Kamis, 29 Februari 2024

Honzuki no Gekokujō - Putri Seorang Prajurit Light Novel Bahasa Indonesia Volume 01 - Chapter 1: Kehidupan Baru

Volume 01

Chapter 1: Kehidupan Baru



... Panas sekali. Aduh sakit sekali. Aku benci semua iniiii.....

Suara seorang anak kecil melintas di benak kepalaku, dia merasa sangat kesakitan dan perih.

Oke, memangnya kau mau aku melakukan apa agar rasa sakitnya hilang? 

Aku tidak tahu harus berbuat apa, namun suara dia semakin mengecil.
Ketika aku sudah tidak bisa mendengar suara anak itu, terjadi letusan dari gelembung melingkar yang menyelimutiku, aku merasa kesadaranku mulai kembali.
Disaat yang bersamaan, aku merasakan panas dari demam dan rasa sakit yang menjulur ke semua bagian tubuhku, rasa seperti aku terkena influenza. Aku mengangguk dan setuju dengan pendapat anak tadi, Ini memang rasanya panas dan perih sekali. Aku benci ini juga.
Namun, anak tadi tidak membalas perkataanku.

Aku merasa sangat panas. Aku mencoba bergeser di sekitar kasur untuk mencari bagian kasur yang masih dingin. Mungkin akibat demam ini, aku tidak bisa menggerakkan tubuhku sesuai keinginanku. Tapi tetap mencoba untuk bergeser, lalu disaat aku mencoba itu, ada suara seperti kertas dan jerami yang saling bergesek di bawahku.

“... Suara apa itu tadi?”

Tenggorokanku pasti serak sebab demam, tapi suara yang muncul dari mulutku terdengar layaknya anak-anak dengan nada suara yang tinggi. Sudah jelas ini bukan suaraku, tetapi ini terdengar seperti suara anak kecil tadi yang barusan aku dengar.
Aku membuka kelopak mataku yang terasa berat ini perlahan-lahan, sebenarnya aku ingin tetap tidur sebab demam ini membuat tubuhku terasa sangat lesu, tapi aku tidak bisa diam dengan kasur yang kugunakan ini tidak seperti biasanya dan suara yang muncul dari diriku bukanlah suara asliku.
Demam yang kualami pasti sangat parah, sebab mataku penuh dengan air dan pandanganku tidak bisa fokus. Untung saja, berkat air mata yang terus bergenang ini menjadi pengganti lensa dari kacamata yang perlu aku gunakan, aku bisa melihat lebih jauh dari biasanya.

“Apa?”

Anehnya, aku melihat tangan kecil dari tubuh seorang anak kecil yang sedang sakit dalam keadaan berbaring. Aneh sekali. Tanganku seharusnya terlihat lebih besar dari tangannya. Aku memiliki tangan berukuran orang dewasa, bukan tangan anak kecil dan kekurangan gizi.
Aku bisa menggerakkan tangan anak kecil itu layaknya ini tanganku, aku mengepalkan kemudian membukanya kembali. Tubuh yang bisa aku gerakan sesuai keinginanku bukanlah tubuh asliku. Angin kejutan dari kejadian aneh ini membuat mulutku kering.

“... Ada, apa ini?”

Aku pastikan sedikit air mata yang mengalir dari mataku, aku melirik ke sekitar dalam keadaan kepala tetap diam. Tidak perlu waktu lama-lama untuk menyadari aku tidak berada di kamarku. Kasur di bawah yang kugunakan sangat keras dan kekurangan busa, ini terbuat dari semacam gumpalan benda kasar dan keras. Selimut yang dilebarkan di atasku memiliki bau yang aneh, dan sekujur tubuhku terasa gatal seperti ada serangga atau kutu kasur yang hinggap pada tubuhku.

“Tunggu, dulu... Aku ada dimana?”

Terakhir kali aku ingat sedang dihantam oleh runtuhan banyak buku, sepertinya aku tidak dapat diselamatkan tepat waktu atau sebelum menghembuskan nafas terakhir. Apabila berhasil, aku sangat yakin tidak ada rumah sakit di Jepang yang menyediakan pelayanan kasur kotor seperti ini pada pasiennya. Apa yang sebenarnya terjadi?

“Aku... pasti sudah mati, iya, kan?”

Semua fakta mengatakan iya. Aku mati dalam keadaan dihantam oleh banyak buku. Gempa bumi yang terjadi kurang lebih sekitar tiga atau empat skala Richter. Gempa sebesar itu tidak akan membuat orang mati. Itu berati, kematianku pasti akan menjadi sebuah berita, yang dikemas, “Menjelang kelulusannya, seorang mahasiswi ditemukan tewas sebab tertimpa tumpukan buku di rumahnya,” oleh media.

... Memalukan sekali! Aku mati dua kali di hari itu, mati secara fisik dan juga sosial. Aku merasa sangat malu sampai ingin berguling-guling di kasur, tapi khawatir rasa sakit dan pusing dikepala bertambah, jadi aku putuskan untuk menepakkan kedua tanganku pada wajahku.

“Yah, aku memang pernah bercanda mengenai ini. Aku memang memikirkan kejadian ini, bila aku dihadapkan dengan kematian, maka aku memilih mati ditimpa banyak buku. Justru, aku lebih memilih ini terjadi daripada mati perlahan di atas kasur rumah sakit.”

Tapi semua ini seharusnya tidak terjadi. Aku ingin mati dalam keadaan senang, hidupku berakhir dengan ditemani banyak buku. Jujur saja, aku tidak mengira gempa terjadi dan buku di atasku jatuh menimpaku sampai mati.

“Ini terlalu kejam. Aku baru saja diterima kerja. Oooh, aku rindu perpustakaan kampus....”

Sekarang ini sedang marak tingginya tingkat pengangguran, dalam masa itu aku berhasil mendapatkan pekerjaan di perpustakaan kampus. Dimulai dari nekat dan tekad kuat untuk memenuhi hidup bahagiaku, yaitu hidup dikeliling banyak buku, aku berhasil menuntaskan ujian dan wawancara yang diperlukan agar bisa diterima. Pekerjaan mengurusi buku akan mengambil banyak waktu kerja dibanding pekerjaan lainnya, perpustakaan yang aku lamar juga memiliki banyak buku dan dokumen lama.

Ibu aku, yang selama ini mengkhawatirkan masa depanku nanti, mulai menangis begitu dia mendengar berita diterimanya aku di sana. “Kamu hebat sekali. Urano, akhirnya kamu menemukan tempat kerja yang sesuai dengan mintamu, bagus. Ibu bangga sekali padamu,” katanya, dalam keadaan air mata yang menetes. Sehari setelah itu, aku terkena bencana dan mati?

Aku terbawa dalam arus pemikiran yang menunjukkan isak tangis ibu aku setelah tahu anaknya mati karena hal itu. Beliau, adalah sosok ibu yang tak akan pernah aku temui lagi, pasti marah juga padaku. Aku bisa yakin dia pasti akan mengeluh keras, “Sudah berapa kali Ibu bilang padamu, kamu harus mengurangi sedikit jumlah buku yang kamu simpan?!”

“Maafkan aku, Ibu...” dengan susah payah aku angkat tanganku yang terasa berat untuk mengusap air mataku.

Dengan usaha keras, aku perlahan-lahan mengangkat kepalaku dan menggerakkan tubuhku yang panas ini agar bisa duduk dan melihat-lihat isi kamar ini, aku ingin tahu keadaan kamar ini sebaik  mungkin, aku abaikan perasaan rambutku yang menempel di leher yang berkeringat. Dalam kamar ini ada sedikit keranjang untuk menyimpan barang dan dua meja, dan ada satu kasur lagi, yang masing-masing dipasangkan seprai kotor. Sayangnya, aku tidak melihat adanya lemari buku.

“Aku tidak melihat ada buku... Mungkin ini hanyalah mimpi buruk? 

Mati dalam mimpi buruk? Jika ada satu dewa yang mengabulkan keinginanku dan mereinkarnasikan diriku, harusnya ada buku yang dekat denganku sekarang ini. Keinginanku adalah untuk tetap bisa membaca buku jika aku dilahirkan kembali. Aku melanjutkan berpikir dalam keadaan tubuh panas dan kepala pusing, lalu aku melihat ke atas dan menemukan sarang laba-laba yang tergantung di langit-langit kamar yang hitam karena endapan dari asap jelaga.

Lalu, tak lama kemudian, pintu kamar terbuka dan seorang wanita datang masuk. Mungkin dia masuk karena mendengar gerakanku duduk, atau karena mendengar aku bicara pada diriku sendiri. Ya, mau apapun alasannya, dia ini wanita yang cantik memakai kain segitiga diikat menutupi rambutnya, dia ini terlihat berumur dua puluh tahun ke atas. Wajahnya cukup cantik, tapi sayangnya kotor. Saking kotornya sampai aku kira dia ini orang terlantar yang aku melihat ada di jalanan.

Aku tidak tahu siapa wanita ini, tapi dia seharusnya membersihkan wajahnya dan memastikan dirinya tampil bersih. Dia membuat sia-sia kecantikan yang dia miliki.

“Myne, %&$#+@*+#%?”
“Ahaaaa!”

Momen saat aku mendengar ucapan aneh dari wanita itu, luapan mental dan ingatan yang aku seperti pernah kualami, namun itu bukan milikiku, ingatan-ingatan itu masuk ke dalam pikiranku. Dalam hitungan detik, semua ingatan dari tahun ke tahun milik gadis bernama Myne memasuki data ingatanku dan memenuhi otaku, itu membuatku secara refleks memegangi kepalaku seperti ketakutan.

“Myne, kamu baik-baik saja?”

Bukan, aku bukan Myne! Aku ingin menentang itu, tapi tidak bisa. Aku terbebani oleh perasaan aneh yang aku alami, kamar kotor dan dua tangan yang lemah ini, terasa begitu familier bagiku. Aku terdiam terkejut karena ucapan aneh yang sebelumnya tidak aku mengerti jadi aku pahami sepenuhnya.

Luapan informasi ini membuatku panik, semua yang aku ketahui atas terjadinya ini adalah, satu fakta pasti: Kamu bukan Urano lagi. Sekarang kamu adalah Myne.

“Myne? Myne?” 

Wanita itu memanggilku berkali-kail, dengan nada khawatir, tapi bagiku dia ini adalah orang asing. Mungkin, seharusnya begitu tadi, tapi aku tidak tahu, entah kenapa aku merasa kenal dia. Bukan itu saja, aku merasa menyayanginya.

Perasaan sayang ini aneh dan tidak aku ketahui. Tapi rasa ini bukan milikku. Aku masih belum bisa terima untuk menerima sepenuhnya bahwa ternyata wanita yang ada di hadapanku ini adalah ibuku. Dalam perasaanku menolak rasa sayang ini berlangsung, wanita itu terus memanggil namaku. Myne.

“... Ibu.”

Ketika aku melihat ke atas pada wanita asing yang belum pernah aku temui sebelumnya dan aku berhenti hidup sebagai Urano dan berubah menjadi Myne di saat aku memanggilnya “Ibu”.


“Kamu baik-baik saja? Sepertinya kamu masih pusing kepala ya.”

Aku secara alami tidak mau bersandar pada ibuku, dia bukan ibu, karena ibu yang aku kenal ada dalam ingatanku, aku bersandar ke belakang dan jatuh ke kasur bau untuk menjauhkan diri dari raihan tangannya. Aku lalu tutup mata sepenuhnya untuk menghitamkan segala yang aku lihat.

“... Kepalaku masih pusing. Aku mau tidur.”
“Baik. Istirahat yang baik, sayang.”

Aku menunggu Ibu keluar kamar sambil berpikir sebisa mungkin untuk memahami situasi sekarang. Kepalaku pusing sekali karena demam ini, selain itu aku tidak bisa tidur dengan tenang karena rasa panik yang aku alami sekarang.

Aku tidak tahu kenapa semuanya malah jadi seperti ini. Tapi lebih penting berpikir gerakan selanjutnya, dari pada terjebak dalam masa lalu. Mengetahui mengapa ini terjadi tidak mengubah fakta bahwa aku harus berbuat sesuatu.

Jika aku tidak memakai ingatan Myne untuk mengerti situasiku sekarang ini, maka keluargaku akan curiga. Aku mulai perlahan mencerna segala ingatan yang dimiliki Myne. Aku berusaha sebisa mungkin untuk mengingat semuanya, tapi ingatan yang dia miliki hanya sebatas sampai gadis kecil yang tidak mengerti banyak kosa kata. Dia tidak sepenuhnya mengerti apa yang dikatakan Ibu dan Ayah, jadi tidak banyak yang dia ketahui. Kosakata yang aku tahu sangat sedikit, lebih dari setengah ingatan ini tidak berguna.

“Aduh, bagaimana ini...?”

Dari ingatan visual miliknya, aku yakin pada sejumlah hal: Satu, keluargaku terdiri dari empat anggota jiwa: Ibu, Effa; kakak perempuan, Tuuli; dan ayah, Gunther. Rupanya ayah kerja jadi tentara atau sejenisnya.

Yang paling mengejutkan adalah, dunia ini bukan dunia yang aku kenal. Ingatanku soal ibu yang selalu memakai kain bandana, dia ternyata punya rambut berwarna hijau muda, warnanya seperti warna giok terbaik. Warnanya itu tidak seperti diwarnai hijau. Dia memang punya warna rambut hijau. Warna hijau itu begitu nyata sampai-sampai aku ingin menariknya untuk memastikan dia tidak pakai wig.

Untuk keluargaku yang lain, Tuuli punya warna rambut hijau dan ayah berambut biru. Sedangkan aku punya rambut warna biru tua. Aku tidak tahu aku harus senang karena warna rambutku masih mendekati hitam yang aku miliki sebelumnya atau sedih karena tidak berwarna hitam.

Rupanya tidak ada kaca cermin dalam bangunan ini, tempat ini semacam apartemen, rumah kami berada di lantai atas. Jadi mau sedalam apapun aku cari di ingatanku, aku tidak tahu penampilan aku selain yang bisa aku lihat tanpa cermin. Jika aku tebak dari apa yang aku lihat dari kedua orang tuaku dan Tuuli, aku bisa bilang tampilanku tidak termasuk buruk. Tapi ya, penampilanku bukan masalah selama aku bisa membaca buku, jadi aku tidak begitu peduli soal itu. Penampilanku waktu dulu sebagai Urano tidak begitu luar biasa. Jadi aku bisa hidup tanpa harus menjadi wanita cantik.

“Haaah. Sumpah, ingin sekali aku baca buku. Aku merasa akan hilang penyakit demam ini begitu aku pegang buku.”

Aku bisa hidup di mana saja selama aku punya buku. Aku pastikan bisa bertahan. Jadi aku mohon. Banyak buku. Biarkan aku punya buku. Aku menempatkan jari di dagu dan mulai mencari buku dalam ingatanku. Hmm. Aku penasaran, di manakah semua buku-buku mereka sembunyikan.

“Myne, kamu bangun?” Seperti sengaja mengganggu jalan pikirku, seorang gadis kecil yang terlihat berumur tujuh tahun masuk ke dalam kamar.

Dia adalah Tuuli, kakakku. Rambut hijaunya, diikat kepang namun tidak begitu rapi, rambutnya terlihat kering jadi aku bisa bilang dia tidak keramas rambutnya. Sama halnya dengan Ibu, aku harap dia juga mencuci wajahnya. Dia juga membuang tampilan cantiknya.

Mungkin karena tempat lahirku di Jepang, aku jadi punya pikiran itu, karena di negara itu aku mendapati kebersihan yang melekat bahkan sering dijadikan contoh oleh negara lain. Tapi bukan itu yang aku pedulikan. Karena ada hal penting lain yang perlu aku utamakan di dunia ini. Dan sekarang lah, hal penting itu yang aku perjuangkan.

“Tuuli, boleh aku minta kamu bawakan aku (buku)?”

Kakakku sudah masuk usia yang cukup untuk membaca buku, jadi aku yakin sekali pastinya ada satu lusin buku bergambar yang ada di sekitar kami. Aku masih bisa membaca buku meski aku sedang dalam keadaan sakit dan harus berbaring di kasur. Sudah menjadi sebuah keajaiban bisa terlahir kembali seperti ini, karena aku lebih memperhatikan banyak buku yang bisa aku baca dari dunia ini. 

Namun tak ada keberuntungan, Tuuli hanya melihatku dengan wajah bingung padahal aku sudah tersenyum manis padanya.

“Huh? Apa itu (buku)?”
“Kamu tidak tahu....? Ummm, buku itu berisi (kata-kata) dan kalimat yang (dituliskan). Ada juga yang berisi (ilustrasi).”
“Myne, kamu bilang apa tadi? Bisa kamu ucapkan dengan baik?”
“Sudah aku bilang, (buku)! Aku ingin (buku bergambar).”
“Iya, itu benda apa? Aku tidak mengerti apa yang kamu ucapkan.” Ternyata, kata yang aku sebut tadi tidak ada dalam ingatan Myne, jadi terlontarkan dalam bahasa Jepang, karena itulah kenapa Tuuli menggeleng-gelengkan kepalanya kebingungan, tak peduli mau sejelas apa aku beritahu dia.

“Aaah, hadeh! (Kerja kek, penerjemah otomatis!)”
“Apa yang membuatmu marah, Myne?”
“Aku tidak marah. Aku hanya merasa pusing.”

Rupanya tugas pertamaku adalah untuk memperhatikan semua yang dikatakan orang-orang dan mempelajari kata bahasa dunia ini sebanyak mungkin. Dibantu otak muda Myne dan akal dan ilmu yang aku dapatkan saat berkuliah, mempelajari bahasa ini sudah pasti mudah. Aku harap... mudah.

Sewaktu dulu aku masih jadi Urano, aku belajar keras agar bisa memahami bahasa asing dengan memegangi buku kamusnya. Jika aku anggap belajar bahasa dunia ini berarti membaca buku dunia ini, maka aku tidak keberatan dengan usaha yang harus kulakukan. Kecintaan dan gairahku membaca buku sangatlah besar, sampai menjauhkan aku dari orang-orang.

“.... Kamu kesel karena kamu masih sakit demam?”

Tuuli meletakan tangannya yang kotor di dahiku, dia sepertinya berusaha mengukur panas demamku. Aku secara langsung memegang tangannya.

“Aku masih sakit, nanti kamu bisa tertular.”
“Iya, betul. Aku akan berhati-hati.”

Syukurlah. Dengan bertingkah memperhatikan kesehatannya, aku bisa menghindar dari hal yang tidak aku suka. Aku berhasil selamat dari tangan kotor Tuuli memakai metode terkini yang sering digunakan orang dewasa. Dia bukan kakak yang jahat, tapi aku tak mau dia menyentuhku sebelum dia bersih-bersih diri.  Itulah yang aku pikirkan, sebelum akhirnya aku lihat ke bawa dan mengeluh pada diriku sendiri karena tanganku yang kotor.

“Haaah. Aku ingin (mandi). Kepalaku gatal sekali.”

Di momen aku berguam itu, ingatan Myne memberitahuku berita yang tidak menguntungkan: Jumlah air yang bisa aku dapatkan untuk mandi hanya satu ember, dan aku hanya bisa merendam kepalaku di ember itu, sedangkan untuk badan, pakai kain basah untuk membersihkan badan.

Tidaaak! Itu bukan mandi. Dan, tidak ada tempat buang air?! Hanya sebatas buang di kendi?! Yang benar saja. Kepada dewa-dewi yang membawakan aku kemari... aku ingin hidup di tempat yang modern dan akses yang mudah dijangkau.

Lingkungan aku tinggal sangat buruk, jujur saja ini membuatku ingin menangis. Sewaktu jadi Urano, aku hidup di keluarga yang biasa-biasa saja. Aku tidak pernah sama sekali mendapati masalah kekurangan makan, pakaian, kamar mandi yang layak atau sulit mendapatkan buku. Kehidupan baru ini, punya kualitas hidup yang benar-benar turun jauh sekali.

Aku... rindu Jepang. Di sana penuh sekali dengan hal-hal luar biasa yang aku ingin terjadi. Kain seprei lembut, kasur yang nyaman, buku, buku, buku... tapi mau sebanyak apapun aku mengingat itu semua, aku tidak punya pilihan lain selain menjalani hidup di dunia baru ini. Menangisi nasib tidak akan membawaku kemana-mana. Aku harus ajari keluargaku pentingnya menjaga kebersihan.

Dari yang bisa aku ceritakan dalam ingatanku, Myne adalah gadis lemah yang sering sekali kena demam dan menghabiskan harinya di kasur, berbaring karena sakit. Banyak sekali ingatan yang dia rasakan di sekitar kasur ini. Jika aku tidak memperbaiki lingkungan aku hidup sekarang, aku mungkin akan mati tak lama setelah ini. Aku bisa mengira-ngira dari keadaan miskin dan sakit seperti ini, perawatan medis sebisa mungkin mereka hindari.

... Aku harus membersihkan kamar ini dan cari cara agar bisa mandi sesegera mungkin. Aku termasuk seorang pemalas, jadi sering kali aku menghindar dari tugas bantu bersih-bersih rumah, padahal sudah ada alat elektronik yang bisa aku pakai. Aku lebih memilih membaca buku daripada membantu ibuku bersih-bersih rumah. Apa aku bisa menjalani semua itu di sini?

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku untuk mengeluarkan semua itu dari pemikiranku. Tidak, tidak semuanya. Seperti yang aku bilang tadi, sebuah keajaiban aku direinkarnasikan. Aku harus punya pemikiran ke yang lebih positif. Beruntungnya aku! Bisa baca buku-buku yang tidak pernah ada di bumi! ... Nah. Aku kembali bersemangat lagi.

Hal pertama, agar aku bisa baca buku tanpa ada masalah, aku harus menjaga kesehatan tubuhku. Aku perlahan menutup mata agar aku bisa beristirahat. Dalam keadaan kesadaranku menurun, satu ide memenuhi pemikiranku:

Aku tidak peduli jadinya. Sekarang ini, aku hanya ingin segera bisa membaca buku. Aaah, kepada dewa dewi yang mengirim saya ke sini, mohon berbelas kasihlah kepada saya dan tolong saya mohon kabulkanlah keinginan saya, saya mohon beri saya satu buku! Saya tahu yang saya minta berlebihan, tapi bolehkah saya juga meminta perpustakaan besar yang berisikan banyak buku.





TLBajatsu

Rokka no Yuusha Light Novel Bahasa Indonesia Volume 6 : Chapter 1. Skema

Volume 6 

Chapter 1. Skema 



Saat itu sudah larut malam pada hari kedelapan belas sejak kebangkitan Majin. Di wilayah tengah-utara Negeri Raungan Iblis, jauh di dalam Pegunungan Pingsan, seekor iblis berdiri di atap Kuil Takdir. Itu adalah iblis serigala dengan tentakel yang tumbuh di punggungnya. Di mulutnya, ia membawa pohon ara yang tumbuh tanaman merambat yang panjang.

Tgurneu saat ini menggunakan iblis serigala ini sebagai tubuhnya. Tgurneu melihat ke bawah ke arah hutan yang bergemuruh dengan barisan lebih dari delapan ratus iblis, pasukan yang mengejar Pahlawan Enam Bunga. Dari tanda-tanda di kuil, dapat diketahui bahwa mereka belum berlari jauh.

"Laporan!" Seekor burung iblis menukik turun dari langit dan hinggap di dekat Tgurneu. Itu adalah spesialis nomor dua, yang bertugas sebagai utusan dan pengintai Tgurneu, salah satu dari sedikit iblis yang mengetahui semua rencana Tgurneu. “Enam Pahlawan telah terpecah menjadi dua kelompok, keduanya sedang terpisah: Häns dan Chamo di utara—dan para Pahlawan yang tersisa bersama Dozzu dan Nashetania di barat. Black Barrenbloom aman dan sehat, dan tidak ada tanda-tanda sang ketujuh telah terungkap!”

Setelah mendengar laporan itu, Tgurneu mengangguk dalam. “Lihat, nomor dua? Rencananya telah berjalan seperti yang aku katakan, bukan? Fremy pasti selamat, dan sang ketujuh masih belum diketahui.”

“…Saya bodoh. Saya kagum dengan wawasan Anda yang tajam, Komandan.”

“Kau tidak percaya pada kekuatan cinta—dan kau harus percaya, jika kau ingin tahu siapa yang akan diuntungkan dalam pertempuran ini,” kata Tgurneu sambil tersenyum.

Sore sebelumnya, mereka menerima laporan bahwa Pahlawan Enam Bunga, bersama Dozzu dan Nashetania, sedang menuju ke Kuil Takdir. Nomor dua takut jika para Pahlawan berhasil mencapai Kuil Takdir, kekuatan Black Barrenbloom akan terungkap atau para Pahlawan mungkin akan mengetahui bahwa itu adalah Fremy.

Tapi Tgurneu tidak kecewa sama sekali—bukan karena mereka menaruh kepercayaannya pada nomor sembilan yang menjaga kuil atau teka-teki identitas Fremy. Itu karena Tgurneu percaya pada Adlet Mayer, pria terkuat di dunia. Dan sepertinya Adlet telah memberikan semua yang Tgurneu harapkan.

Nomor tiga puluh baru saja mengirim pesan kepada Tgurneu untuk memberi tahu komandan tentang situasi di dalam kuil. Berdasarkan perilaku para Pahlawan saat ini, Tgurneu dapat menyimpulkan apa yang telah terjadi.

Meskipun Pahlawan berhasil mengetahui bahwa Fremy adalah Black Barrenbloom, Adlet telah menyusun rencana untuk menipu mereka. Setelah itu, Adlet kemungkinan besar menuduh Hans atau Chamo sebagai sang ketujuh. Hal ini menempatkan Hans dan Chamo dalam posisi genting, memaksa mereka untuk meninggalkan kelompok.

Bahkan Tgurneu tidak dapat membayangkan bagaimana Adlet melakukannya. Tapi selama dia berhasil menjaga keamanan Fremy, itulah yang penting.

“Tapi ini agak merepotkan,” kata Tgurneu. Rencana awalnya adalah menunggu hingga Black Barrenbloom benar-benar menyerap kekuatan lambang Pahlawan. Kemudian semua Pahlawan Enam Bunga (selain Fremy) akan mati karena racun Majin tanpa mengetahui kebenarannya. Tapi para Pahlawan telah mengetahui kekuatan Black Barrenbloom, jadi sekarang, mereka akan melakukan apa saja untuk menghentikannya. Pilihan mereka adalah membunuh Fremy, tubuh Black Barrenbloom, atau membunuh aktivatornya—Tgurneu sendiri.

Tgurneu yakin Fremy tidak akan mati. Adlet akan mengemukakan cerita untuk meyakinkan mereka bahwa mereka tidak bisa membunuh Fremy, yang akan membuat mereka hanya punya satu pilihan mulai saat ini: mencurahkan seluruh kekuatan mereka dalam upaya membunuh Tgurneu.

Sejauh ini, para Pahlawan telah menghindari pertarungan langsung, tapi segalanya akan berbeda sekarang. Mereka pasti akan menantang Tgurneu dan bersiap berkorban jika perlu.

“Komandan Tgurneu, kenapa Anda tidak berpisah dari prajurit dan bersembunyi? Kita hanya memerlukan satu atau dua hari lagi, hingga Barrenbloom selesai menyerap kekuatan Lambang Enam Bunga. Jika Anda bisa menghindarinya sampai saat itu, Anda akan menang,” kata spesialis nomor dua.

Tgurneu menggelengkan kepalanya. “Rencana itu terlalu pasif. Kita tidak tahu komplikasi apa yang mungkin timbul saat ini. Kejadian tak terduga mungkin membawa para Pahlawan ke tempat persembunyianku. Sesuatu mungkin terjadi yang bahkan mencegah Adlet menjaga Fremy tetap aman. Meskipun kemungkinan terjadinya yang terakhir sangat rendah… kemungkinan yang pertama sangat mungkin terjadi.” Sambil tersenyum, Tgurneu melebarkan tentakelnya. “Aku tidak akan lari. Aku akan menemui musuh kita, bersama dengan pasukanku. Aku akan memberi mereka kehormatan untuk bertemu dengan mereka dalam perjuangan terakhir mereka yang tidak berguna.”

Nomor dua mengangguk.

“Kirimkan seratus elit ke Hans dan Chamo. Yang perlu kau lakukan hanyalah memperlambatnya. Tentu saja, akan sulit untuk membunuh Pahlawan terkuat dengan hanya seratus prajurit. Aku akan memerintahkan tujuh ratus sisanya untuk melawan para Pahlawan lainnya yang melarikan diri ke barat.

“Aku harus bersiap untuk pertarungan terakhir kita, lho. Aku akan sibuk.”

Nomor dua hendak lepas landas dan meneruskan perintah ke rantai komando ketika Tgurneu menghentikannya. “Ups, tunggu. Kau dapat menyerahkan tugas utusan kepada iblis lain. Kau memiliki peran yang lebih penting.”

“…Y-ya, Komandan?” Nomor dua agak bingung.

Lambat dalam penyerapannya, seperti biasa, pikir Tgurneu. “Ada sesuatu yang jauh lebih penting daripada mempersiapkan pertarungan terakhir, bukan? Apakah kau tidak tahu apa itu?

Ketika Tgurneu memberikan perintah nomor dua, mulut iblis udara itu terbuka lebar. Tampaknya bingung, tidak dapat memahami maksud dari instruksi ini.

Ya ampun. Burung ini tidak ada harapan? pikir Tgurneu.



Tiga iblis sudah dekat di belakang mereka. Saat Fremy membidik, Adlet berbisik padanya, “Jangan tembak. Bom juga jangan. Suara itu akan menunjukkan lokasi kita.”

Dia menurunkan senapannya, dan ketika ada iblis yang menyerbu ke arahnya, dia malah menendang wajahnya. Itu terhantam ke belakang menuju area bilah pedang yang memotongnya menjadi pita.

“Jangan berteriak, Rolonia,” perintah Adlet. “Dan, Dozzu, kau juga jangan menyerang. Saat ini, rencananya adalah menghindari deteksi dan melarikan diri.”

Goldof menghindari mengeluarkan suara apa pun saat dia menghabisi kelompok pengejarnya. Fremy bahkan tidak melihat mayat-mayat itu, hanya fokus untuk melarikan diri.

Tidak lama setelah para Pahlawan meninggalkan Kuil Takdir, pasukan Tgurneu telah mengetahui kelompok mereka.

Mereka telah belajar banyak di kuil—bahwa senjata rahasia Tgurneu, Black Barrenbloom, akan menyerap kekuatan Lambang Enam Bunga. Dan Black Barrenbloom adalah Fremy sendiri.

Pada awalnya, mereka berpikir mereka bisa membatalkan kekuatan Barrenbloom jika Fremy bunuh diri, tapi ternyata itu tidak benar. Bahkan setelah kematian Fremy, Black Barrenbloom akan tetap mempertahankan fungsinya melalui cara yang tidak diketahui, atau begitulah dugaan Adlet, dan Nashetania telah mendengar cerita yang menguatkan dari para iblis. Fremy percaya itu benar.

Jadi pada akhirnya, hanya ada satu cara untuk menghentikan Black Barrenbloom: membunuh Tgurneu. Tidak ada pilihan lain. Mereka harus membunuh komandan iblis, atau pada akhirnya, Black Barrenbloom akan menyerap kekuatan semua Lambang. Semua Pahlawan kecuali Fremy akan dibunuh, meninggalkannya sendirian. Berapa banyak waktu yang tersisa bagi mereka? Lambang Adlet, Mora, Rolonia, dan yang lainnya bisa hilang kapan saja. Memikirkannya saja sudah membuat dada Fremy terasa terkoyak.

“…Seluruh pasukan musuh telah memasuki jangkauan kemampuan kewaskitaan-ku,” Mora mengumumkan. “Iblis yang tampaknya adalah Tgurneu berdiri sekitar satu mil di luar puncak gunung.”

Segera, Fremy berbalik ke arah lain, langsung ke Tgurneu.

"Berhenti! Fremy!” teriak Adlet. “Jangan terburu-buru. Kau tidak akan mengalahkan Tgurneu dengan serangan membabi-buta. Kita perlu terus berlari dan mengulur waktu untuk membuat rencana.”

Komentar singkatnya membuat Fremy kembali sadar. Tidak ada gunanya menyerang segera. Mereka bahkan tidak tahu apakah iblis yang ditemukan Mora sebenarnya adalah Tgurneu.

Di bawah bimbingan Mora, mereka terus melarikan diri dari kejaran para iblis. Rolonia tetap di samping Adlet, meletakkan tangannya pada luka-lukanya dan merawatnya saat mereka berlari.

“Tenang,” kata Adlet. “Aku akan menemukan cara untuk mengalahkan iblis itu. Pria terkuat di dunia tidak berbohong.”

“Tapi bisakah kau bertarung, Adlet?” tanya Dozzu.

Kembali ke kuil, Adlet dipukuli hingga babak belur. Goldof telah memberinya beberapa obat rahasia dari Piena, dan meminumnya adalah satu-satunya hal yang memungkinkannya untuk bergerak. Goldof telah memberitahunya bahwa meskipun obatnya tidak akan menyembuhkan lukanya, obat itu akan memungkinkan dia untuk terus bertarung tanpa rasa sakit atau efek apa pun dari lukanya, tapi tentu saja, obat itu akan memberikan tekanan yang ekstrim pada tubuhnya.

“Ya,” jawab Adlet. “Obat itu cukup ampuh. Aku ingin obat seperti ini ketika aku masih berlatih.”

“Efeknya hanya berlangsung dua atau tiga jam, dan kau harus ingat bahwa neraka akan menantimu setelahnya,” Nashetania memperingatkan.

Adlet tersenyum seolah mengatakan dia siap untuk itu. Hati Fremy sakit memikirkannya. Tapi dia tidak punya waktu untuk menyesal. Saat ini, dia hanya berpikir untuk menjatuhkan Tgurneu.

“Ngomong-ngomong, Dozzu, Nashetania—apakah kalian harus mengikuti kami?” Adlet bertanya pada mereka berdua selanjutnya.

"Apa maksudmu?" tanya Dozzu.

“Aku akan jujur. Kami berada di posisi yang buruk. Bukankah lebih baik kalian berdua membuat strategi sendiri daripada tetap bersama kami selamanya?”

Nashetania membalas, dengan sedikit marah, “Tolong jangan bertanya pertanyaan yang tidak berguna. Kami punya alasan sendiri untuk mengalahkan Tgurneu, dan itu tidak mungkin terjadi tanpa kerja sama kalian.”

“Aku hanya ingin melihat bagaimana jawabanmu. Jangan terlalu kesal,” kata Adlet.

"…Aku tidak kesal. Nyonya Mora, apakah kau memahami sedikit situasi musuh?" Nashetania bertanya pada Mora, yang berada di tengah kelompok mereka. Kewaskitaannya menutupi seluruh gunung. Mereka harus memahami terlebih dahulu apa yang terjadi dengan musuh, atau mereka tidak akan pernah bisa membuat rencana.

“Jumlah musuh kita sekitar tujuh ratus,” lapor Mora. Itu bukanlah angka yang bisa dikalahkan Pahlawan dalam pertarungan langsung. Bahkan jika masing-masing dari mereka bertarung sampai mati, mereka mungkin hanya bisa mengalahkan sekitar empat ratus iblis. “Sekitar setengah mil sebelah timur dari sini terdapat sekelompok sekitar seratus iblis. Di tengahnya ada iblis berbentuk serigala bertentakel. Ia memberikan perintah kepada bawahannya dalam kode, jadi aku tidak mengerti apa yang dikatakannya.”

Fremy telah bertemu dengan serigala tentakel berkali-kali. Ia selalu membencinya, sering kali memperlakukan dia dan keluarganya dengan hina. Meski tidak termasuk di antara para spesialis, ia adalah salah satu pemain yang paling mampu di antara para pemain Tgurneu.

“Menurutku itu pusat komando mereka,” kata Adlet.

“Enam ratus iblis yang tersisa telah berpisah menjadi sekitar lima puluh unit untuk mengejar kita,” lanjut Mora. “Satu unit datang langsung ke arah kita, sementara yang lain berputar ke kedua sisi untuk menangkap kita dalam serangan menjepit.”

Fremy bisa merasakan kehadiran mereka. Di sana-sini, dia bisa mendengar gemerisik pepohonan dan para iblis berseru.

“Empat belas iblis udara bolak-balik antara masing-masing unit dan iblis serigala. Mereka saling bertukar kode intelijen—kemungkinan besar berperan sebagai pembawa pesan dan pengintai.”

Melihat ke atas melalui pepohonan, Fremy dapat melihat bintang-bintang. Matanya tajam dalam kegelapan, dan di bawah sinar bulan, dia bisa dengan jelas melihat bentuk iblis di udara.

“Bagaimana dengan Hans dan Chamo?” tanya Adlet.

"Aku tidak tahu. Mereka tidak berada dalam jangkauan waskitaku. Aku juga tidak bisa menebak ke mana mereka pergi.”

Sekelompok iblis lain menyusul mereka, berteriak meminta bantuan. Nashetania dan Goldof, di barisan belakang, menghadapi serangan mereka.

Ini buruk, pikir Fremy. Semua iblis di sekitar akan mendatangi mereka pada saat yang bersamaan. Jika mereka berlama-lama, mereka akan dikepung.

“Mora, carilah tempat yang baris musuhnya tipis,” perintah Adlet. Dari jauh, Mora mengamati situasi di sekitar mereka lalu menunjuk ke selatan.

“Oke, kalau begitu kita akan pergi ke sana. Fremy, kau yang menangani pengalihannya.” Dia melemparkan beberapa bom asap ke sekeliling mereka ke segala arah. Bahkan jika iblis memiliki penglihatan malam yang baik, mereka tidak akan bisa menargetkan kelompok tersebut melalui asap di hutan yang gelap.



Fremy juga membuat sekelompok bom di tangannya dan melemparkannya sekuat tenaga ke utara, berlawanan dengan arah yang ditunjukkan Mora. Musuh mengira itu sebagai tanda bahwa kelompoknya akan menuju ke arah sana, dan suara langkah kaki mereka pun menghilang.

Berhati-hati untuk menjaga langkah mereka tetap tenang, kelompok itu terus melarikan diri di bawah bimbingan Mora.



“Sepertinya kita berhasil menghindari pengepungan,” kata Mora. Mereka menghabiskan lebih dari setengah jam hanya berlarian. “Kalau kita punya Chamo…budak-budak iblisnya bisa menangani barisan belakang dan pengalih perhatian.”

Pertarungan mereka di Kuil Takdir membawa satu hasil positif: Peluang Hans menjadi sang ketujuh telah meningkat secara dramatis. Mereka mengetahui bahwa dia memerintahkan iblis untuk membunuh Fremy, dan meskipun mereka tidak memiliki saksi atau bukti, Fremy sekarang percaya bahwa sang ketujuh pastilah Hans.

Tapi Chamo menolak menerima hal itu, dan dia serta Hans meninggalkan kelompok bersama. Sekarang mereka tidak tahu di mana pasangan itu berada atau apa yang sedang mereka lakukan.

“Tidak ada gunanya kesal pada orang yang tidak ada di sini,” kata Fremy.

“Tetap saja, bukankah kita harus mencoba bergabung dengan mereka?” Mora menyarankan.

“Itu akan beresiko. Chamo mempercayai Hans sepenuhnya. Jika kita bertemu lagi, kita hanya akan bertengkar lagi. Kita harus bertarung dengan sekutu yang kita miliki di sini.”

“Aku penasaran apakah Chamo baik-baik saja…”

“Bahkan Hans tidak bisa mengalahkannya semudah itu. Selain itu, kita tidak punya waktu untuk mengkhawatirkannya. Masalah kita adalah Tgurneu. Mora, apakah iblis serigala yang kau sebutkan tadi membawa buah ara?” Fremy bertanya.

Tgurneu adalah iblis tipe kontrol, artinya ia memiliki kemampuan unik. Tubuhnya sendiri berbentuk seperti buah ara besar, tapi jika iblis lain memakannya, Tgurneu bisa mengambil alih tubuh iblis itu dan mengendalikannya. Tidak ada gunanya mengalahkan iblis yang dikendalikan Tgurneu. Mereka harus menghancurkan tubuh aslinya, atau mereka tidak akan bisa menang.

“Aku tidak dapat menemukannya. Jika Tgurneu tersembunyi di dalam perut iblis, aku tidak akan bisa melihatnya, bahkan dengan kewaskitaanku.” Mora menggelengkan kepalanya.

Kemudian Adlet berkata, “Jika aku berada di posisi Tgurneu…Aku akan membuat iblis serigala menelan sebagian dari tubuhku sehingga aku bisa mengendalikannya, lalu menyerahkan buah ara itu kepada iblis lain. Lalu aku akan menyembunyikan tubuh asliku dan tidak mencolok. Itu akan sangat menyulitkan kita untuk menemukannya.”

Dozzu memotong di sana. “Tidak, itu tidak mungkin. Tubuh asli Tgurneu harus berada dalam jarak tujuh kaki dari iblis yang dikendalikannya. Kemampuan Tgurneu tidak efektif jika jarak musuh yang ditundukkan terlalu jauh. Dan Tgurneu hanya bisa mengendalikan satu iblis dalam satu waktu.”

"Apa kau yakin?" Adlet bertanya balik.

“Kemampuan Tgurneu untuk mengambil alih iblis lain sangat lemah—tidak sebanding dengan Archfiend Zophrair. Kekuatan tipe pengontrol sangat sulit diperoleh. Bahkan jika Tgurneu benar-benar mengembangkan kemampuannya selama ratusan tahun, kau tidak dapat mengharapkannya untuk berkembang pesat.”

“…Kami tidak punya pilihan selain mempercayaimu. Jadi itu meningkatkan kemungkinan iblis serigala memiliki tubuh utama Tgurneu…” Adlet meletakkan tangannya ke rahangnya dan berpikir.

“Aku yakin iblis serigala yang aku temukan memang membawa tubuh asli Tgurneu,” kata Mora. “Dia jelas memberi perintah kepada pasukan iblis secara keseluruhan. Kita tidak bisa membuang-buang waktu. Kita harus kembali dan mengalahkan iblis serigala itu.”

Tapi Adlet menggelengkan kepalanya. "Tidak. Itu pasti umpan yang berpura-pura menjadi Tgurneu. Tgurneu tidak akan berada di tempat yang begitu jelas.”

"Tetapi…"

“Aku yakin Tgurneu akan bersembunyi di suatu tempat yang aman, di suatu tempat yang tidak akan pernah menarik perhatian kita. Itu pasti yang akan aku lakukan di posisi itu.”

Tidak dapat melawannya, Mora terdiam. Fremy setuju dengan Adlet.

“J-jadi… bagaimana kita menemukan Tgurneu?” Rolonia bertanya, tapi tidak ada yang bisa menjawab. Fremy tidak punya rencana, dan mulut Adlet dan Dozzu tetap tertutup. Mora mungkin juga tidak punya cara untuk melakukannya, bahkan dengan kemampuannya.

Adlet bertanya kepada Dozzu, “Kalian berteman dekat dengan Tgurneu, dan kalian sudah saling kenal sejak lama, bukan? Apa kalian tidak punya petunjuk di mana tubuh aslinya berada?”

“…Sayangnya, aku tidak punya apa-apa.”

Tidak berguna pada saat yang paling penting, pikir Fremy ketika ketidakpercayaannya pada Dozzu meningkat. Ia bisa saja mengetahui dan menyembunyikannya. Dozzu dan Nashetania adalah musuh mereka, pada intinya, dan para Pahlawan bekerja dengan mereka hanya karena mereka memiliki musuh yang sama di Tgurneu. Kemungkinannya masih bagus bahwa Dozzu dan Tgurneu bekerja sama untuk menjebak para Pahlawan.

“A-apa yang harus kita lakukan, Addy? Fremy? Kita harus menemukan Tgurneu, atau kita tidak akan pernah menang.” Rolonia tidak membantu. Kelompok itu terdiam lagi. Kontrol Tgurneu lemah, tapi meski begitu, itu bisa menjadi alat yang ampuh tergantung bagaimana penggunaannya. Itu sangat efektif ketika Tgurneu menggunakannya untuk penyembunyian.

Fremy menatap ke langit melalui celah di puncak pohon. Seekor iblis udara dengan santai meluncur sepanjang malam. Ia tidak memperhatikan kelompok mereka dan hanya berputar-putar di udara.



“<Komandan Tgurneu.>”

Iblis yang berbicara dalam kode, spesialis nomor sebelas, berada di hutan jauh di selatan lokasi kelompok Adlet. Misinya adalah untuk melindungi Tgurneu, dan ia telah menyempurnakan kemampuannya demi hal itu. Bentuknya seekor kambing. “<Apakah iblis serigala berhasil menipu para Pahlawan?>” ia bertanya pada komandannya.

Tgurneu telah meninggalkan tubuh iblis serigala dan berpindah ke tubuh lain, setelah memerintahkan serigala untuk mengeluarkan perintah kepada tentara sebagai umpan bagi komandan. Hal ini membuat para Pahlawan Enam Bunga salah mengira posisi Tgurneu. Saat ini, iblis serigala berada di antara sekitar seratus iblis di pusat komando palsu, dengan putus asa mengarahkan pasukan. Tgurneu telah mengantisipasi bahwa Pahlawan akan mengincarnya sendirian, jadi selama mereka tidak mengetahui di mana Tgurneu berada, kemenangannya sudah pasti.

"Siapa tahu? Aku mungkin telah menipu mereka, atau mereka mungkin sudah mengetahuinya. Yah, itu tidak masalah,” renung Tgurneu acuh tak acuh. Ucapannya tidak dalam kode melainkan ucapan biasa, seandainya tidak ada risiko yang akan didengar para Pahlawan.

Nomor sebelas juga berhenti menggunakan kode. “Memang benar, Anda benar, Komandan. Bahkan jika mereka menemukan iblis serigala itu bukan Anda, tidak akan ada yang bisa mereka lakukan. Saya yakin Anda aman.”

"Itu benar. Ocehanmu menjengkelkan, jadi bisakah kau diam?” Bentak Tgurneu, terdengar kesal. Bingung, nomor sebelas dengan cepat menutup mulutnya. “Apakah nomor dua belum kembali? Apa yang sedang dilakukannya?” Tgurneu bergumam.

Pusat komando sebenarnya, tempat Tgurneu dan nomor sebelas berada, berjarak sekitar setengah mil dari pusat komando palsu. Tgurneu menjaga jarak yang tepat dari pusat komando palsu dan para Pahlawan, bergerak dengan tenang agar tidak menarik perhatian.

Saat itulah iblis udara menukik untuk memerintahkannya dalam kode. “<Pesan dari Komandan Tgurneu ke unit sebelas! Para Pahlawan bergerak lebih jauh ke barat! Lingkari ke depan untuk menemui mereka!>”

“<Roger. Laporkan kepada Komandan Tgurneu bahwa kita akan mengawasi para Pahlawan!>” jawab nomor sebelas, dan monster udara itu terbang kembali menuju pusat komando palsu.

Mayoritas dari tujuh ratus tentara Tgurneu tidak tahu di mana sebenarnya pemimpin mereka berada. Mereka percaya itu berada di dalam iblis serigala yang telah dikendalikan sebelumnya. Hanya segelintir iblis yang mengetahui lokasi sebenarnya: para penjaga di unit Tgurneu sendiri; ajudannya, spesialis nomor dua; serigala yang berpura-pura menjadi Tgurneu; dan beberapa iblis yang telah dipercayakan dengan peran pembawa pesan. Tgurneu percaya bahwa yang terbaik adalah mengetahui kebenaran sesedikit mungkin.

"…Komandan. Apakah Anda mengkhawatirkan sesuatu?”

Tgurneu mengawasi langit sepanjang waktu menunggu laporan nomor dua, dan nomor sebelas mengetahui perintah nomor dua.

“Bukankah aku baru saja mengatakan kau menggangguku?” tuntut Tgurneu, dan nomor sebelas kembali menutup mulutnya.

Tidak peduli apa yang dilakukan para Pahlawan Enam Bunga, Tgurneu pasti tidak akan mati. Nomor sebelas yakin sekali. Para iblis dari unit asli Tgurneu semuanya telah dilatih secara khusus untuk hari ini. Saat pertempuran terakhir tiba, mereka akan melindungi Tgurneu. Mereka telah mendedikasikan ratusan tahun hanya untuk tugas itu.

“Kita sudah melangkah terlalu jauh, Komandan,” kata nomor sebelas tepat ketika mereka hendak mendaki sebuah lereng.

“Ups.” Tgurneu terhenti. Dia hampir memasuki jangkauan kewaskitaan Mora. Nomor sebelas merasakan gelombang kecemasan. Ia tahu bahwa meskipun kewaskitaan Mora menguasai mereka, dia tidak akan bisa mendeteksi Tgurneu. Tapi tidak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi dalam pertempuran. Kekuatan Mora adalah satu-satunya hal yang harus mereka waspadai.

Tidak peduli dengan kekhawatiran nomor sebelas, Tgurneu menatap ke langit. Pikirannya sepertinya berada di tempat lain. “Ayo cepat, nomor dua. Aku menunggu laporanmu.”



Melalui serangkaian pengalihan perhatian dan pelarian yang berani, kelompok itu berlari kesana kemari. Hutan yang dalam membantu mereka menghindari mata iblis, tapi mereka semua mengerti bahwa mereka tidak akan mendapatkan apa-apa jika terus begini.

Pertama, Nashetania dan Goldof bertindak sebagai umpan untuk memimpin pengejaran ke arah selatan sementara sisanya melarikan diri ke arah berlawanan dan bersembunyi di lereng gunung.

Sekitar seribu kaki jauhnya, di seberang lembah, mereka melihat sekelompok sekitar seratus iblis sedang menyalakan api unggun, lalu berdiri bersama dalam satu rumpun. Kelompok tersebut memperhatikan mereka dengan seksama tetapi tidak melihat indikasi bahwa para iblis telah memperhatikan kelompok mereka.

Memutuskan bahwa kewaskitaan Mora bukanlah informasi yang cukup, Adlet menyarankan agar mereka melihat lebih langsung formasi pusat iblis. Meski sadar bahwa hal itu berbahaya, kelompok tersebut mendekat ke inti kekuatan musuh.

“Fremy, Dozzu, lihat dari dekat. Pasti ada petunjuknya di suatu tempat,” kata Adlet.

Fremy memfokuskan pandangannya dan mengamati pasukan. Iblis serigala berada di tengah-tengah mereka. Pertahanan di sekitarnya sangat ketat bahkan seekor semut pun tidak bisa mendekat, atau begitulah kelihatannya.

Iblis yang terbang turun satu demi satu untuk bertukar kata dengan iblis serigala sebelum segera terbang lagi. Serigala itu tampaknya memimpin pasukan, seperti yang dikatakan Mora.

“Halooooo! Selamat malam!” Tiba-tiba, iblis serigala memanggil mereka. Fremy terkejut, tapi mereka belum benar-benar ditemukan. “Selamat malam! Maukah kau keluar? Ada sesuatu yang ingin aku diskusikan dengan kalian berdua, para Pahlawan dan kau, Dozzu. Mengapa kalian berdua tidak bergabung denganku untuk sementara waktu untuk mengalahkan Cargikk? Halooooo! Bisakah kalian mendengarku?” seru iblis serigala, mengamati area tersebut. Meski suaranya asing, tingkah lakunya mirip dengan Tgurneu. Pidatonya tidak canggung seperti iblis lainnya.

Tapi Fremy berpikir, Ini bukan Tgurneu. Tidak ada arogansi yang muncul dari setiap ucapan Tgurneu yang tampaknya baik hati. Dia tidak merasakan ketidaknyamanan yang tidak dapat dijelaskan yang menyertai manipulasi main-mainnya. “Aku tahu dari nadanya—kesan yang bagus, tapi itu bukan Tgurneu,” katanya.

Adlet mengangguk. “…Jadi menurutmu begitu juga? Aku setuju. Aku tidak bisa mengatakan apa itu atau bagaimana, tapi…ada sesuatu yang berbeda.”

Tapi mereka tidak bisa memastikannya, jadi Fremy terus mengamatinya.

Ada banyak wajah yang familiar di antara lusinan iblis di samping serigala. Tgurneu mungkin ada di antara mereka, atau mungkin ada petunjuk yang akan mengarahkan mereka ke lokasi sebenarnya.

“Um… Addy, Dozzu? Aku hanya berpikir…,” kata Rolonia. “Apakah Tgurneu ada di sekitar sini? Tgurneu tahu selama dia masih hidup, kita semua akan mati karena Black Barrenbloom. Bukankah dia akan meninggalkan pasukannya dan langsung berlari ke arah lain?” Adlet meringis. Jadi dia juga memikirkan hal itu.

“Itu berarti ini bukan waktunya untuk mengkhawatirkan pasukannya. Jika Tgurneu sedang melarikan diri, kita harus pergi dari sini dan mengejarnya. Jika kita menunggu, kita akan kehilangan petunjuk apa pun yang dapat membantu kita menemukannya.”

"Tidak. Dia ada disini. Tgurneu pasti akan mengambil alih komando tentara di sini,” kata Dozzu tegas. “Tgurneu…tidak mempercayai satu pun anggota pasukan ini. Bahkan orang nomor dua, ajudannya, atau iblis bersayap tiga yang menjadi tubuhnya selama bertahun-tahun tidak diberi kepercayaan penuh.”

“Aku tahu itu,” kata Fremy. “Bagaimana dengan itu?”

“Karena aku dan Cargikk, Tgurneu selalu takut akan pengkhianatan. Dia takut ada petugas yang menjadi rekanku, atau aku akan meyakinkan mereka untuk berubah menjadi pengkhianat, atau mereka akan meninggalkannya demi Cargikk. Tgurneu tidak bisa meninggalkan pasukan ini. Dia tidak bisa memiliki ketenangan pikiran tanpa terus mengawasinya,” lanjut Dozzu. “Tgurneu juga telah membersihkan semua iblis berbakat dari kekuatan ini. Setiap iblis yang mampu memimpin kelompok besar dan mengambil alih komando, yang dapat berpikir sendiri dan membuat penilaian sendiri, akan mengkhianati Tgurneu demi aku atau Cargikk atau dibawa keluar sebelum mereka bisa melakukannya.

“Bahkan jika Tgurneu ingin menyerahkan komando kepada iblis lain, tidak ada satupun yang bisa melakukannya.”

“Bodoh sekali,” gumam Fremy.

“…Tepat sekali. Tgurneu sungguh bodoh.”

“Kalau begitu dia pasti dekat,” kata Adlet. “Artinya…kita punya peluang untuk memenangkan ini. Fremy, lihat lebih dekat iblis-iblis itu.”

Lusinan kawanan itu familiar baginya, dan mata Fremy tertuju pada salah satu kawanannya, seekor ulat iblis. Itu terkenal di dalam faksi Tgurneu. Spesialis nomor tujuh belas, dengan kemampuan regeneratif untuk menyembuhkan luka iblis mana pun. Dia belum pernah melihatnya secara langsung sebelumnya; dia mengira Tgurneu menyimpannya. Tgurneu akhirnya memutuskan untuk mengirimkannya ke lapangan.

“Iblis yang menyembuhkan, ya… tidak ada yang lain?” tanya Adlet. Fremy mencari iblis lain yang menarik perhatiannya, tapi tentu saja, dia tidak mengetahui setiap kemampuan setiap iblis.

Saat itulah matanya berhenti pada salah satu di pinggiran pasukan kecil, seekor macan tutul iblis yang ramping dan tampak lentur menyelinap ke sana kemari dengan anggun seperti kucing. Entah kenapa, dia tidak bisa melupakannya. Ada iblis lain yang dia kenal, tapi iblis macan tutul ini adalah satu-satunya yang tidak bisa dia alihkan pandangannya. Dia mencoba mengingat kapan dia pernah melihatnya sebelumnya, tetapi jawabannya menolak datang.

“…Mereka sedang membicarakan sesuatu,” gumam Adlet. Melihat ke atas, Fremy melihat seekor landak merah, panjangnya sekitar dua puluh inci, di samping iblis serigala. Dia belum pernah melihat yang ini sebelumnya. Serigala mendiskusikan sesuatu dengan landak, lalu memberikan instruksi kepada iblis yang terbang di angkasa. Mereka tidak dapat mendengar apa yang mereka katakan.

Fremy memperhatikan landak itu sebentar. Sebelum iblis serigala memberikan arahan kepada bawahan mana pun, ia akan selalu berbicara dengan landak itu. Sebuah pola yang aneh, jika Tgurneu sedang mengendalikan iblis serigala. Tgurneu hampir tidak pernah menanyakan pendapat bawahannya.

Dengan pelan, Dozzu bergumam, “Itu…nomor dua puluh empat.”

Saat itu, salah satu iblis terbang melihat kelompok mereka. Tepat seperti yang Fremy sadari, pekikannya membuat kekuatan di sekitar iblis serigala itu berdiri.

"Lari!" Adlet berteriak, dan mereka semua berlari cepat. Fremy melemparkan semua bom yang dimilikinya ke arah iblis, sementara petir Dozzu dan bom asap Adlet menahan pengejaran.

"Kalian mengagetkanku. Kenapa kalian tidak memberitahuku bahwa kalian ada di dekat sini? Apakah kalian datang untuk berbicara denganku?” iblis serigala memanggil dengan lesu. Tapi mereka mengabaikannya dan lari. Fremy mengambil peran sebagai barisan belakang, menembakkan senapannya dan menerbangkan bom.

“Heeeey! Bagaimana dengan salammu? Itu adalah langkah pertama menuju kehidupan yang cerah!”

Sambil menjaga jarak dari pengejarnya, Fremy mencari iblis macan tutul yang masih ada dalam pikirannya. Saat itulah dia melihat iblis berkerumun di sekitarnya, seolah menghalangi garis tembakan Fremy untuk melindunginya dari pelurunya.

"…Siapa itu?" Iblis macan tutul tidak hanya tidak melakukan pengejaran, yang lain juga menjaganya. Fremy yakin itu ada maksud tertentu.



Sekitar sepuluh menit kemudian, berkat upaya Fremy untuk menghalangi musuh, mereka berhasil melarikan diri dari iblis yang terus-menerus berusaha mengepung mereka. Sekarang, mereka sedang beristirahat. Mereka juga berhasil bergabung dengan Nashetania dan Goldof, yang tidak lagi bertindak sebagai pengalih perhatian.

“…Kita lepas dari pengejaran. Sepertinya kita punya waktu luang untuk berdiskusi,” kata Mora.

Hal pertama yang dilakukan Adlet adalah menyapa Dozzu. “Kau mengatakan sesuatu, bukan? Tentang angka dua puluh empat atau semacamnya?”

“Ya biar aku jelaskan lebih detail. Beberapa rekanku yang menyusup ke faksi Tgurneu menyelidiki kemampuan spesialis Tgurneu untukku. Aku cukup yakin iblis landak merah yang sedang berbicara dengan iblis serigala adalah spesialis nomor dua puluh empat.” Fremy belum pernah melihat atau mendengarnya sebelumnya.

“Apa kemampuannya?” tanya Adlet.

“Nomor dua puluh empat adalah sepasang iblis yang bekerja sebagai satu kesatuan. Mereka awalnya adalah dua makhluk yang berbeda, namun mereka menyatu untuk mendapatkan kemampuan baru.

“Bahkan jika dipisahkan, angka dua puluh empat bisa berbagi ilmu dan sensasi. Apa pun yang didengar dan dilihat oleh salah satu dari mereka, akan dikomunikasikan kepada yang lain secara instan.”

"Hah…? Apa manfaatnya?” Rolonia memiringkan kepalanya.

“Apakah kau tidak melihatnya? Itu adalah kemampuan yang sangat kuat. Dengan menggunakan iblis ini, kau dapat mengkomunikasikan informasi tanpa suar atau pengirim pesan. Seketika,” kata Adlet.

Penjelasannya cukup bagi Rolonia untuk menyadari pentingnya hal itu.

“Kemampuan nomor dua puluh empat memiliki jangkauan sekitar enam mil. Jika pasangannya berjauhan, mereka tidak bisa lagi bertukar informasi. Hanya itu yang aku tahu tentangnya,” kata Dozzu melengkapi penjelasannya.

Fremy menambahkan, “Iblis serigala berbicara dengan nomor dua puluh empat berulang kali.”

Adlet adalah orang berikutnya yang berbicara. “Aku pikir itu juga aneh. Seperti serigala yang sedang mencari petunjuk pada landak.”

“Jadi dengan kata lain, salah satu dari angka dua puluh empat itu memiliki tubuh asli Tgurneu?” usul Rolonia.

Tapi Adlet menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku meragukannya. Tgurneu tidak mengendalikan nomor dua puluh empat atau iblis serigala. Ia menggunakan iblis serigala sebagai umpan sementara Tgurneu yang asli bersembunyi dan memberikan instruksi melalui nomor dua puluh empat.”

“Aku yakin itu asumsi yang masuk akal,” kata Dozzu.

“Aku tidak punya bukti, tapi kita punya cukup bukti untuk mengatakan bahwa iblis serigala itu bukanlah Tgurneu. Selanjutnya, menurutku kita harus membentuk strategi berdasarkan asumsi tersebut.” Tidak ada keberatan terhadap usulan Adlet.

Fremy juga tidak membantahnya. Dia menyimpulkan dari nada suaranya bahwa serigala itu bukanlah Tgurneu sejak awal.

“Sepertinya nomor dua puluh empat akan menjadi petunjuk penting dalam pencarian kita untuk Tgurneu,” lanjut Adlet. “Kau bilang ada dua. Jadi apakah keduanya terlihat sama?”

Dozzu menjawab, “Keduanya tipe landak, tapi warnanya berbeda.

Yang satu berwarna merah, sedangkan yang lainnya berwarna biru. Yang kita lihat di sana adalah yang merah.”

“Berarti yang ada Tgurneu itu nomor dua puluh empat yang biru, Hah? Jadi jika kita bisa menemukannya, itu berarti Tgurneu ada di dekatnya, kan?” Adlet mengemukakan.

Fremy menggelengkan kepalanya. “Akan sulit menemukannya. Ada iblis yang bertransformasi yang dapat mengubah tubuh iblis lainnya. Aku sendiri pernah menggunakannya untuk menyelinap ke alam manusia.”

"Apa maksudmu?"

“Bahkan jika nomor dua puluh empat yang biru ada pada Tgurneu, itu belum tentu landak. Iblis yang bertransformasi mungkin telah mengubah penampilannya. Tidak— Ini Tgurneu, dan Tgurneu berhati-hati. Peluangnya sangat tinggi.”

"Dengan kata lain…"

“Akan sangat sulit untuk memilih nomor dua puluh empat lainnya dari tujuh ratus iblis.”

Adlet menggertakkan giginya. Mereka hanya mempunyai sedikit informasi untuk mengetahui lokasi Tgurneu.

Kemudian Mora memperingatkan mereka bahwa musuh kembali menyerang mereka, dan pengejaran pun dimulai lagi.

 

Rombongan itu berlari ke seluruh hutan, terlibat dengan unit iblis dan mundur, terlibat, dan mundur berulang kali. Tgurneu bisa saja bersembunyi di antara tiga belas unit mana pun, jadi mereka terus bertarung untuk mencari petunjuk.

“Di mana pun Tgurneu bersembunyi, kita pasti bisa menemukan petunjuknya,” kata Adlet. “Jika kita mendekat, para iblis pasti akan melakukan sesuatu untuk melindungi pemimpin mereka. Dan jumlahnya ada tujuh ratus. Tidak peduli seberapa keras Tgurneu berusaha bersembunyi, salah satunya pasti akan memberikan sesuatu. Jangan mengabaikan apa pun.”

Saat mereka bertarung, Fremy memusatkan perhatian pada perilaku musuh. Apakah ada iblis yang melindunginya secara khusus? Apakah ada di antara mereka yang bertingkah aneh dan mencoba melarikan diri? Namun pengamatannya tidak menghasilkan apa-apa.

Lambat laun, Adlet pun mulai menunjukkan tanda-tanda ketidaksabaran. “Tidak ada gunanya… Tgurneu belum memberi tahu bawahannya di mana sebenarnya itu berada. Mayoritas percaya bahwa iblis serigala adalah Tgurneu.”

“Kedengarannya benar,” kata Dozzu. “Tgurneu tidak mempercayai bawahan mana pun dan hanya akan berbagi informasi penting dengan segelintir iblis saja.”

“Jalan buntu ya…? Tapi Tgurneu harusnya berada di dekatnya. Fremy, bisakah kau mengingat sesuatu? Tidak peduli seberapa kecilnya. Apa pun yang kau lihat atau dengar saat kau bersama faksi Tgurneu. Kita hanya tidak memiliki informasi yang cukup saat ini.”

Meminta itu tidak akan membantu, pikir Fremy. Adlet menjadi sangat cemas, dan permintaan samar seperti itu tidak akan membuatnya mengingat apa pun.

Jika ada sesuatu yang mengganggunya, itu adalah iblis macan tutul. Cara iblis lain melindunginya sungguh tidak wajar. Sesuatu sedang terjadi di sana.

Saat itulah dia teringat ketika dia pernah melihat iblis macan tutul itu sebelumnya.

Itu terjadi setahun setelah Fremy menjadi Saint of Gunpowder, saat dia percaya penghinaan terhadap keluarganya akan berhenti jika dia menjadi iblis yang kuat dan penuh kekuatan. Ia yakin mereka bisa hidup tanpa mengalami diskriminasi.

Namun bahkan setelah dia memperoleh kekuatan seorang Saint, komentar-komentar yang menghinanya tidak mereda. Faktanya, iblis lainnya berasumsi bahwa mereka membesarkan seorang pengkhianat, dan serangannya menjadi lebih buruk.

Suatu malam, Fremy sedang jauh dari keluarganya, berjalan sendirian melewati Hutan Potong Jari, membawa senapan di tangan dan banyak bom tergantung di ikat pinggangnya. Dia akan menyerang iblis yang bertengger di tepi hutan. Karena tidak mampu lagi menahan kekerasan dan kebencian, dia siap mati dan membawa mereka bersamanya, jika perlu.

Iblis macan tutul itu termasuk di antara dua puluh iblis di sana.

Dengan suara gemuruh, Fremy menyerang para iblis, melemparkan bomnya ke segala arah. Sekitar setengahnya menyerangnya, sementara sisanya melarikan diri secepat mungkin. Iblis macan tutul termasuk di antara yang terakhir, berlari lebih cepat daripada iblis mana pun yang pernah dilihat Fremy sebelumnya. Dia mengincar iblis macan tutul yang melarikan diri ketika monster itu menghilang begitu saja.

Dia begitu sibuk saat itu, dia tidak memedulikannya sama sekali. Dia juga belum mengetahui tentang kemampuan sembunyi-sembunyi itu, dan percaya bahwa hilangnya kemampuan itu hanyalah tipuan cahaya.

Iblis lain kemudian menguasainya, menahannya, dan membalas dengan kekuatan penuh. Dia berhasil bertahan hidup, namun bekas lukanya tetap ada.



Fremy mengerti mengapa iblis macan tutul itu menarik perhatiannya—hal itu mengingatkannya pada saat dia membiarkannya melarikan diri. Fremy ragu itu bisa menjadi petunjuk, tapi dia tetap memberitahu mereka. Dia cepat dan memiliki kemampuan sembunyi-sembunyi, tapi sepertinya informasi itu tidak cukup berguna.

Dozzu jelas kecewa; yang lain mencoba memikirkan hal lain yang bisa menjadi petunjuk.

Kecuali Adlet. "…Aku memahaminya." Dia satu-satunya yang tersenyum.

“Para iblis akan mendekati area ini—dengan segera. Kita harus pindah,” lapor Mora. Mereka semua bergerak melalui hutan mengejarnya.

Lokasi Tgurneu berada sekitar satu mil di sebelah selatan pesta Adlet. Nomor sebelas menemani sang komandan, tidak meninggalkan sisinya sedikitpun.

Dengan tangan bersilang, Tgurneu mendengarkan laporan dari spesialis nomor dua puluh empat. Ia memiliki kemampuan untuk berbagi pengetahuan dan sensasi dengan separuh lainnya dari jarak jauh. Biasanya, ia berbentuk landak biru, tapi saat ini, iblis yang bertransformasi telah mengubahnya menjadi kera besar.

“<Apa yang kau lakukan? Kau membiarkan mereka sedekat itu, dan kau bilang kau membiarkan mereka kabur juga?>” Nomor sebelas terang-terangan marah mendengar berita itu.

“<I-itu bukan salahku, nomor sebelas… Pasukan kita terlalu sedikit untuk mengejar mereka.>” Nomor dua puluh empat mengulangi kata-kata Tgurneu palsu kata demi kata. Nomor dua puluh empat lainnya akan melakukan hal yang sama pada pusat komando yang palsu, memungkinkan unit Tgurneu dan iblis serigala untuk berkomunikasi seolah-olah mereka sedang berdampingan.

Semua intelijen dari unit tentara yang tersebar dikonsolidasikan di lokasi iblis serigala, dan iblis serigala akan segera menyampaikan informasi ini kepada Tgurneu melalui nomor dua puluh empat. Tgurneu akan memberikan instruksi kepada serigala, dan serigala akan meneruskan perintah tersebut. Beginilah cara Tgurneu memimpin pasukannya yang berjumlah tujuh ratus orang.

“<Yah, itu tidak masalah,>” Tgurneu menyela dari samping mereka. “<Kau baik-baik saja. Yang perlu kau lakukan hanyalah berpura-pura menjadi aku. Aku tidak percaya orang sepertimu bisa mengalahkan para Pahlawan.>”

“<Ya, Komandan, terima kasih banyak,>” nomor dua puluh empat mengutip kata-kata iblis serigala kepada Tgurneu.

“<Aku tidak tahu apa yang sangat kau syukuri,>” Tgurneu meludah dengan dingin. “<Jadi, apakah para Pahlawan telah mempelajari sesuatu, seperti bagaimana kau sebenarnya bukan aku atau bagaimana nomor dua puluh empat menghubungkan kita?>”

“<Mustahil. Yang mereka lakukan hanyalah mengawasi kami dari jauh. Mereka tidak mungkin mengetahui apa yang terjadi di dalam pasukan kita.>”

Setelah mendengar penilaian dari iblis serigala, Tgurneu berpikir sejenak. “<Aku tidak begitu yakin tentang itu. Ya, terserah. Lebih penting lagi, kau tidak lupa perintah untukmu, bukan?>”

“<T-tidak sama sekali! Tentu saja, perintahmu tidak pernah terlewatkan dalam pikiranku!>”

“<Tidak ada gunanya bagiku jika yang kau lakukan hanyalah mengingatnya. Apakah kau sudah meminta pion untuk melaksanakan rencana tersebut?>”

“<Tentu saja! Aku sudah mengingatkan semua iblis berkali-kali untuk sama sekali tidak membunuh Fremy atau Adlet—agar mereka bisa “melukai mereka tapi tidak menghabisinya.>”

“<Bagus. Apa pun yang terjadi, jangan bunuh mereka. Bahkan jika mereka akan membunuhmu, meskipun mereka mendekati posisiku, kau tidak boleh membunuh keduanya. Apakah kau mengerti?>”

Mendengarkan percakapan antara Tgurneu dan iblis serigala, nomor sebelas merasakan ada yang tidak beres.

Tentu saja Tgurneu akan memerintahkan mereka untuk tidak membunuh Fremy atau Adlet. Adlet adalah sang ketujuh, dan Fremy adalah Black Barrenbloom, landasan rencana Tgurneu. Nomor sebelas dan iblis serigala telah diberitahu banyak hal dalam perjalanan ke kuil. Tgurneu juga sempat menjelaskan tentang kemampuannya memanipulasi cinta dan kekuatan Black Barrenbloom.

Tapi sepertinya Tgurneu terlalu terpaku pada keduanya. Sepertinya hal itu tidak diperlukan untuk kemenangan dan lebih seperti Tgurneu mempunyai tujuan lain dalam pikirannya. Selain itu, Tgurneu telah bertingkah aneh selama beberapa waktu sekarang. Hal itu terus-menerus hilang dalam pikiran, seolah-olah membunuh para Pahlawan adalah tujuan kedua. Dan ketika Tgurneu memberi perintah kepada iblis serigala, ia melakukannya dengan sedikit antusiasme.

“<Jika kau membunuh Fremy atau Adlet, kalian semua akan menanggung akibatnya. Aku akan memerintahkan seluruh pasukanku untuk bunuh diri di sini, termasuk kau. Musuh sebanyak apa pun bisa menggantikan kalian semua, tapi Fremy dan Adlet tidak tergantikan. Pastikan kau memahaminya dengan sempurna.>”

Mengapa harus bertindak ekstrem seperti itu? bertanya-tanya nomor sebelas. Tapi Tgurneu membenci pertanyaan yang tidak perlu, jadi, karena tidak mampu menyuarakan rasa penasarannya, nomor sebelas tetap diam di sisi Tgurneu.



Kelompok Pahlawan berlari lebih jauh ke barat untuk mengusir pasukan, dan di dalam hutan, mereka menemukan gubuk batu yang tertutup lumut dan jalur air yang membentang dari puncak gunung hingga ke kaki gunung. Struktur ini tidak dibangun oleh iblis atau bahkan oleh manusia yang dibawa Tgurneu. Ini adalah reruntuhan kuno dari zaman sebelum adanya Majin.

Sebelum kedatangan Majin, manusia pernah tinggal di negeri ini. Dikatakan bahwa ketika Saint of the Single Flower mengejar Majin hingga ke semenanjung ini, sebagian besar manusia di sana telah mati karena racun tersebut, sementara yang selamat telah melarikan diri ke benua tersebut.

Reruntuhan yang tersisa sebagian besar telah dihancurkan oleh para iblis, tetapi beberapa sisa dari zaman kuno masih berdiri di beberapa tempat di Negeri Raungan Iblis.

Setelah seluruh kelompok berkumpul di bawah naungan sebuah gubuk, Adlet diam-diam mulai berbicara. Mereka mendekatkan kepala mereka. “…Tidak ada tanda-tanda musuh di sekitar, Mora? Jika mereka mendengar apa yang akan aku katakan, semuanya sudah berakhir.”

"Ya, benar. Apa gagasanmu ini?”

“Fremy, ceritakan sedikit lagi tentang iblis macan tutul yang kau sebutkan tadi,” Adlet meminta.

Agak bingung, Fremy menceritakannya sekali lagi: Meskipun dia hanya melihatnya sekali, iblis macan tutul itu memiliki kemampuan sembunyi-sembunyi, dan kecepatannya tinggi.

“Hei, pernahkah kau memberi tahu siapa pun bahwa kau mengetahui kemampuan iblis macan tutul?” Adlet bertanya.

"Tentu saja tidak. Aku tidak memikirkan apa pun sampai aku melihatnya lagi sekarang.”

  “Apakah menurutmu iblis macan tutul itu tahu bahwa kau sudah mengetahuinya?”

"Aku meragukan itu. Pertarungannya benar-benar kacau, dan iblis macan tutul itu segera lari.” Fremy tidak tahu apa maksud Adlet.

Namun, Nashetania sepertinya punya ide. "Jadi begitu. Kemampuan stealthnya sangat ideal untuk berlari dan bersembunyi dari musuh. Dengan kata lain, Tgurneu ada di dalam iblis itu atau berencana menggunakannya sebagai tubuhnya. Itu maksudmu kan, Adlet?”

"Tidak."

Mora yang berikutnya berbicara. “Jadi, apa iblis macan tutul itu? Yang lain melindunginya. Fremy melihatnya, dan aku juga. Ia tidak berpartisipasi dalam pertempuran, dan iblis lain mengorbankan dirinya untuk mempertahankannya dari tembakan Fremy. Iblis macan tutul itu pasti memainkan peran penting.”

"Itu benar. Iblis macan tutul itu penting,” kata Adlet sambil mengamati langit. Setelah dia yakin tidak ada iblis yang melihat, dia melanjutkan. “Pertama, mari kita tegaskan asumsi kita. Tgurneu memimpin seluruh pasukan melalui iblis serigala—Tgurneu palsu. Dan nomor dua puluh empat menghubungkan Tgurneu dan iblis serigala. Tgurneu sendiri tersembunyi di sekitar sini, dalam radius enam mil. Aku pikir itu sudah benar.”

“Benar,” kata Fremy.

Adlet melanjutkan. “Bagaimana jika kita membunuh salah satu dari dua puluh empat orang itu? Tgurneu akan mendapat masalah. Ia tidak akan bisa memberi perintah kepada tentara. Jadi apa yang akan dilakukan Tgurneu? Dan apa yang akan dilakukan Tgurneu palsu?”

“…Menurutku serigala akan memerintahkan penerbang untuk pergi ke Tgurneu dan meminta instruksi dan kemudian kembali ke iblis serigala. Meskipun aku tidak yakin,” kata Rolonia.

Adlet mengangguk. “Dan jika iblis di udara sudah mati, lalu apa yang akan dilakukannya?”

Saat itulah Fremy mengetahui apa yang ingin dikatakan Adlet. “Mereka tidak punya pilihan selain mengirim utusan ke tingkat yang lebih rendah—berjalan kaki.”

“Dan siapa yang akan digunakan oleh iblis serigala sebagai pembawa pesan?”

Yang lain mengerti. Mora menepuk lututnya. Mata Dozzu membelalak, lalu iblis itu mulai berpikir. Nashetania menatap Adlet, terkesan. Bahkan Goldof yang pendiam sepertinya telah memahami pesannya—walaupun ekspresinya tidak berubah sama sekali.

“Um…kurasa…si macan tutul…lalu? Um, maaf kalau salah,” kata Rolonia.

Informasi Fremy memberi tahu mereka bahwa iblis macan tutul itu sempurna dalam segala hal untuk menyampaikan pesan. Itu cepat, dan memiliki kemampuan sembunyi-sembunyi yang langka untuk menghindari mata para Pahlawan. Mereka akan kesulitan menemukan iblis lain yang lebih cocok untuk pekerjaan itu.

“Iblis macan tutul akan membawa kita ke Tgurneu,” kata Adlet.

Saat iblis mirip kelelawar menukik turun dari langit, iblis serigala menyaksikannya dengan tenang dari tengah lingkaran yang terdiri dari seratus iblis.

Meniru Tgurneu ternyata lebih menantang dari yang diperkirakan. Tgurneu selalu bersikap tenang kepada orang-orang di sekitarnya, berbicara dengan santai dan tidak peduli—Bahkan menceritakan lelucon yang mirip manusia dari waktu ke waktu. Meniru intonasinya saja sudah cukup menegangkan, belum lagi memikirkan hal-hal yang akan dikatakan Tgurneu. “<Komandan Tgurneu, para Pahlawan telah ditemukan di gubuk dekat jalur air!>” si iblis kelelawar turun untuk berkata.

Segera, iblis serigala menjawab, “<Salammu?>”

“<Saya minta maaf. Malam ini sudah cukup larut, tapi apakah Anda baik-baik saja?>”

“<Seperti yang kau lihat, aku merasa luar biasa. Para Pahlawan berjalan dengan mantap menuju kehancuran mereka. Lanjutkan pengejaran dan lingkari mereka seperti sebelumnya. Mereka akan segera kelelahan.>” Kedengarannya seperti Tgurneu, tentu saja, pikir si iblis serigala, puas dengan aktingnya sendiri.

“<Tapi mereka semua berkumpul di satu tempat, dan mereka mungkin sedang merencanakan sesuatu. Kami yakin mereka sedang menyusun rencana untuk mengincarmu, Komandan Tgurneu.>” Iblis serigala itu berpura-pura mempertimbangkan. “<Itu bukan masalah. Lanjutkan pengejaran dengan unit satu dan tiga memimpin. Namun, berhati-hatilah terhadap Mora. Kewaskitaannya adalah satu-satunya hal yang akan sedikit mengganggu.>” Iblis serigala menirukan apa yang Tgurneu katakan kepada iblis kelelawar kata demi kata, dan iblis kelelawar pun terbang menjauh. Serigala merasa lega karena berhasil menghindari mengekspos dirinya sendiri.

Sebelumnya, ketika para Pahlawan menyerang, ia mengira intinya akan meledak ketakutan. Prospek yang paling menakutkan adalah jika orang nomor merah dua puluh empat itu terbunuh. Jika itu terjadi, komunikasi dengan Tgurneu akan terputus.

Kalau begitu, iblis serigala tidak punya pilihan selain mengirim spesialis nomor dua terbang ke Tgurneu untuk mencari instruksi. Lalu, jika si nomor dua tidak kembali dan tidak ada satu pun monster udara yang tersedia, maka ia tidak punya pilihan selain mengirim monster macan tutul itu berlari ke Tgurneu. Macan tutul juga sadar bahwa iblis serigala itu bukanlah Tgurneu.

“<Di mana Komandan Tgurneu?>” iblis macan tutul menanyakan nomor dua puluh empat yang merah, menggunakan kode khusus yang hanya diketahui oleh beberapa iblis tertentu untuk mencegah yang lain menemukan identitas serigala yang sebenarnya.

“<Dua setengah mil ke selatan, dekat jalur air sekitar satu mil di sebelah timur reruntuhan kuno. Tgurneu bilang mereka akan tetap di sana untuk sementara waktu.>”

Iblis macan tutul mengangguk dan memberi tahu iblis serigala, “<Kau harus tahu bahwa kecuali dalam keadaan ekstrem, kau tidak boleh mengirimku ke mana pun. Komandan Tgurneu telah memerintahkan agar kita tidak memberi mereka petunjuk sekecil apa pun yang akan mengarahkan mereka ke pusat komando sebenarnya.>”

Iblis serigala mengerti. Tgurneu sangat menakutkan. Setiap iblis yang bertindak bertentangan dengan keinginannya, tidak peduli seberapa berdedikasinya mereka, akan dieksekusi. Tapi yang paling ditakuti semua iblis, bahkan lebih dari kematian, adalah dianggap tidak berguna dan dibuang.

Seorang utusan terbang menuju iblis serigala untuk memberi tahu mereka bahwa dia telah kehilangan pandangan sepenuhnya terhadap para Pahlawan.



Dengan puncak pohon di atas mereka, kelompok itu berlari keluar lembah, bersembunyi dari pandangan para iblis di udara. Tak lama kemudian, area di sekitar mereka menjadi bersih, dan Mora mengatakan mereka tidak perlu khawatir akan diserang untuk sementara waktu.

Adlet memelototi peta itu, dengan batu ringan di tangannya. Peta ini adalah peta yang diberikan Nashetania kepadanya dengan geografi Negeri Raungan Iblis yang dijelaskan dengan lebih rinci. Saat dia memeriksanya, dia menanyakan pertanyaan demi pertanyaan kepada sekutunya untuk membantunya menyusun skema berdasarkan kemampuan anggota kelompoknya.

“Apakah rencananya sudah selesai, Adlet?” tanya Mora.

Adlet menunjuk ke suatu titik di peta dan berkata, “Ya, semuanya bersatu. Kita akan melakukannya di sini. Kita akan berjalan berkeliling sehingga mereka tidak tahu bahwa itu adalah tujuan kita. Kita akan membuatnya seolah-olah kita baru saja tersesat dan tiba di sana secara tidak sengaja. Dalam perjalanan, kita akan mengerjakan detailnya.” Dia melanjutkan, “Oke, mari kita tentukan tujuannya: Kita harus memutuskan kontak antara iblis serigala dan Tgurneu. Macan tutul tidak akan menyampaikan pesan apa pun selama ada alat komunikasi lain, jadi kita harus membunuh nomor dua puluh empat yang merah dan semua penerbang yang menghalangi kita juga. Aku serahkan itu padamu, Fremy.”

Fremy mengangguk. Dari bayangan pepohonan, dia memeriksa jumlah iblis di atas. Totalnya ada empat belas, dan tidak ada yang dibuat untuk bertarung. Akan mudah untuk menembak jatuh mereka. "Dipahami. Tapi menurutku membunuh mereka semua adalah ide yang buruk.”

"Mengapa?"

“Musuh dimobilisasi dalam unit-unit kecil, dan musuh-musuh udara mengirimkan perintah dari Tgurneu ke masing-masing unit. Jika semua musuh di udara tumbang, Tgurneu akan kesulitan mengatur pasukannya. Mereka mungkin memusatkan kekuatannya dan mundur.”

“Aku mengerti…,” renung Adlet.

“Aku akan membiarkan satu atau dua monster udara tetap hidup, dan saat aku membunuh si nomor dua puluh empat yang merah, aku akan membunuh sisanya. Itu akan memungkinkan kita untuk memecah jalur kontak tanpa membiarkan Tgurneu melarikan diri.”

"Bisakah kau melakukan itu?"

Fremy mengangguk dengan tegas. "Aku punya ide. Serahkan padaku."

Selanjutnya, Adlet melihat ke arah Dozzu dan berkata, “Lanjutkan. Begitu iblis macan tutul itu lari ke Tgurneu, kita harus melacaknya. Jika Tgurneu berada dalam jangkauan kewaskitaan Mora, itu tidak masalah, tapi Tgurneu mungkin akan tetap berada di luar jangkauan. Itu akan membuatnya waspada.”

“Jadi, aku mengejarnya?” tanya Dozu.

“Kau adalah pelari tercepat di antara kami, dan karena kau masih kecil, kau cocok untuk membuntuti seseorang. Ikuti iblis macan tutul dari jarak yang cukup jauh. Bisakah kau melakukan itu?"

Dozzu menjawab, “Aku harus mengatakan itu akan sulit. Aku tidak tahu seberapa cepat iblis macan tutul itu bisa berlari. Dan juga, meski aku tahu cara melihat kemampuan sembunyi-sembunyinya, itu masih menjadi kekhawatiran.”

"Jangan khawatir. Aku punya ide." Adlet mengeluarkan permata ringan. Itu adalah yang terkecil yang dimilikinya, kurang dari setengah ukuran kuku kelingkingnya.

Selanjutnya, dia membuka kotak besinya dan mengeluarkan sebuah botol kecil. Dia mencampurkan cairan di dalamnya dengan sedikit tanah dan menguleninya hingga menjadi pasta, lalu mengubur permata ringan di dalamnya. Seketika, permata cahaya itu tampak seperti gumpalan kotor. Kotoran menghalangi cahaya redup dengan sangat baik, sehingga tidak terlihat sama sekali. “Tempelkan ini pada iblis macan tutul.”

Dozzu memiringkan kepalanya seolah bertanya untuk apa?

“Mora, pinjamkan Dozzu kemampuan untuk mendeteksi hieroform.”

Mora mengangguk dan dengan lembut menyentuh kepala Dozzu. Dia mengucapkan kata-katanya, dan mata Dozzu bersinar redup.

“Bagaimana, Dozzu?” tanya Adlet. “Sekarang kau bisa melihatnya dengan baik, kan?”

Fremy mengingat apa yang dikatakan Mora di zona lava. Ketika hieroform digunakan, jejak kekuatan itu akan tetap ada. Meminjam kekuatan Mora akan memungkinkan seseorang melihat jejak itu.

Dua hari yang lalu, Adlet menggunakan kemampuan itu untuk mencari Goldof.

“Aku bisa melihat kabut cahaya samar,” kata Dozzu. “Jadi menurutku ini adalah sisa-sisa kekuatan hieroform? Aku pernah mendengar teknik rahasia ini diturunkan di Kuil Surgawi, tetapi ini adalah pertama kalinya aku mengalaminya.”

“Menurutmu, cukup bagimu untuk tetap berada di iblis macan tutul?” Adlet memverifikasi.

"Aku bisa melakukan itu. Aku hanya harus menjaga jarak saat mengikuti kabutnya. Aku tidak akan gagal,” Dozzu meyakinkannya.

“Mora, pinjamkan yang lain kekuatan untuk melihat hieroform juga.”

“Sayangnya aku tidak bisa. Kemampuan ini menguras tenaga. Dua orang adalah batasku.”

“Kalau begitu…pinjamkan aku dan Dozzu kemampuannya. Salah satu dari kita akan mengejar macan tutul itu.”

Mora mengangguk. “Tetapi jika iblis macan tutul menyadari bahwa permata ringan telah ditempelkan padanya, maka rencananya akan sia-sia. Apakah kau punya cara untuk mengatasi ini, Adlet?”

“Aku tidak bisa menyusun rencana ini jika tidak melakukannya, bukan?” Adlet membual. Ini memang benar, jadi Mora terdiam. “Iblis macan tutul akan keluar untuk menyampaikan pesannya, dan pada akhirnya ia akan berhenti. Di situlah Tgurneu berada. Begitu kau melihatnya, Dozzu, tembakkan sambaran petir yang sangat besar ke langit. Kita semua akan bergegas ke sana secepat mungkin.”

Dozzu mempertimbangkan hal ini sebentar. "Dipahami. Namun masih ada masalah. Aku tidak bisa menahan Tgurneu sendirian di sana. Dia akan melarikan diri sebelum kalian mencapaiku.”

“Tentang itu…maaf, tapi aku belum mengumpulkan semua pemikiranku. Apakah kau punya ide bagus?” Adlet melihat sekeliling pada yang lain.

“Serahkan itu padaku.” Mora mengangkat tangannya. “Aku masih memiliki beberapa tongkat hieroform yang aku gunakan untuk mendirikan penghalang. Gunakan ini. Semua tongkatku yang tersisa menciptakan penghalang yang mencegah intrusi dari luar, tapi jika aku menimpa hieroglifnya, itu juga akan memungkinkan untuk meningkatkan penghalang yang mencegah pelarian dari dalam.”

"Terima kasih. Itu akan sangat membantu, Mora. Berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk menulis ulang hieroglifnya?”

“Sepuluh menit sudah cukup.”

"Oke. Dozzu, setelah kau menemukan Tgurneu, naikkan penghalang dan segel. Lalu, lindungi penghalang itu sampai kami tiba dan bunuh dia.”

"Dipahami. Tolong serahkan padaku.” Dozzu membungkuk.

Mora menarik tongkat yang diukir dengan hieroglif dari kebiasaannya dan dengan cekatan mulai menulis ulang karakter tersebut dengan ujung tajam di sarung tangannya.

“Addy…bisakah kita mengalahkan Tgurneu? Kita tidak bisa melakukannya pada pertarungan sebelumnya.” Rolonia resah dengan cemas.

Adlet ingat ketika mereka pertama kali tiba di Negeri Raungan Iblis—ketika Tgurneu melompat dari bawah tanah. Kelompok tersebut telah mengepung iblis tersebut dan menyerangnya, namun mereka gagal menghabisinya dan akhirnya mundur. “Tenang,” kata Adlet. “Saat itu, kita tidak tahu siapa sang ketujuh, dan itu membuat kita tidak bisa bertarung dengan kekuatan penuh. Sekarang segalanya berbeda.

Lagipula, sekarang kita sudah mengetahui rahasia yang tersembunyi di dalam tubuh Tgurneu. Jika kita semua mengepungnya, kita pasti bisa membunuhnya.”

“Masih ada satu lagi faktor yang tidak pasti,” sela Fremy. “Dozzu dan Nashetania memberi tahu kita bahwa Tgurneu memiliki kemampuan mengendalikan pikiran manusia. Bahkan jika kita berhasil mengepung Tgurneu, salah satu dari kita mungkin akan dimanipulasi untuk bergabung dengan musuh.”

“…Saat kita mendekati Tgurneu, jika kau merasa mulai dikendalikan, segera mundur dan imbau yang lain untuk berhati-hati. Hanya itu yang bisa kita lakukan.”

"Itu saja?"

“Fremy,” kata Mora, “berspekulasi tentang kemampuan yang mungkin tidak ada tidak ada gunanya. Melakukan tindakan penanggulangan tidak ada gunanya. Aku yakin yang bisa kita lakukan hanyalah menyeberangi jembatan itu ketika kita sampai di sana.”

“Sejujurnya, seluruh rencana ini penuh dengan jembatan yang harus dilintasi,” kata Adlet sambil tersenyum masam.

Nashetania muncul kembali dari lamunannya dan berkata, “…Aku sangat ragu rencana ini akan berhasil, Adlet.”

"Apa masalahnya? Jika kau punya pendapat, silakan saja.

“Dozzu akan mampu membuntuti iblis macan tutul itu, dan menurutku jika kita menemukan Tgurneu, kita bisa menang. Tapi akankah iblis macan tutul itu berlari menuju Tgurneu? Bagaimana jika seorang utusan datang dari lokasi Tgurneu ke iblis serigala? Serigala mungkin tidak mau repot mengirim utusan dan malah memutuskan untuk menilai dirinya sendiri. Itu terlalu tidak pasti.”

“Bagus, Nashetania. Itu adalah pertanyaan yang jelas.” Adlet tersenyum. “Apa yang akan kita lakukan adalah membiarkan si serigala tak punya pilihan lain kecuali lari ke Tgurneu. Kita hanya perlu membuat keadaan darurat yang menurut iblis serigala tidak dapat diselesaikan tanpa meminta bimbingan Tgurneu.”

"Keadaan darurat? Bagaimana?"

Adlet menjilat jarinya dan mengangkatnya untuk memeriksa arah angin. Lalu dia menatap ke langit, penuh bintang, dan mengangguk pada dirinya sendiri. “Langit cerah dan angin kencang. Itu akan berhasil.”

Dia menunjukkan kepada mereka semua peta yang dia pinjam dari Nashetania dan menunjuk ke suatu tempat sekitar tiga mil sebelah barat dari lokasi mereka saat ini, sebuah cekungan di antara tiga gunung. Berdasarkan peta, kawasan itu adalah hutan. Di sebelah utara terdapat jurang yang sangat besar, sedangkan di selatan terdapat reruntuhan yang dibangun oleh peradaban kuno sebelum kedatangan Majin. Adlet menunjukkan sebuah titik di sisi utara reruntuhan itu.

“Kita akan memancing iblis ke sini. Seseorang akan bertindak sebagai umpan untuk menarik musuh ke sana demi kita. Dan kemudian, setelah semua iblis mengepung umpan kita…”

“Kita melakukan apa?” tanya Nasetania.

“Kita membakar seluruh hutan di sekitar mereka. Kita akan membakar seluruh kerumunan.”



Kelompok itu semua bergegas ke gua di gunung dan berkumpul bersama. Adlet telah menyuruh mereka untuk merahasiakan rencana itu dari para iblis dengan cara apa pun.

Pertama, dia mengeluarkan sejumlah botol besi yang tertutup rapat dari kotaknya dan mencampur isinya. “Ini adalah salah satu alat rahasia yang Atreau buat. Itu adalah bahan dalam api yang aku keluarkan dari mulutku, dan juga bomku. Dan dapat menyesuaikan propertinya saat itu juga, sampai tingkat tertentu. Sebelum aku menghentikan Turnamen Suci, aku melakukan penelitian sendiri untuk membuatnya lebih kuat.”

Setelah bahan kimia tercampur, Adlet mencelupkan daun mati ke dalam larutan hingga basah kuyup dan melemparkannya kembali ke dalam gua. Dia menutupi pintu masuk dengan kain agar tidak terlihat dari luar, lalu menggunakan batu api di giginya untuk membuat percikan api dan membakar daun tersebut.

"Hah?!"

Yang mengejutkan semua orang, daun mati itu meledak menjadi tiang api. Apinya juga tidak langsung padam, terus menyala selama hampir satu menit. Kekuatan kobaran api sungguh sulit dipercaya.

"Bagaimana tentang itu? Hal yang cukup intens, ya?” Adlet tersenyum. “Fremy, buatkan kami satu ton bubuk mesiu. Kita akan menempelkannya pada sekumpulan daun mati seperti ini, lalu menyebarkannya ke seluruh hutan.

“Untungnya angin bertiup dari utara. Langit cukup cerah, dan udaranya juga kering. Nyalakan bubuk mesiunya, dan daunnya akan langsung terbakar. Sebelum kalian menyadarinya, hutan akan menjadi lautan api.” Adlet menghancurkan abu dengan kakinya untuk memadamkan api. “Aku tidak tahu berapa banyak musuh yang bisa kita tarik ke dalam api, tapi ini akan menjadi pukulan besar bagi pasukan Tgurneu.

“Sekarang, lihatlah dari posisi iblis-serigala. Mereka telah mendapat perintah dari Tgurneu melalui nomor dua puluh empat untuk membantunya memimpin pasukan. Tapi nomor dua puluh empat yang merah sudah mati, musuh di udara telah ditembak jatuh, dan segala cara kontak dengan Tgurneu terputus. Sementara itu, hutan terbakar dan banyak sekali iblis yang hangus. Apa yang akan dilakukan iblis-serigala itu?”

“…Laporkan situasinya ke Tgurneu dan minta instruksinya,” kata Fremy. “Seperti apakah ia harus pergi untuk menyelamatkan para iblis, mundur, atau mengabaikan kebakaran hutan dan terus melawan para Pahlawan.”

"Itu benar. Jadi serigala akan mengirim iblis macan tutul berlari menuju Tgurneu. Mungkin ada utusan lain selain iblis macan tutul, tapi kita akan menahan mereka sehingga mereka tidak bisa pergi kemana-mana.

“Kemudian, Dozzu akan membuntuti macan tutul itu ke Tgurneu dan menahannya di sana sampai kita semua muncul untuk mengepung Tgurneu dan membunuhnya.”

“Apakah semuanya akan berjalan baik? Kedengarannya sangat mudah,” kata Fremy.

“Aku pikir itu akan berhasil. Bahkan Tgurneu seharusnya kesal melihat ratusan bawahannya menjadi hangus. Hal ini berlaku ganda bagi serigala dan macan tutul. Mereka tidak akan berpikir untuk menyembunyikan lokasi Tgurneu. Mereka tidak akan berpikir jernih sama sekali. Ini adalah kesempatan sempurna untuk menemukan Tgurneu.”

“Fremy, meskipun kita tidak dapat menemukan Tgurneu, masih banyak yang bisa diperoleh. Kita akan mampu mengurangi tujuh ratus tentara secara drastis,” kata Mora.

“Itu juga salah satu tujuan di sini. Jadi bagaimana dengan strategiku ini? Biarkan aku mendengar pendapat kalian, teman-teman.”

Setelah penjelasan Adlet selesai, Nashetania berbicara. “Terlalu banyak ketidakpastian dalam rencana ini. Tidak ada jaminan kita memiliki pemahaman yang akurat tentang pasukan Tgurneu, dan bahkan jika kita memilikinya, Tgurneu belum tentu bertindak seperti yang kau prediksi. Namun meski mempertimbangkan hal ini, aku yakin rencana ini pantas untuk dicoba.”

"Itu terlalu berbahaya. Bukankah sebaiknya kita mencari metode yang lebih dapat diandalkan?” tanya Dozu.

Nashetania menjawab, “Kita tidak punya waktu. Rute yang aman dan pasti tidak tersedia bagi kita dalam situasi ini. Jika kau punya ide lain, aku mungkin mengatakan sebaliknya, tetapi kau tidak melakukannya, bukan?”

“Tolong jangan khawatir, Dozzu. Ma-mari kita percaya pada Addy. Ini rencananya, jadi aku tahu ini akan berhasil,” kata Rolonia.

Dozzu menghela nafas sedikit. Pasti sudah diputuskan bahwa mereka tidak punya pilihan.

“Maaf, Rolonia,” kata Adlet, “tapi rencana ini belum pasti berhasil seratus persen. Jika gagal, kita akan kabur. Mundur, temukan strategi baru, dan datang lagi ke Tgurneu. Pada saat itu, kita akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang apa yang terjadi dengan pasukan Tgurneu, dan aku tahu kita akan memikirkan sesuatu. Dan jika gagal juga, maka kita akan lari lagi dan bertahan sampai kita membunuh Tgurneu. Kita akan melakukannya sebanyak yang diperlukan.”

Dozu mengangguk. Kelompok tersebut secara bertahap semakin mendukung rencana ini, tetapi Fremy masih belum siap menerimanya. Bagian terpenting akan diserahkan kepada Dozzu—yang mungkin akan mengkhianati mereka kapan saja. Mora juga tampak skeptis. Dia setuju dengan garis besarnya, tetapi seperti Fremy, dia tampaknya memiliki kekhawatiran.

Saat itulah sebuah suara di antara mereka berseru, “Tunggu.”

“Kau terlalu berisik, Goldof. Bagaimana jika iblis menemukan kita?” tegur Adlet.

Tapi Goldof mengabaikan ucapan Adlet dan memelototinya. “Aku tidak akan membiarkanmu… melaksanakan rencana ini.”

“Bagaimana kau bisa mengatakan itu? Kau belum mengucapkan sepatah kata pun selama ini, dan ketika kau akhirnya membuka mulut, kau terlalu mengeluh?”

"Tidak. Aku…tidak bisa mempercayai…kau. Tampak jelas bagiku… bahwa Hans bukanlah… sang ketujuh… Itu adalah kau. Kau…menjebak Hans…dan selanjutnya…kami yang akan kena…”

Fremy terkejut. Mengapa kau mengatakan ini sekarang?

Tapi dia mempercayai Hans dan mencurigai Adlet sepanjang waktu. Dia hanya tidak mengatakan apa-apa, jadi Fremy percaya bahwa dia yakin Adlet adalah seorang Pahlawan sebenarnya.

“Jangan beri aku omong kosong itu, Goldof,” sembur Adlet.

Suasana tidak nyaman menyelimuti mereka. Rolonia sepertinya takut kelompok itu akan terpecah lagi.

“Bukti apa yang kau punya? Apa dasar kau mengatakan hal itu? Pernahkah kau melihatku berbicara dengan iblis? Apa aku terlihat seperti sedang berbicara dengan Tgurneu?”

“Memang benar…tidak…tidak ada bukti…kau telah berkomunikasi…dengan Tgurneu. Tapi itu mencurigakan…bahwa kau memikirkan…sebuah strategi…dengan begitu mudahnya. Kelihatannya…bagiku…seolah-olah kau telah mengetahui bagaimana pasukan Tgurneu…diorganisir…sebelumnya. Itu sebabnya…kau bisa segera membuat rencana.”

“Goldof, itu tidak lebih dari opini subjektifmu,” kata Dozzu.

“Aku tidak akan membiarkanmu… melaksanakan… rencana ini. Selama aku…tidak yakin…Adlet bukan…sang ketujuh…Aku akan menghentikanmu. Dengan paksa…jika perlu.” Goldof menempatkan dirinya di pintu masuk gua, mengangkat tombaknya. Dia serius. “Fremy…Mora…Rolonia…pikirkanlah…sekali lagi. Pelajari… segala sesuatu tentang Adlet… lagi. Pasti ada… bukti di suatu tempat… bahwa dialah sang ketujuh.”

“Aku menolak,” kata Fremy. “Aku tidak mencurigai Adlet lagi. Aku yakin dia benar-benar mencoba membunuh Tgurneu.”

“Itu…hanya…pendapat subjektifmu.”

Fremy mengarahkan senjatanya ke Goldof. Dia tidak akan menembak—hanya mendorongnya untuk berubah pikiran. Rolonia memotong di antara keduanya agar mereka tidak berkelahi.

Kemudian Nashetania menghela nafas kecil, menepuk bahu Fremy, dan berkata, “Aku punya permintaan, Fremy. Tolong buatkan aku bom, seukuran stroberi. Sebuah yang bisa meledak hanya dengan pikiran.

“…?” Fremy bingung. Sesuai permintaan, dia membuat bom dan menyerahkannya.

Nashetania memasukkan bahan peledak ke dalam mulutnya, lalu memasukkan jarinya ke tenggorokan untuk mendorongnya masuk.

“!” Goldof menjadi pucat. Dia membuang tombaknya dan meraih Nashetania dalam upaya menghentikannya, tapi bom itu meluncur ke tenggorokannya dan masuk ke perutnya sebelum dia bisa.

Fremy, Adlet, dan semua Brave lainnya terkejut, tapi Goldof dan Dozzu khususnya terkejut. Goldof sangat pucat, dia tampak seperti di ambang serangan jantung. Dozzu terdiam, hanya membuka dan menutup mulutnya.

“Fremy,” kata Nashetania, “jika Goldof tidak melakukan apa yang diperintahkan, tolong nyalakan bom yang baru saja aku telan.”

"Yang mulia! Tolong…muntahkanlah! Apa…yang Anda lakukan?!” Goldof bergegas ke sisinya.

Namun Nashetania mengibaskan tangannya. “Lepaskan aku, Goldof. Jika hidupku berharga bagimu, maka dengarkan.”

Goldof mengambil tombaknya dan mengarahkannya ke Fremy. “Hilangkan…bomnya. Jika sesuatu… terjadi… padanya… aku akan membunuhmu. Aku tidak peduli…apa yang terjadi…pada dunia. Aku akan membunuhmu."

“Apakah kau tidak mendengar apa yang baru saja aku katakan?” tuntut Nasetania. “Aku memerintahkanmu untuk patuh. Sudah kubilang jangan menghalangi rencana itu. Jika kau gagal memahami ini, aku akan meminta Fremy menyalakan bomnya.”

“T-tapi kalau begitu…Anda akan…” Goldof mengalami konflik.

Mora datang untuk menyelamatkan dan berkata, “Nashetania, muntahkan bahan peledaknya sekarang. Jika terus begini, taktik tersebut tidak akan mencegah terjadinya perselisihan. Ini mempunyai efek sebaliknya.”

"Baiklah. Kupikir tidak ada yang bisa dilakukan.” Nashetania mencondongkan tubuh ke depan dan menghela nafas beberapa kali, lalu memasukkan jari ke tenggorokannya untuk mengeluarkan alat itu dan melemparkannya ke bagian belakang gua.

“Aku akan mengatakan ini sekali lagi, Goldof: Aku sama sekali tidak akan membiarkan kau menghalangi rencana ini. Kau akan mematuhi Adlet dalam segala hal. Kau memahami apa yang akan aku lakukan jika kau mengabaikan instruksiku, bukan?” Nashetania memelototinya.



Goldof tidak bisa berkata-kata. Dia hanya berdiri di sana, tidak yakin harus berbuat apa.

Dia curiga pada Adlet. Dalam pandangan Goldof, Adlet pasti telah menjebak Hans dan berkonspirasi dengan Nashetania dan Dozzu untuk menjebak para Pahlawan.

Tetapi jika seseorang bertanya kepadanya apakah dia yakin, Goldof tidak akan bisa menjawabnya. Dia tidak bisa sepenuhnya menghilangkan kekhawatiran bahwa mungkin dialah yang terjebak dalam perangkap musuh. Mungkin Hans adalah sang ketujuh, mencoba memanfaatkan kebingungan Goldof. Tatapan dingin dari sekutunya dan Nashetania menusuknya, menuntut mengapa dia tidak bisa mempercayai Adlet dan membuatnya semakin gelisah.

Yang terpenting, Goldof harus melakukan apa yang Adlet katakan—atau Nashetania akan mati. Bahkan jika dia adalah musuh mereka, bahkan jika dia terlihat mencoba mengelabui para Pahlawan, bahkan jika itu mengorbankan seluruh dunia, dia harus menjaganya tetap aman.

"Saya mengerti. Saya percaya…bahwa Adlet bukanlah sang ketujuh…Yang Mulia.”

“Bagus,” jawab Nashetania.



Fremy merasa lega. Sekarang mereka tidak perlu khawatir Goldof akan mengganggu rencana tersebut. Mereka berhasil menghindari krisis untuk saat ini.

“Nashetania, bahkan kecerobohan pun ada batasnya. Aku sangat terkejut dengan kelakuanmu,” kata Dozzu.

“Itu tidak gegabah. Aku harus melakukannya. Kita harus mengalahkan Tgurneu sekarang, atau kita juga tidak akan punya peluang untuk menang. Dan semua orang di sini harus menggabungkan kekuatan agar kita bisa menang. Aku akan melakukan apa saja untuk mencegah kelompok ini terpecah belah. Apa aku salah, Dozzu?”

“…Tidak, kau benar,” jawab Dozzu, dan dengan itu, kecurigaan baru muncul dalam Fremy. Mengapa Nashetania sampai mempertaruhkan nyawanya untuk menjalankan strategi ini? Dia bilang itu untuk mengalahkan Tgurneu, tapi perkataannya tidak bisa dipercaya. Bagaimana jika Nashetania dan Dozzu akan menggunakan rencana Adlet untuk rencana mereka sendiri? Fremy tidak bisa menghilangkan keraguan dari pikirannya.

“Baiklah, mari kita mulai mempersiapkan operasinya. Fremy, kau membuat bubuk mesiu. Rolonia dan Nashetania, bisakah kalian mengumpulkan daun? Mora, terus tulis ulang hieroglif itu. Kita harus menyelesaikan pengaturan ini sebelum iblis menemukan kita. Cepat,” perintah Adlet, dan sekutu mulai bergerak.



“Sepertinya aku tidak bisa menemukan para Pahlawan itu. Ya ampun. Mereka cukup pandai dalam petak umpet,” gumam Tgurneu di sudut hutan.

Nomor sebelas bertanya, “Apa yang sedang mereka lakukan, Komandan?”

“Bukankah sudah jelas? Mereka jelas-jelas sedang memikirkan cara untuk mengalahkanku.”

“J-jadi, bukankah sebaiknya kita melakukan sesuatu untuk mencegahnya…?”

Tgurneu menatap tajam ke arah nomor sebelas seolah mengatakan Tak Berguna. “Tidak masalah apa yang mereka lakukan. Mereka tidak akan menemukanku dengan rencana di menit-menit terakhir.” Dengan ucapan itu, Tgurneu mengakhiri pembicaraan. Sambil menatap ke langit, ia berkata, “Hmph, berapa lama rencana nomor dua membuatku menunggu? Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk penyelidikan sederhana?”



Pertama, Fremy membuat bubuk mesiu. Dengan menggunakan teknik khusus, dia memastikan bahwa hal itu akan terus ada bahkan jika dia mati—untuk berjaga-jaga jika hal yang lebih buruk terjadi. Pada saat yang sama, dia juga membuat alat pengapian sehingga orang lain bisa meledakkan bubuk mesiu juga.

Adlet mencelupkan daun-daun mati ke dalam bahan kimia tersebut, lalu menempelkan sedikit bubuk mesiu ke dalamnya dengan perekat. Sekilas, itu tidak dapat dibedakan dengan daun-daun biasa yang berguguran. Selain Mora, yang lain mendiskusikan detail rencana sambil membantu mengurus dedaunan.

“Kita memerlukan umpan untuk menarik banyak musuh agar berkumpul dan masuk ke dalam jangkauan tembakan kita,” kata Adlet. “Menurutku kau sempurna untuk peran itu, Mora.”

"Aku? Mengapa?"

“Aku yakin Tgurneu berhati-hati dengan kemampuan kewaskitaanmu-mu. Dia akan memprioritaskan membunuhmu. Kamu akan menjadi daya tarik terbaik.”

"Benar."

“Tetapi terlalu berbahaya bagimu untuk melakukannya sendirian. Goldof, pergilah bersamanya untuk menjaganya.”

"…Dipahami. Aku tidak punya pilihan." Goldof mengangguk.

“Mora dan Goldof akan memancing musuh masuk, lalu kita menyebarkan daun-daun yang sudah terlapisi di sekitar area tersebut. Bagian ini harus dilakukan dengan hati-hati, agar musuh tidak curiga,” Adlet mengingatkan.

“Tolong serahkan itu padaku. Aku sangat pandai menghindari ketahuan dan tetap diam.” Nashetania mengangkat tangannya.

“Lagi pula, kau adalah pilihanku. Rolonia, kau dukung dia.”

“O-oke. Aku akan melakukan yang terbaik." Rolonia mengangguk.

“Dozzu dan aku akan menempelkan permata ringan pada iblis macan tutul. Kau ikut dengan kami juga, Fremy. Terlalu berbahaya bagimu untuk sendirian.”

“Dimengerti,” kata Fremy. “Aku juga bisa membunuh nomor dua puluh empat yang merah.”

“Aku sudah selesai menulis ulang hieroglifnya,” Mora mengumumkan. “Jika tongkat ini ditanam di dalam tanah, ia akan mendirikan penghalang dengan radius sekitar lima puluh lima yard. Itu hanya akan berlangsung selama sekitar dua puluh menit, dan meskipun penghalang itu bisa dimasuki, tetapi tidak bisa keluar. Aku juga telah menambahkan beberapa hieroglif penahan, jadi begitu tongkatnya sudah terpasang, tongkat itu tidak dapat dengan mudah dilepas.”

Dozzu mengambil tongkatnya, lalu dengan sigap memasukkannya ke dalam mulutnya dan menelannya. Hal ini membingungkan Fremy, dan dia bertanya-tanya ke mana benda itu masuk ke dalam tubuh mungil itu. Selanjutnya, Mora mentransfer kemampuan melihat jejak hieroform ke Adlet. Saat mereka mengurus dedaunan, percakapan mereka berlanjut. Masing-masing menetapkan secara spesifik apa yang akan mereka lakukan dan menghafalkan kondisi lahan secara menyeluruh.

Jika rencana tersebut gagal atau berantakan sebelum dapat diselesaikan, mereka memutuskan di mana dan bagaimana mereka akan mundur serta di mana harus bertemu. Fremy menyerahkan petasan kepada mereka masing-masing untuk komunikasi. Dia membuatnya sehingga jika ada yang muncul, sisanya akan meledak pada saat yang bersamaan. Sekarang, jika salah satu dari mereka menyatakan mundur, pesan itu akan disampaikan kepada semua orang.

Kemungkinan lainnya adalah salah satu kelompok mereka mungkin akan menemukan Tgurneu pada suatu saat selama operasi. Untuk skenario itu, Adlet membagikan bom cahaya. Jika mereka menemukan Tgurneu, mereka akan melemparkan granat ke udara untuk memanggil yang lain dan menghalangi pelarian Tgurneu. Begitu yang lain melihat bom cahay, mereka langsung menuju ke sana.

Ketika diskusi mencapai tahap akhir, Mora bertanya, “Apa yang akan kita lakukan terhadap Hans?”

Itu adalah sebuah masalah. Sang ketujuh pasti akan bertindak, tapi sulit memprediksi apa yang akan dia lakukan. Dia mungkin menargetkan Chamo sebagai satu-satunya yang mempercayainya. Jika itu terjadi, mereka tidak akan bisa berbuat apa-apa. Chamo hanya harus melindungi dirinya sendiri.

Hans mungkin juga akan mengejar Fremy dan Adlet dengan Chamo di sisinya, dan kemungkinan itu benar-benar mengkhawatirkan. Keduanya cukup kuat untuk berhadapan dengan setidaknya empat orang dari kelompok mereka.

Adlet memutuskan dia akan menyimpan dua bom cahaya padanya setiap saat. Jika Hans menyerang, Adlet akan melemparkan keduanya ke udara, satu demi satu. Nashetania dan Rolonia akan dipisahkan dari kelompok Adlet, tetapi jika mereka melihat cahaya dari bom cahaya, mereka harus segera menuju ke tempat kelompok Adlet berada. Dengan kelima pertarungan tersebut, mereka pasti akan menang, bahkan melawan Hans dan Chamo.

Tapi Adlet ragu para iblis hanya akan duduk di sana dan menyaksikan pertarungan berlangsung. Dan bahkan jika kelimanya bersama-sama, itu masih akan sulit.

“Membunuh Chamo atau Hans adalah ide yang buruk. Kita pingsankan saja,” kata Adlet. Chamo benar-benar seorang Pahlawan, jadi membunuhnya adalah hal yang mustahil. Tapi mereka juga tidak bisa membunuh Hans—walaupun sang ketujuh dikirimkan kepada mereka oleh Tgurneu, Lambang yang dibawanya diciptakan oleh Saint of the Single Flower. Mereka masih belum mengetahui detail penciptaannya atau kekuatan apa yang dimilikinya, tapi kemungkinan besar hal itu penting bagi para Pahlawan—atau bahkan bagi Saint of the Single Flower itu sendiri. Jika mereka membunuh Hans, itu mungkin akan menghancurkan Lambang sang ketujuh juga.

“Bisakah kita mengaturnya? Melawan keduanya?” Mora bertanya.

Adlet menjawab, “Itu bukanlah pertanyaan yang perlu kita tanyakan. Kita hanya harus melakukannya.”

Diragukan bahwa mereka dapat melanjutkan operasi sementara mereka sibuk mengawasi Hans dan Chamo. Kalau begitu, mereka harus membatalkan rencana tersebut dan mundur ke barat lagi.

Mereka kemudian akan menyusun ulang rencana untuk membunuh Tgurneu, dan sebelum melakukan ronde kedua, mereka harus meyakinkan Chamo bahwa Hans adalah sang ketujuh. Bisakah mereka menemukan bukti untuk melakukan hal itu? Dan bukankah kekuatan Black Barrenbloom akan membunuh semua Pahlawan untuk sementara waktu? Kekhawatirannya tidak ada habisnya.

“…Bergantung pada tindakan Hans, mungkinkah semua persiapan ini akan sia-sia?” Mora menggerutu.

“Kalaupun mereka melakukannya, kita tidak bisa hanya duduk di sini sambil memutar-mutar jempol kita,” jawab Adlet.

Para Pahlawan menyelesaikan persiapan mereka, lalu menggali lubang di tanah untuk menyembunyikan tas mereka dan keluar. Sangat beruntung para iblis tidak menemukan mereka saat mereka bekerja. Mereka berangkat menuju reruntuhan, tempat rencana mereka, sambil berlari.



Berlari di belakang kelompok, pikir Fremy, Ini akan menjadi pertarungan yang berbahaya. Terlalu banyak elemen yang tidak pasti. Mereka seharusnya tidak mencoba rencana seperti ini sejak awal. Mereka seharusnya lebih berhati-hati dalam menentukan strategi dan meneliti musuh secara menyeluruh sebelum menyerang.

Jika bukan karena kehadiran Fremy dan kekuatan Black Barrenbloom yang membuat mereka putus asa, mereka pasti akan menemukan cara yang lebih andal untuk membunuh Tgurneu.

Dia seharusnya tidak pernah mempertimbangkan untuk membalas dendam. Dia seharusnya bunuh diri diam-diam enam bulan lalu ketika Tgurneu membuangnya. Dia seharusnya membiarkan Chamo membunuhnya. Kalau saja dia melakukannya, para Pahlawan tidak akan pernah terancam seperti ini.

Dia menjadi beban bagi Pahlawan Enam Bunga. Tidak—bahkan lebih buruk lagi.

Lalu, seolah dia bisa membaca pikirannya, Adlet ada di sana. “Jangan memikirkan hal-hal bodoh, Fremy.” Dia tidak mengatakan sepatah kata pun, tapi dia meraih bahunya dan dengan paksa menariknya ke dekatnya. “Para Pahlawan membutuhkanmu. Tanpamu, Nashetania akan mengalahkan kami. Kami tidak akan bisa mendapatkan petunjuk yang kami perlukan untuk mengalahkan Tgurneu. Kau tidak menjadi beban bagi kami. Sama sekali tidak."

"Tetapi-"

Adlet memotong argumennya. "Aku butuh kau. Kehadiranmu di sini yang memungkinkanku bertarung. Karena kau ada di sini, aku tidak bisa berkecil hati, apa pun yang terjadi. Dengar, kau mendukung pria terkuat di dunia. Itu adalah pencapaian besar—sesuatu yang tidak dapat dilakukan orang lain, bukan?”

“Adlet…”

“Tidak peduli apa yang terjadi mulai saat ini, aku akan melindungimu. Aku akan membuatmu bahagia, aku bersumpah. Pria terkuat di dunia bersamamu. Santai saja dan bertarung, Fremy.”

Fremy mulai mengucapkan terima kasih. Namun, kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya, dan sebaliknya, dia mendorong Adlet menjauh. “Cukup omong kosongnya. Kau harus memprioritaskan membunuh Tgurneu daripada melindungiku. Kita semua bisa mati di sini. Tidak ada gunanya mencoba melindungi satu sekutu jika kita semua mati.”

“…Kau… yah, hatimu sedingin es.” Jawabannya pasti sangat mengejutkannya.

Fremy langsung menyesalinya. Sepertinya aku sudah bicara terlalu banyak. Tapi kebaikan bukanlah keunggulannya. “Aku tidak mengatakan untuk tidak melindungiku. Aku hanya memberitahumu bahwa jika kau harus memilih antara melindungiku atau membunuh Tgurneu, maka bunuhlah Tgurneu.”

“Aku akan melindungimu dan membunuh Tgurneu. Aku harus melakukan keduanya, atau tidak ada gunanya.” Adlet tampak terluka.

Tidak dapat melihat ekspresi itu, Fremy berkata, “Tersenyumlah.”

"…Hah?"

“Kau terlihat buruk. Tersenyumlah, apa pun yang terjadi, bukan?”

“Y-ya.” Adlet memberikan senyumannya yang biasa, senyuman yang mengatakan tidak ada yang perlu ditakutkan di seluruh dunia.

Melihatnya membuat Fremy sedikit senang. “Tersenyumlah, apa pun yang terjadi. Itu cukup bagiku.”

Adlet mengangguk dalam-dalam.

Saat itulah Fremy melihat seekor burung iblis melalui celah kanopi di atas. Dia mengidentifikasinya sebagai ajudan Tgurneu, spesialis nomor dua. Itu melonjak untuk terbang ke arah timur.

“Kita ketahuan,” gumam Fremy.



Aku merasa aneh, pikir Adlet.

Tubuhnya ringan. Kekuatan meluap dari perutnya. Saat ini, dia merasa bisa mengalahkan siapa pun.

Dia dalam kondisi yang buruk, tapi itu tidak mengganggunya sedikit pun.

Aku akan bertarung demi Fremy, dia memutuskan, dan itu sudah cukup untuk memanfaatkan sumber kekuatan dalam dirinya. Dia tidak takut pada satupun dari mereka: tidak pada Tgurneu, Hans, Cargikk, Dozzu, atau bahkan Majin.

Adlet telah memutuskan untuk membunuh siapa pun yang menyakiti Fremy—tidak peduli siapa orang itu.

Pertama, Tgurneu. Dia harus membunuh Tgurneu, berapapun resikonya. Bahkan jika ia berubah pikiran dan berjuang untuk menyelamatkan dunia, bahkan jika kematian komandan iblis berarti akhir dari segalanya, Adlet akan tetap membunuhnya tanpa ragu-ragu.

Hans juga sama buruknya. Bahkan jika dia berada di bawah kendali Tgurneu, Adlet tidak akan memaafkannya.

Dozzu dan Nashetania. Dia akan membunuh mereka juga—karena mereka mencoba membunuh Fremy. Dia harus menyingkirkan mereka setelah pertempuran ini selesai. Tapi dia tidak bisa membiarkan hal itu terlihat sekarang.

Chamo dan Goldof juga harus dihilangkan. Tapi jika mereka berubah pikiran dan malah membela Fremy, dia akan mengampuni nyawa mereka karena Fremy tidak punya rasa permusuhan terhadap salah satu dari mereka.

Adapun Rolonia dan Mora, dia juga marah pada mereka, karena mereka hampir sekali meninggalkan Fremy. Tapi Fremy menganggap mereka teman. Namun, jika mereka mengkhianati persahabatannya, Adlet tidak bisa membiarkan mereka hidup.

Menjaga Fremy tetap aman adalah segalanya bagi Adlet.

Dia sangat marah pada dirinya sendiri. Apa yang sebenarnya dia inginkan adalah menyembunyikannya di tempat yang aman dan membunuh Tgurneu bersama para Pahlawan lainnya. Dia ingin menjauhkannya dari musuh-musuh mereka.

Tapi dia menahan perasaan itu dan tetap berjuang. Tidak ada tempat yang aman. Dan dia memang membutuhkan Fremy untuk mengalahkan Tgurneu. Yang terpenting, Fremy sendiri ingin melawannya. Jadi itu tadi.

Dia telah memutuskan bahwa rencana ini sama sekali tidak akan membahayakan Fremy.

Selama Fremy aman, dia tidak peduli apa yang terjadi. Tidak ada yang penting baginya kecuali dia.



Nomor sebelas melihat spesialis nomor dua terbang ke arah mereka, dan nomor dua menukik turun di dekat Tgurneu.

Tgurneu berbicara dengan penuh semangat—bukan dalam kode tetapi dalam bahasa normal. “Sudahkah kau memeriksanya? Bagaimana kabarnya? Ayo, beritahu aku secepatnya.”

Meski bingung dengan semangat Tgurneu, spesialis nomor dua menjawab, “Dari langit, aku mengamati status Adlet dan Fremy. Adlet menarik Fremy ke arahnya dalam pelukan. Dia mendorongnya menjauh, tetapi mereka terus berbicara setelah itu.”

Nomor sebelas bingung. Apa nilai dari laporan seperti itu? Apa yang telah dihabiskan orang nomor dua selama itu untuk menyelidikinya?

“Saya tidak yakin, tapi… Saya memperkirakan hubungan Adlet dan Fremy baik-baik saja.”

Nomor sebelas hendak menanyakan apa yang dibicarakannya ketika Tgurneu berteriak, “Aku tahu itu! Aku tahu itu berhasil! Jadi Fremy memang menyukai Adlet!”

Nomor sebelas terkejut. Tgurneu menjadi sangat berisik.

“Tidak salah lagi! Fremy mencintainya! Dia jatuh cinta padanya, sepenuhnya dan tulus! Dia menerima cintanya dan ingin memperjuangkannya!”

“Saya—saya tidak tahu tentang itu,” kata orang nomor dua.

“Oh, apa yang membuatku begitu khawatir? Tentu saja hal itu akan terjadi. Aku sudah mengetahui hal ini. Fremy jelas akan mencintainya. Aku sudah memastikannya!”

Nomor sebelas tidak mengerti apa yang membuat Tgurneu begitu gembira. Jadi, seorang Barrenbloom keturunan campuran yang kotor telah jatuh cinta, lalu kenapa?

"Itu bagus. Konfirmasi bahwa Fremy mencintai Adlet adalah berita terbaik yang bisa kau berikan kepadaku.” Tgurneu melontarkan senyuman yang hampir membuat tulang punggung nomor sebelas merinding. “Sekarang aku bisa melihatnya. Aku bisa melihat wajahnya saat dia menderita dari cinta.”



Sementara itu, Hans dan Chamo berdiri di tengah-tengah sekelompok iblis. Saling menjaga satu sama lain, mereka mengawasi musuh. Pertarungan telah berlangsung selama berjam-jam, tapi bahkan dengan budak iblis Chamo dan kekuatan Hans, mereka belum mengurangi lima ekor sedikitpun.

“Ada apa dengan mereka ini? Mereka kuat,” kata Chamo.

“Nyaa-haa! Kalau terus begini, yang lain akan mati,” gumam Hans penuh semangat, mengabaikan ketidaksabaran Chamo.





PREVIOUS CHAPTER     ToC     NEXT CHAPTER


TL: Ao Reji
EDITOR: Isekai-Chan