Chapter 3 Intermission : Zena
Sihir yang ku rapalkan menyelimuti diriku.
Meskipun aku terbiasa dengan sensasi ini, untuk sekarang terasa menjengkelkan.
Untuk memastikan efeknya aku mengambil satu langkah maju.
Okay, ini berjalan dengan baik.
Bersama dengan angin.
Aku berlari.
◇
Aku bertemu dengannya kemarin. Meskipun sekarang belum satu hari penuh sejak saat itu, tapi aku merasa sudah lama sekali.
Aku pikir aku bisa bertahan dari serangan demon dengan sihirku, tetapi tubuhku malah jadi babak belur. Kaki dan tangan ku berdenyut kesakitan, aku seperti boneka, tidak bisa bergerak. Dengan pelan aku menggerakan leherku.
Untungnya, sebelum jatuh ke tanah, aku tersangkut di sebuah ranting pohon di pinggir jalan.
…. Untungnya ? apa benar ?
Semangat kehidupanku akan pudar sebelum demon yang sangat kuat itu dikalahkan dan seseorang menemukanku.
Bahkan sekarang darahku mulai menetes sedikit demi sedikit.
Kesadaranku menghilang, namun aku kembali sadar ketika mendengar suara langkah kaki. Aku mengumpulkan seluruh tenaga yang tersisa untuk melihat sekitar.
Ada seseorang yang mengenakan jubah mencolok dan itu membuat matamu sakit.
Aku, yang menganggap hidupku sudah di ujung tanduk, masih sempat berpikir bahwa jubahnya sangat tidak cocok untuk dikenakan sehari-hari.
Aku juga ingin kembali ke kehidupan sehari-hariku.
Meskipun aku merasa lelah melihat jubah mencolok itu, aku memanggilnya sebelum dia pergi. Suaranya terdengar seperti orang yang periang.
◇
Berlari.
Menghindari orang, menghindari kereta, aku berlari.
Maju, meskipun selangkah.
Lebih cepat, meskipun sesaat.
Aku berlari
◇
Apakah aku pingsan, dia berdiri di sampingku tidak lama setelah kupanggil.
Dia anak laki-laki yang sangat tenang, terlihat tidak mungkin menggunakan jubah mencolok itu. Aku tidak menyebutnya tampan, tapi dia memberikan kesan yang baik.
Setelah menangani luka dan patah tulangku, dia dengan hati-hati, ya, dengan sangat hati-hati mengangkatku dengan lengannya.
Jubahnya, yang terlihat baru kotor karena debu dan darahku.
Tapi dia terlihat tidak peduli dengan itu.
Walau dengan tampang yang halus, dia memiliki cukup kekuatan untuk mengangkatku tanpa terlihat kesusahan.
Bagaimana caranya dia membawaku turun dari pohon ?
Dengan sihir ?
Berkebalikan dengan ekspetasiku, dia lompat dari ranting tanpa menggunakan sihir.
◇
Aku berlari melewati sekutu.
Menendang tembok untuk berbelok agar tidak mengurangi momentum.
Menghindari orang yang terkejut dengan gerakanku.
Aku tidak peduli dengan rok ku yang berkibar.
Aku berlari dengan segenap tetes tenagaku.
◇
Aku menutup mataku untuk menahan guncangan yang akan terjadi.
Aku mendengar teriakan yang mengganggu dekat dengan telingaku, tapi ternyata itu suaraku sendiri.
Bagaimanapun, guncangannya tidak terjadi tidak peduli seberapa lama aku menunggu.
Ketika aku mulai membuka mataku, dengan muka yang cemas dia menyapaku dengan lembut.
Sepertinya dia tidak langsung turun ke bawah, namun lompat ke ranting demi ranting lalu naik ke atap.
Orang ini lincah.
Aku akan panggil dia lincah-san untuk sekarang.
Sambil membawaku, dia menaiki beberapa atap, mencari tempat untuk turun.
Dia beberapa kali lompat kesana-sini, tapi dia melakukannya seolah tanpa beban. Seperti memiliki sayap.
Apakah ini rasanya bisa terbang di langit ?
◇
Nafasku habis.
Tapi aku tidak boleh berhenti.
Demi tugas memanggil bala bantuan, dan demi nyawanya.
<TLN : awalnya “agar dia tidak mati” tapi saya ganti “nyawanya” agar lebih dramatis>
Aku mengabaikan jeritan tubuhku.
Karena aku akan mengistirahatkannya selama apapun nanti.
Saat ini aku harus lebih cepat, walaupun selangkah.
◇
Ketika kita melewati rumah yang sempit, dia menjadi sangat hati-hati agar luka ku tidak menyentuh bangunan.
Aku merasa seperti putri setelah menerima perhatian lembut ini.
Hal yang mewah, mengingat aku sudah siap mati tadi.
Setiap dia menghindari bangunan, tubuh kita semakin dekat.
Aku pernah latihan dengan rekan pria, tapi dia berbeda, tidak tercium bau badan seperti binatang. Sebaliknya, yang tercium adalah aroma wangi.
Rambutnya juga lembut, aku ingin menyentuhnya sedikit.
Pertarungan di plaza sudah selesai. Tampaknya mereka menang.
Aku dituntun olehnya untuk menerima perawatan medis.
Dia menyerahkanku kepada tempat bantuan setelah perawatannya selesai, dan pergi untuk menyelamatkan yang lain.
Saat berpisah, dia berbalik dan melambaikan tangannya kearahku.
Aku tidak tahu apa itu untukku, tapi aku merasa sedikit senang.
◇
Hampir sampai di jalan utama.
Tiba-tiba, seorang anak melompat dari pinggir jalan.
Aku tidak bisa menghindar. Aku melompat, dan berguling di udara.
Sedikit memalukan mengingat aku mengenakan rok, tapi saat ini bukan waktunya untuk merasa malu.
Aku meyerahkan keamanan anak itu kepada orang tua terdekat.
Memaksakan kakiku untuk terakhir kalinya.
◇
Sore harinya, Lilio dan temanku mengejek ku ketika melihat aku berbicara dengan lincah-san “Zena pun bersemi…”, katanya.
Aku tidak mengerti cinta walaupun kau memberitahuku.
Kapanpun aku memikirkannya, aku merasa seperti berlari satu putaran.
Jika ini cinta aku paham kenapa lilio, sang maniak cinta, bereaksi dengan cepat.
Besoknya, entah mengapa aku keluar menggunakan rok. Tidak ada alasan khusus.
Sebelum aku pergi ke kuil untuk perawatan, apa aku bisa bertemu dengannya di toko buku tempat dia bekerja kemarin ? aku mempertimbangkannya… pemikiran ini adalah sebuah rahasia.
Ketika aku benar-benar bertemu dengannya di toko buku, aku merasa bahwa ini takdir.
Apa aku berlebihan ?
Lilio pasti akan mengejek “Anak kecil sangat suka dengan takdir ya~”, tidak salah lagi.
Dia berkata tentang pakaianku yang ketinggalan zaman itu “bagus”.
Jangan lupa menulis diary saat aku pulang nanti.
◇
Aku melompat ke jalan utama sambil berguling.
Berlari di jalan, melewati gerobak dengan menyerempetnya.
Nanti aku akan meminta maaf kepada kusir yang tadi mengataiku.
Karena menunggu nafasku kembali itu menjengkelkan, aku merapalakan magic wind, Whisper Wind.
Harusnya ada penjaga gerbang di bagian dalam tembok.
“Disini magician soldier Zena ! di distrik timur, ungu telah muncul di kota ke 13 dekat dengan tembok luar.”
“Apa kau menggunakan sihir ? aku Mondo dari unit penjaga gerbang. Apa kau yakin kalau itu adalah ungu ?”
Ungu adalah sebutan dari pasukan demon.
Kita tidak boleh menyebut demon pada siang hari.
“Tidak salah lagi, aku sudah melihatnya dengan mataku sendiri. Tolong segera kirim bala bantuan. Aku akan kembali untuk membantu mengevakuasi penduduk”
“Tu-tunggu, sendiri(?)”
Tanpa mempedulikan kata terakhir Mondo-san, aku pergi ke tempat Satou-san.
Di tengah perjalanan, terdengar raungan dan terlihat bangunan hancur dari arah kota itu.
Jantungku berguncang, membayangkan hal terburuk.
Tak apa ! aku menenangkan pikiranku.
Nebiren-sama dari kuil Garleon ada di sana, dia adalah penyihir suci terbaik yang ada di kota Seryu. Jika ada dia, walaupun tidak bisa mengalahkan demon kelas atas, paling tidak dia dapat mengulur waktu.
Aku merapalkan ulang Wind Walk yang efeknya sudah habis.
Aku menguatkan lagi kakiku yang bergetar.
Berlari lagi.
‘tuk kembali ke sisinya.
◇
Aku diberi bunga sebagai hadiah.
Bunga madu musim dingin kecil yang memiliki bau yang lembut.
Apakah dia tahu arti dari nama bunganya?
Kita pergi ke pasar yang Lilio beritahu kepada ku. Dia terkejut dengan berlebihan, walaupun yang aku tunjukan merupakan barang yang biasa.
Ini sedikit menyenangkan.
Kartu andalan yang diajarkan Lilio yang sudah aku siapkan ternyata gagal, sedikit kecewa, tapi sebelum aku menyadarinya kami sudah berpegangan tangan sambil berjalan bersama.
Keramaian yang selalu aku permasalahkan, untuk saat ini, aku berterimakasih kepada mereka.
Bukankan ini yang dinamakan kencan ?
Arti dari bunganya adalah “cinta yang mulai tumbuh”, jika dia tahu artinya..
◇
Aku tiba di kota lebih cepat dari pada dugaanku.
Tapi aku tidak punya waktu untuk melamun.
Karena, yang terlihat hanya lahan kosong…..
Dengan putus asa, aku terjatuh.
Di tengah area itu, ada sebuah batu hitam yang menakutkan tumbuh dengan duri tajam. Aku mendengar suara dari batu itu.
Aku menyeret kakiku yang serasa disiksa, dan terasa sedang protes.
Jika tidak salah, demon mengatakan sesuatu tentang [labyrinth].
Aku tidak mengerti hubungan demon dengan labirin, tapi Satou-san dan yang lain kemungkinan ada di dalam.
Aku akan masuk, walaupun sendirian.
Tapi, aku berhenti tepat di pintu masuk batu hitam. Komandan yang mengendaria kuda, dia seperinya berasal dari dinding dalam saat aku menghubunginya tadi.
Aku di tunjuk untuk menjadi penghubung sementara oleh komandan, untuk mengamankan kota saat pembangunan pos militer.
Karena aku dekat dengan komandan, aku mendapatkan banyak sekali informasi. Area terbuka, dan bangunan yang berada di area ini sepertinya ikut masuk ke dalam labirin. Bersama orang orang.
Aku yakin, si lincah Satou-san bisa menemukan tempat untuk berlindung entah dimana. Untuk saat ini anggaplah seperti itu.
Consul-sama datang saat pos militer telah selesai, terlihat senang luar biasa ketika membicarakan sesuatu tentang labyrinth nucleus (Dungeon Core), tapi aku tidak terlalu paham.
◇
Kita mendapat izin untuk masuk kedalam labirin setelah satu hari terlewati.
Tentu saja aku berada pada grup pertama.
Aku ingin masuk ke dalam labirin sekarang juga, namun Lilio tidak melepaskan tanganku. Meskipun bukan berarti aku akan memisahkan diri dari barisan depan.
Pertama, kami mengamankan area terdekat tempat kami masuk.
Mulai saat ini, rencananya adalah memajukan kekuatan utama setiap kali kami mengamankan suatu area.
Meskipun terlihat sangat hati-hati, nampaknya sudah menjadi aturan yang kuat dalam memasuki labirin.
Kita maju dengan perlahan melewati area demi area, walaupun aku merasa sedikit frustasi.
Suara langkah kaki terdengar dari depan.
Dengan hati-hati aku memeriksa sisi yang lain dengan kaca.
Bohong ! itu Satou-san !
Tanpa memikirkan keberuntungan yang luar biasa, aku sedikit ragu.
Seharusnya aku tidak boleh ragu.
Dari sudut area, aku melihat sosok Satou-san sedang bertarung dengan beast.
Monster yang muncul dari tembok.
Aku melepaskan Lilio yang memegang tanganku.
Seperti saat terkena efek sihir, aku melompat kedepan seakan terbang.
Aku mendarat di dinding bagian sudut dari suatu area.
Monster beast menggigit Satou-san.
Tak apa.
Satou-san berhasil menghindar.
Pikiranku menjadi putih, tapi ini bukan waktunya untuk itu.
Aku merapalkan Air Hammer dan menghempaskan beast itu menjauh. Itu tidak bisa membunuhnya, tapi yang penting menjauhkannya dari Satou-san dulu.
Satou-san juga terkena hempasannya, tapi mereka berhasil terpisahkan.
Sebelum beastnya melancarakan serangan balasan, Nebinen-sama berhasil mengalahkannya seperti yang diharapkan.
Aku, yang lega saat melihat muka Satou-san, mulai menangis dan memeluk Satou-san tanpa membiarkannya pergi.
Lilio-san mengejekku dengan menganggap itu akan menjadi masalah nantinya.
Walaupun dia baru saja keluar dari tempat berbahaya seperti labirin, Satou-san tetaplah Satou-san.
Tapi mungkin aku seharusnya tidak terlalu mengkhawatirkannya.
Karena besok aku libur, aku harus membuatkan sesuatu yang enak untuknya besok pagi.
Lilio terlihat ingin mengejekku lagi.
Sesekali kehidupan biasa yang seperti itu bagus untuk dilaksanakan.
TL: LoliLover
EDITOR: Isekai-Chan
EDITOR: Isekai-Chan
0 komentar:
Posting Komentar