saat ini. Dan kemudian, seolah-olah waspada terhadap sesuatu, dia melihat sekeliling.
"Aku bertarung satu lawan satu dengan Vanessa, dan kemudian aku dikurung di sini..."
"Satu-lawan-satu!?"
Rinne mengatakan sesuatu yang sulit dipercaya.
Lawannya adalah pahlawan iblis, bukan?
Tidak hanya bertarung melawan lawan seperti itu, tetapi bahkan bertahan hidup pun cukup sulit dipercaya.
Selain dikurung di sini, dia juga memiliki sayap iblis dan malaikat. Mengingat dia tidak suka berbicara tentang rasnya, tidak sulit untuk membayangkan bahwa Rinne adalah makhluk yang cukup istimewa.
"...Mungkinkah, kau cukup kuat?"
"Fufufu, bukankah aku cukup hebat?"
Rinne membusungkan dadanya dengan bangga.
"Aku cukup kuat. Aku bisa sendirian menghadapi sekelompok besar iblis, jika tidak ada yang kuat di antara mereka."
"Jadi kau menggunakan kekuatan itu dalam serangan tanpa ampunmu terhadapku?"
"Bukankah aku sudah meminta maaf untuk itu!? Sungguh, itu hanya salah paham."
Wajah dan telinganya menjadi merah. Telinga elfnya melebar ke samping, kemungkinan karena dia kesal.
"Tapi itu benar-benar berbahaya. Kupikir kau bawahan Vanessa jadi aku berpikir untuk melawanmu habis-habisan. Aku senang kau bisa bertahan melawannya."
"Apa yang akan terjadi jika aku tidak bisa...?"
"Yah, kau akan seperti dicincang kedalam ratusan potongan kecil ..."
"Bukankah itu berlebihan!?"
"Hei, hei, tapi bagaimana kau bisa bertahan dari sihirku?"
"Hm? Yah, sejujurnya aku sendiri tidak yakin, tapi..."
Dia melirik pedang pahlawan. Diyakini bahwa Prophet Sid bertarung menggunakan pedang ini dalam Perang Besar.
Aku selalu bertanya-tanya bagaimana bisa satu pedang cukup untuk menantang empat pahlawan ...
Aku baru saja mendapatkan jawabanku tentang itu.
Suara pedang berkata untuk menggunakannya untuk memotong Takdir. Dan dengan satu tebasan itu dia menebas takdirnya terbunuh oleh sihir Rinne. Memang tidak bisa dipercaya, tapi sudah ada begitu banyak hal aneh dan abnormal yang terjadi... Tidak ada pilihan selain menerima ini apa adanya.
"Aku pikir pedang ini ..."
"Ya, ada apa dengan pedang ini...?"
Di belakang Rinne yang mengangguk memberi semangat. Sebuah pusaran gelap muncul di udara dan terus membesar. Dari sana muncul sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Tubuh istimewa individu ■ ■ ■ sedang bangkit. Risiko ke Dunia Baru diperkirakan mencapai tingkat tertinggi."
<TLN : tanda kotak (■ ■ ■) ini emang dari sananya, mungkin maksudnya seperti bahasa lain yg tingkatnya lebih tinggi jadi keliatannya kayak sensor.>
"Memulai proses penyegelan dengan penimpaan..."
Seperti boneka marionette yang rusak. Gadis yang tubuhnya ditutupi dengan berbagai retakan itu tiba-tiba muncul. Penampilannya menyerupai manusia. Namun di bahu kanannya terdapat tentakel yang menyerupai tubuh ular. Dan di punggungnya ada sebuah sayap dari kerangka. Sementara wajahnya terlihat sangat mirip dengan Rinne, dia berbeda dari Rinne.
<TLN : Marionette itu boneka yang dikontrol pake benang tipis, di kartun2 banyak kan contoh di kucing dan jerry pernah ada tuh.>
Dia berbeda dari Rinne...
Kenapa aku bergidik ngeri seperti ini?
Meskipun dia memegang Code Holder, dia tidak bisa menahan tangannya yang gemetar.
"Benda ini!"
Rinne mengangkat suaranya dan melompat menjauh.
"Benda ini... muncul saat aku bertarung dengan Vanessa. Dan kemudian mengunciku di sini."
"Jadi itu adalah iblis?"
Jika itu adalah pelayan Vanessa maka tidak diragukan lagi itu adalah iblis... Tapi benarkah begitu? Jika monster ini melayani Vanessa, anehnya tidak ada informasi tentangnya di catatan mereka.
"Ayo lari! Kesana!"
Rinne membuat keputusan cepat. Dia memberi isyarat padanya untuk pergi ke belakang tiga pilar dan mereka berlari ke arah itu.
"Aku diseret ke sini dari belakang altar. Seharusnya ada lubang disana..."
Tapi kemudian, sebuah bayangan muncul di atas kepala Rinne.
"Rinne! Di atas!"
"...Eh?"
Tepat diatas gadis itu muncul pusaran hitam yang lain. Dari sana tentakel kanan monster meraihnya dengan kecepatan yang tak masuk akal. Sebelum dia bahkan bisa bereaksi, dia telah tertangkap oleh tentakelnya.
"Tubuh istimewa individu ■ ■ ■ ditangkap."
Jeritan gadis bergema di seluruh tempat.
"Memulai Kode Zero."
Pusaran hitam yang tak terhitung jumlahnya muncul dalam sekejap. Ratusan, ribuan lubang hitam kecil, seperti yang digunakan oleh monster itu muncul. Seketika mereka semua mengikuti ke arah Rinne. Kemudian lubang hitam itu mulai menghapusnya. Tubuhnya, seperti sedang digosok dengan penghapus dan perlahan-lahan. menghilang
"Ah... AH!? Tidak... Tidaaak!"
Rinne menggerakkan tangannya ke arah Kai, seolah meminta untuk menyelamatkannya. Tapi tak lama kemudian tangannya ditutupi oleh pusaran air hitam ini dan menghilang. Jika tetap seperti itu, tubuhnya akan benar-benar hilang, tepat di depan matanya.
"...Jangan bercanda denganku!"
Kemarahannya melampaui semua ketakutannya.
Di dunia yang konyol ini...
Tepat di depan mataku adalah monster sungguhan... Lalu kenapa!
Di sana dia memiliki pedang pahlawan. Dan Kai sendiri mati-matian berlatih untuk hari ketika dia harus menghadapi musuh non-manusia yang kuat. Terlepas dari jenis musuhnya, dia hanya perlu bertarung. Itu wajar namun dia... Dia hanya marah pada dirinya yang lemah, yang hanya bisa meringkuk dalam ketakutannya.
"Akulah yang akan menghentikanmu!"
Dengan sekuat tenaga Kai mencengkeram pedang cahaya itu.
"Sid, aku akan meminjam pedangmu!"
Kai menyiapkan pedangnya, dan mengarahkan ayunannya ke tentakel monster yang menangkap Rinne. ...Lepaskan Rinne! Dengan kilatan cahayanya, pusaran hitam mulai bergerak menjauh.
".....!?"
Sedangkan monster yang tentakelnya telah terpotong itu masih terhuyung-huyung.
"Code Holder... Kehendak dunia... Pedang terlarang... Kenapa ada di sini...!?"
"Kemarilah, Rinne!"
Kai dengan cepat meraih tangannya.
"Bisakah kau berlari?"
"...A-Aku baik-baik saja!"
"Ayo pergi! Kita tidak perlu berurusan dengan monster seperti itu!"
Sembari masih memegang tangannya, Kai berlari ke belakang altar menuju tempat Rinne menunjuk sebelumnya. Dan disana ada...
"Ini dia!"
Celah dimensi cahaya. Dengan cepat Kai dan Rinne melompat ke dalamnya.
********
Makam iblis. Dalam sekejap, Kai mendapati dirinya sedang berdiri di aula remang-remang.
"Hu..h... Kita.. berhasil...?"
Akankah monster aneh ini mengikuti kita? Tapi, tidak ada tanda-tanda kemunculannya. Dalam kegelapan yang tenang, hanya napas terengah-engah Kai dan Rinne yang bisa terdengar.
"Rinne?"
Dia berbaring tanpa bergerak sedikitpun, atau begitulah pikirnya ketika...
"....!"
Rinne melompat dan memeluk Kai yang berjongkok.
"....tadi itu menakutkan... tubuhku... seperti menggigil..."
Dia hampir menangis. Rinne gemetar sambil menempel di leher Kai.
"Sungguh ... Itu memang ... Sangat ... Menakutkan ..."
"..."
"...Aku tidak berbohong..."
"Ya, sama sepertimu, Aku juga merasa itu cukup berbahaya."
Kai meletakkan tangannya di punggung gadis yang sedang menempel padanya. Tidak ada yang bisa menyalahkannya kondisinya yang sampai ketakutan seperti itu setelah diserang oleh monster aneh. Jika saja Kai terlambat beberapa detik, dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Terkejut hingga syok karenanya adalah hal yang wajar.
"Mari kita istirahat sekarang. Sampai kau merasa lebih tenang."
Rinne tetap diam. Dia hanya menjawabnya dengan anggukan kecil, dan kedua tangannya yang masih menempel padanya semakin erat memeluknya.
"...Hangat..."
Akhirnya, dia sedikit bergumam.
"Mm?"
"Ini pertama kalinya... Sesuatu seperti itu terjadi padaku..."
Kai berpikir bahwa perkataannya itu merujuk pada Rinne yang pertama kalinya merasakan kehangatan tubuh orang lain. Tapi terlepas dari itu dia memutuskan untuk menanyakannya langsung.
"Teman?"
"Tidak ada."
Tanggapannya cukup singkat.
"Aku selalu ... sendirian ... Teman ... Orang tua ... Tidak ada, aku tidak pernah mengalami hal seperti itu. Sebelum aku sadar, aku sudah sendirian."
"..."
Sendirian di dunia ini.
Kai mengerutkan keningnya saat mendengar kata-kata Rinne. Dia sendiri sudah mengalami itu semua. Rasa sakit yang dia rasakan, dia juga merasakannya.
Sungguh ironis?
Ternyata aku bukan satu-satunya
Setelah disingkirkan oleh seisi dunia. Siapa yang akan menduga bisa bertemu seseorang, yang berbagi rasa sakit itu, di sini.
"Aku... Tidak tahu tentang rasku sendiri. Itu sebabnya aku selalu sendirian. Karena Foreign gods, roh, dan cryptid, semuanya berkata: kau berbeda."
"Para Iblis juga mengatakannya?"
"Merekalah yang paling kejam. Hibrida menjijikkan, itulah bagaimana mereka memanggil makhluk sepertiku. Dan juga tidak mungkin kita bisa memiliki kesetaraan. Jadi aku bertengkar dengan para iblis itu."
Semua itu berujung pada pertarungan satu lawan satu melawan Vanessa. Ini kurang lebih meringkas sejarahnya sampai sekarang.
"Aku juga sama."
Mendengar itu, Rinne yang memeluknya, mendongak padanya.
"Kai juga? Tapi kau manusia, bukan? Ada banyak manusia di luar sana."
"Tidak ada orang yang kukenal. Aku ditinggal sendirian. Jadi agak mirip denganmu."
Teman masa kecilnya Jeanne, rekan-rekannya Saki dan Ashlan. Semua sudah melupakan dia. Di dunia ini, seluruh keberadaannya menghilang.
"...Ditinggal sendiri? Apakah mereka semua mati?"
"Tidak, tidak, mereka baik-baik saja. Hanya saja, tidak ada yang mengingatku. Yah... Mungkin aku yang menjadi aneh."
"Apa maksudmu? Kai cukup normal, bukan?"
"Yah, jika aku akan mengatakannya, kau akan tertawa."
"Meskipun aku tidak akan melakukannya?"
Rinne, yang memeluknya.
"Aku tidak akan menertawakanmu, Kai. Karena kau juga tidak menertawakanku."
"...Aku tidak percaya bahwa umat manusia kalah."
Kai menggelengkan kepalanya dan melanjutkan.
"Aku mengingatnya dengan sangat baik. Manusialah yang memenangkan Five Races Great War. Tapi aku tidak pernah berpikir bahwa sejarah akan tiba-tiba berubah. Sekarang manusia mengalami kekalahan. Alih-alih manusia, kota-kota kita sekarang ditempati oleh iblis."
"Eh? Tunggu, Kai."
Rinne berhenti memeluknya.
"Apa yang terjadi? Iblis melakukan segala hal sesuka kehendak mereka..."
"Hm?"
"Saat aku melawan Vanessa, hal seperti itu tidak terjadi..."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku iblis yang menduduki kota manusia. Aku belum pernah mendengar tentang hal itu terjadi."
Dia melamun dalam diam sampai beberapa ide tidak datang padanya.
"Kurasa aku mengingatnya kurang lebih sepertimu. Tepat sebelum pertarunganku dengan Vanessa, manusia seharusnya menang dalam Perang Besar, kalau ingatanku tak salah."
"Bagaimana bisa!?"
"Karena pahlawan manusia... kupikir. Yah, Kai seharusnya tahu lebih banyak tentang itu, kan?"
Sulit dipercaya. Siapa yang mengira bahwa dia akan memikirkan pembicaraan seperti itu dari Rinne, yang bahkan berbeda ras dengannya.
"Di antara ras manusia, muncul seseorang yang sangat kuat. Bahkan iblis pun waspada terhadap pahlawan manusia..."
"Kau tahu tentang Sid!?"
"Kya!"
Kai memegang Rinne sekarang.
<TLN : Man, dense MC momen>
"Rinne, apa kau melihat Sid!?"
"T-tunggu Kai... Aku tidak mengenalnya. Aku tidak pernah tertarik pada manusia sebelumnya."
"Ah... Ya, kurasa itu juga benar."
Namun di dunia ini, baik Saki maupun Ashlan mengatakan bahwa tidak ada pahlawan manusia. Jadi Rinne, yang tahu tentang dia, seharusnya berasal dari dunia yang sama dengannya. Ada bukti bahwa ingatannya tentang sejarah tidak salah.
"Kai?"
"...Aku senang..."
Dia memindahkan tangannya dari Rinne dan melihat ke langit-langit. Kai merasa lega, ingatannya tidak salah. Ada orang yang tahu tentang sejarah yang sama dengan dirinya sendiri. Akhirnya dia bisa bertemu dengannya. Dalam situasi absurd ini di mana manusia kalah perang dan iblis menduduki kota mereka. Akhirnya dia bisa menemukan setidaknya satu orang. Teman yang bisa memahami rasa sakit dari kesendiriannya.
"Kai? Apa yang membuatmu senang?"
"Kita adalah teman, rekan yang berbagi ingatan yang sama."
"... Rekan?"
Dia tampak bingung harus berbuat apa. Dan itu memang tak mengejutkan. Sampai saat ini dia tidak pernah bertemu orang tuanya atau sosok sejenisnya. Dan kemudian tiba-tiba dia bertemu dengan seorang manusia yang memanggilnya kawan. Tidak heran jika dia bingung dengan hal itu.
"Aku merasa lega. Sama seperti kau telah diselamatkan Rinne, pelukanmu juga menyelamatkanku."
"...Apakah begitu?"
"Ya, sepertinya sekarang kita berdua tidak lagi sendirian."
Prophet Sid itu nyata. Dan sejarah dimana Sid membawa kemenangan di Perang Besar pun bukanlah sebuah kesalahan. Bahkan jika semua manusia melupakan kebenaran, baik dia dan Rinne mengetahui sejarah yang benar. Rekan-rekan yang berbagi kenangan yang sama."
"...Aku tidak lagi sendirian?"
"Aku di sini sekarang. Tapi aku tidak yakin sejauh apa kau bisa mengandalkanku."
"..."
Rinne mulai menatap Kai. Sambil merangkak, dia tiba-tiba mendekatkan wajahnya.
"...Apa itu?"
"Kau yang pertama mengatakan hal seperti itu padaku."
"Aku juga sama, ini pertama kalinya aku mengatakan hal seperti itu."
"Jadi begitu..."
Mengatakan demikian, Rinne tersenyum.
"Kalau begitu, kita selalu bersama, kan?"
Baginya itu adalah pertama kalinya untuk menunjukkan senyum, jadi senyumnya tampak canggung.
0 komentar:
Posting Komentar