Minggu, 20 Januari 2019

Spice and Wolf Bahasa Indonesia : Volume 1-Chapter 2

Volume 1: Chapter 2


Hujan mengalir sangat deras. Badai yang mengancam akhirnya mengenai Lawrence dan Holo, namun untungnya mereka melihat sebuah gereja <TLN: berbeda dengan organisasi agama Gereja> dari pandangan mereka yang tertutup derasnya hujan dan bergegas masuk ke dalamnya. Tidak seperti Biara, gereja dapat bertahan dengan uang sumbangan para pengembara dan peziarah yang biasanya menginap dan berdoa untuk keselamatan perjalanan, sehingga Lawrence dan Holo disambut dengan hangat tanpa mendapat lirikan.

Bagaimanapun juga, seorang gadis dengan telinga dan ekor serigala tidak mungkin di izinkan untuk masuk ke dalam gereja. Holo pun akhirnya menutupi wajah dan kepalanya dengan kerudung kepala, dan berbohong dengan mengatakan bahwa dia adalah istri dari Lawrence yang mukanya terkena luka bakar parah.

Dia tahu kalau Holo sedang terkekeh-kekeh di balik kerudungnya itu, tapi dia mengerti bagaimana hubungannya dengan Gereja, sehingga tipu dayanya sudah bagus. Perkataannya tentang bagaimana dia telah menderita di tangan Gereja sepertinya memang benar.

Meskipun dia bukan iblis, tetapi wujud dari binatang, perbedaan kecil seperti itu tidak dihiraukan oleh Gereja. Bagi mereka, semua roh kecuali Tuhan yang mereka sembah adalah terkutuk, alat dari hal-hal buruk dan jahat.

Namun lewat gerbang dari gereja dimana mereka dengan mudah menyewa sebuah ruangan, Lawrence kembali ke ruangannya setelah dia mengurus barang-barangnya yang basah, dia melihat Holo telanjang dada dan meremas rambutnya. Air bertetesan dari ikatan rambut coklatnya yang menawan. Lantainya memang sudah penuh dengan lubang, jadi jika sedikit basah tidak akan masalah – Lawrence lebih cemas dengan bagaimana dia mengalihkan pandangannya.

“Ha-ha, air yang dingin ini meringankan luka bakarku, sungguh,” kata Holo, tidak memperdulikan Lawrence.

Senang dengan kebohongan mereka atau sebaliknya, Holo tersenyum. Merapikan rambutnya yang menempel di wajahnya, dia mengangkatnya ke atas dalam satu gerakan.

Gerakannya yang tanggap memang sangat seperti seekor serigala, dan tidak susah untuk melihat rambutnya yang kusut tadi, seperti bulu serigala yang tebal.

“Bulu-bulu itu akan baik-baik saja, tentu. Mereka adalah bulu kulit marten yang bagus, dan marten hidup di pegunungan, pegunungan tempat dimana jenisku tinggal.”

“Apakah mereka akan bernilai tinggi?”

“Aku tak tahu, aku bukan penjual bulu, kan?”

Lawrence menganggukkan kepalanya terhadap jawaban masuk akal tersebut, dan mulai melepas pakaiannya dan mengeringkannya.

“Oh iya,” kata dia, mengingat sesuatu. “Apa yang akan kita lakukan dengan ikatan gandum itu?”

Dia selesai meremas bajunya dan akan melakukan hal yang sama terhadap celananya dan kemudian mengingat bahwa ada Holo, dia melihat ke arahnya dan menyadari bahwa dia sekarang sudah telanjang bulat dan juga sedang meremas pakaiannya. Merasa sedikit kesal, dia memberanikan diri untuk membuka celananya dan melakukan hal yang sama.

“Mm, apa maksudmu?”

“Maksudku, apakah kita irik, atau kita biarkan saja seperti itu? Jika memang cerita dimana kau tinggal di dalam gandum itu benar.”

Lawrence sedang menggoda Holo, tapi dia hanya sedikit tersenyum.

“Selama aku masih hidup, gandum itu tidak akan busuk atau layu. Tapi jika di bakar, dimakan, atau di kubur di tanah, Aku mungkin akan hilang. Jika mereka menghalangi, kau bisa mengiriknya dan simpan di suatu tempat yang aman, jauh lebih baik seperti itu.”

“begitu ya, akan aku irik dan taruh ke dalam kantong. Kau yang simpan, ok?”

“Itu akan sangat bagus. Akan lebih bagus jika ada di leherku,” kata Holo.

Melupakan dirinya untuk sejenak, Lawrence memandangi leher Holo, tapi dengan cepat melihat ke arah lain.

“Aku juga ingin menjualnya sebagian, jadi bisakah kau beri sebagian untuk dijual?” Lawrence bertanya setelah menenangkan dirinya sendiri.

Dia mendengar sebuah gemrisik, membalikkan badan dan melihat ekor holo berkibar dengan liar. Bulu ekor tersebut sangat halus, dan menitikkan air dengan cepat. Lawrence mengerutkan kening ketika wajahnya terkena cipratan air, tetapi Holo kelihatannya tidak merasa bersalah.

“Kebanyakan tanaman tumbuh dengan sempurna karena daerahnya. Mereka akan segera layu – itu intinya. Tidak ada gunanya membawa mereka ke tempat lain.”

Holo melihat dengan termangu ke bajunya yang baru saja diremas, tapi karena dia tidak punya baju ganti, dia memakainya kembali. Karena baju-baju tersebut mahal tidak seperti yang dipakai Lawrence, pakaian tersebut menitikkan airnya dengan cepat. Lawrence berpikir situasi ini sangat tidak masuk akal tapi tidak berkata apa-apa dan kembali memakai baju yang basah dan kusut, kemudian mengangguk ke Holo.

“Ayo kita keringkan diri di ruang besar. Dengan hujan seperti ini, akan ada banyak orang berkumpul di perapian.”

“Mm, ide bagus.” Kata Holo, menutupi kepalanya dengan jubah tebal. Setelah tertutup, dia terkekeh-kekeh.

“Apa yang lucu?”

“Heh, Aku tidak akan pernah berpikir untuk menutupi wajahku hanya karena luka bakar.”

“Oh? Jadi apa yang akan kau lakukan?”

“Luka bakar ini akan menjadi bagian dari diriku, seperti ekor dan telingaku. Bukti dari keunikanku.”

Lawrence sedikit terkesan dengan pernyataannya. Dia juga berpikir apakah dia akan merasa sama jika dia memang benar terluka seperti itu.

Holo menghentikan lamunannya.

“Aku tahu apa yang kau pikirkan.” Katanya.

Dibalik jubah itu, dia tersenyum dengan nakal. Di sudut mulutnya dia menyeringai, menunjukkan taring yang tajam.

“Mau melukaiku untuk melihatnya sendiri?”

Lawrence tidak terlalu segan untuk menjawab provokasinya, tapi dia memutuskan jika dia mengeluarkan pisau belatinya, situasi akan menjadi lebih buruk.

Sangat mungkin jika dia memang serius. Tapi kemungkinan besar, itu hanya adalah tingkah lakunya.

“Aku adalah seorang pria, aku tidak akan pernah bisa melukai wajah cantik seperti itu.”

Mendengarnya berkata seperti itu, Holo tersenyum bagaikan dia sudah menerima hadiah yang sangat dia nantikan dan mendekatinya. Bau yang manis bisa tercium dengan samar di sekitarnya, menggetarkan tubuh Lawrence. Tidak peduli dengan reaksinya, Holo mengendusnya, kemudian agak memundurkan dirinya.

“Kau mungkin sudah terkena hujan, tapi kau masih bau. Seekor serigala bisa mengetahui hal seperti ini.”

“Dasar, kau – “

Lawrence melontarkan pukulan yang setengah serius, tapi Holo bergerak dengan gesit ke samping dan dia hanya mengenai rambutnya. Dia tertawa, memiringkan kepalanya dan berlanjut.

“Bahkan seekor serigala selalu membersihkan dirinya. Kau memang pria yang baik, tapi kau juga harus tetap bersih dan rapi.”

Dia tidak tahu apakah dia hanya bercanda atau tidak, tapi mendengarnya dari seorang gadis seperti Holo membuatnya mustahil untuk membantah. Sejauh yang dia ingat, Lawrence hanya mempertahankan penampilannya hanya untuk membantunya di negosiasi profesional, tanpa berpikir untuk menarik perhatian wanita.

Jika mitra negosiasinya seorang wanita, dia mungkin tidak akan seperti ini, tapi sayangnya, dia belum pernah bertemu pedagang wanita.

Dia tidak tahu bagaimana untuk menjawab, jadi dia hanya membalikkan badan dan diam.

“Tapi, jenggotmu, terlihat bagus.”

Jenggot sedang yang tumbuh di dagu Lawrence memang selalu dipuji. Lawrence menerima pujian itu dengan santun, kembali berbalik untuk memandangnya, entah bagaimana terlihat sedikit bangga.

“Tapi aku lebih suka yang panjang.”

Jenggot panjang tidak terlalu populer di kalangan pedagang. Hal tersebut langsung terpikir oleh Lawrence, tapi Holo membuat garis dari hidungnya lewat pipinya dengan jari telunjuknya, melanjutkan olokannya.

“... seperti seekor serigala.”

Lawrence sekarang sadar kalau dia sedang di permainkan. Dia mengabaikannya dan berjalan ke pintu ruangan, meskipun merasa kekanak-kanakan. Holo terkekeh dan mengikutinya. Sejujurnya, dia tidak marah kepadanya.

“Akan ada banyak orang di sekitar perapian. Lebih baik kita berhati-hati.”

“Aku adalah Holo sang Serigala Bijak! Dulu kala aku berkelana di Pasloe dalam bentuk manusia. Tidak usah khawatir!”

Gereja dan penginapan yang jauh dai kota merupakan sumber informasi yang penting bagi pedagang. Khususnya gereja dimana menarik banyak jenis orang. Sebuah penginapan biasanya hanya terdapat pengembara miskin dan pedagang tua, tapi gereja berbeda. Seseorang biasanya dapat menemukan siapapun dari ahli pembuat bir sampai seorang bangsawan kaya di gereja.

Gereja yang ditempati Lawrence dan Holo menaungi dua belas tamu. Beberapa dari mereka kelihatan seperti pedagang, sedangkan sisanya terdiri dari berbagai profesi.

“Aha, jadi kau dari Yorenz?”

“Ya, Aku mengantarkan garam dari sana ke pelangganku dan mendapatkan bulu marten.”

Kebanyakan dari tamu duduk di lantai ruang utama, menyantap makanan mereka atau membersihkan kutu dari baju mereka. Satu pasangan memonopoli kursi di depan perapian. Meskipun namanya adalah “Aula Besar,” tapi ukurannya sebenarnya tidak terlalu luas, jadi dimanapun orang duduk di tempat yang ramai ini, api masih bisa mengeringkan pakaian mereka. Baju dari pasangan itu tidak terlihat basah, jadi Lawrence berpikir bahwa mereka adalah orang kaya, dan memberikan donasi yang besar ke gereja sehingga mereka bisa disana sesuka mereka.

Lawrence tidak salah, dia mendengarkan percakapan pasangan itu untuk mencari kesempatan agar bisa masuk dan mengikuti percakapan mereka.

Sang istri terlihat diam, mungkin karena lelah dari perjalanan, dan suaminya yang paruh baya itu menyambut percakapannya.

“Tetap saja, berkelana menuju Yorenz, bukankah itu sulit?”

“Itu tergantung dari seberapa cerdik pedagangnya.”

“Oh ho, menraik!”

“Saat aku membeli garam di Yorenz, aku tidak membayar dengan uang, tapi aku menjual gandum ke cabang yang berbeda di perusahaan yang sama di kota lain – tapi saat aku menjual gandum itu, aku tidak menerima uangnya, dan digunakan untuk mendapatkan garamnya. Jadi aku menyelesaikan dua pembelian yang berbeda tanpa uang.”

Sistem barter ini ditemukan oleh negeri dagang di sebelah selatan satu abad yang lalu. Saat guru Lawrence menjelaskannya ke dia, dia menderita mencoba memahami konsep terebut selama dua minggu sebelum akhirnya mengerti. Pria yang ada di depannya juga sepertinya belum pernah mendengar konsep ini dan kelihatannya juga susah untuk memahaminya hanya dengan mendengarkan penjelasannya satu kali.

“Begitu ya... penemuan yang aneh,” katanya, mengangguk. “Aku hidup di kota Perenzzo, dan kebun anggurku belum pernah menggunakan metode itu untuk menjual anggur. Apakah akan baik-baik saja?”

“Sistem barter ini ditemukan oleh pedagang yang ingin cara yang mudah untuk berjualan dengan orang dari berbagai penjuru. Sebagai pemilik kebun anggur, kau harus berhati-hati untuk tidak membiarkan penjual anggur mengklaim bahwa anggurmu itu jelek dan membelinya dengan murah.”

“Ya, kami selalu mempunyai masalah itu setiap tahun,” kata pria itu dengan tersenyum – tapi bagi akuntan yang dia pekerjakan, argumen dengan pedagang anggur yang mereka hadapi bukanlah sebuah bahan tertawaan. Kebanyakan pemilik kebun anggur adalah bangsawan, tapi hampir kebanyakan dari mereka tidak mengurusi pertanian dan penjualan produk mereka. Count Ehrendott, yang menurusi daerah Pasloe, merupakan pengecualian.

“Lawrence, kan? Lain kali kau di Perenzzo mampirlah ketempatku.”

“Tentu saja, terima kasih.”

Sebuah hal yang biasa di kalangan bangsawan, pria tersebut tidak menyebutkan namanya, menganggap namanya sudah dikenal. Orang biasalah yang harus memberi tahukan namanya.

Tanpa diragukan lagi jika Lawrence mengunjungi Perenzzo dan menanyakan siapa pemilik kebun anggur di sana, sudah pasti itu adalah pria ini. Tapi jika ini adalah Perenzzo, Lawrence mungkin tidak akan bisa bertemu dengannya seperti ini. Gereja adalah tempat terbaik untuk mendapatkan koneksi seperti ini.

“Kelihatannya istriku sudah letih, jadi aku pamit pergi dulu.”

“Semoga Tuhan mengizinkan kita untuk bertemu lagi,” kata Lawrence.

Itu adalah kalimat yang biasa diucapkan di gereja. Pria itu berdiri dari kursinya, bersama istrinya, memberi anggukan sopan sebelum meninggalkan aula. Lawrence pun juga mengosongi kursi yang pria itu minta dari sudut ruangan. Dia kemudian mengembalikan kursi itu kembali kesudut ruangan itu.

Orang-orang yang duduk di kursi adalah para bangsawan, ksatria, dan orang kaya. Kebanyakan orang juga tidak menyukai ketiga tipe tersebut.

“Heh-heh, kau memang orang yang tidak mudah dipermainkan, tuan!”

Setelah Lawrence merapikan kembali kursi dan kembali ke sisi Holo di tengah aula, seorang pria mendekatinya. Dilihat dari pakaian dan perilakunya, dia juga adalah seorang pedagang. Muka berjenggotnya terlihat muda. Dia mungkin belum lama bekerja sendiri.

“Aku hanyalah pedagang keliling biasa seperti yang lainnya.” Kata Lawrence kemudian. Di sampingnya, Holo menjadi tegap. Tudung yang ada dikepalanya bergeser sedikit, hanya Lawrence yang tahu kalau telinganya sedang gatal.

“Jauh dari itu, tuan. Sudah lama aku memang ingin berbincang dengan pria tadi tapi aku tidak menemui kesempatan itu. Tapi kau dengan mudah masuk. Membayangkan bahwa ke depannya lawan pedagang ku adalah orang-orang sepertimu membuatku dengan mudah kesulitan.”

Pria itu tersenyum, menunjukkan senyuman yang tidak mempunyai gigi depan, memberinya daya tarik tersendiri. Mungkin dia tersenyum untuk menarik perhatiannya. Sebagai seorang pedagang, dia tahu kapan dia bisa menggunakan penampilannya dengan sempurna.

Lawrence sadar dia harus berhati-hati.

Tetap saja, dia baru saja berbicara dengan orang seperti ini tadi, jadi dia menaruh usaha untuk pria ini.

“Itu tidak ada apa-apanya – saat aku baru mulai, semua pedagang yang sudah terbiasa terlihat seperti monster bagiku. Sebagian dari mereka menyerah. Tapi aku masih bertahan. Kau hanya perlu untuk terus berusaha.

“Heh-heh, lega mendengarmu berkata seperti itu juga tuan. Oh iya, ngomong-ngomong namaku Zheren – dan kau mungkin tahu tapi aku memang baru mulai menjadi pedagang. Aku mengharapkan kerjasama darimu, tuan!”

“Aku Lawrence.”

Lawrence ingat dulu saat baru mulai, dia juga memulai percakapan seperti ini dan frustasi dengan jawaban mereka yang dingin. Sekarang menghadapi pedagang muda ini, dia mulai mengerti mengapa mereka menjawab dengan dingin.

“Jadi, apakah... dia adalah pasanganmu?”

Kurang jelas apakah Zheren mengambil topik ini karena dia tidak punya apa-apa untuk diceritakan atau dia sedang melakukan kesalahan pemula dimana dia hanya ingin mendapat tanpa memberi. Jika ini adalah percakapan antara veteran, mungkin mereka sudah bertukar dua atau tiga informasi saat ini.

“Istriku, Holo.” Untuk sejenak Lawrence ragu, berpikir apakah dia harus menggunakan nama samaran, tapi akhirnya memutuskan bahwa itu tidak perlu.

Holo membungkuk sedikit sebagai sapaan saat namanya disebutkan.

“Wah, seorang istri dan seorang pedagang?”

“Dia memang tidak biasa, lebih memilih gerobak daripada rumah di desa.”

“Tetap saja, menutupi istrimu dengan jubah, dia pasti sangat berharga bagimu.”

Lawrence dengan enggan mengakui karisma yang dipunyai pria ini, mungkin dia adalah penipu dari kota. Untuk bagiannya, Lawrence sudah diajari oleh saudaranya untuk tidak mengatakan hal seperti itu.

“Heh-heh, tapi insting dari manusia adalah melihat apa yang tersembunyi. Tuhan telah mengumpulkan kita disini. Setidaknya kau bersedia menunjukkan istrimu kepadaku.”

Sungguh Kurangajar! Pikir Lawrence walaupun dia tahu bahwa Holo bukanlah istrinya.

Tapi sebelum Lawrence bertindak, Holo Berbicara.

“Perjalanan paling menyenangkan adalah saat sebelum dimulai, gonggongan anjing lebih ganas daripada anjing itu sendiri, dan wanita terlihat paling cantik dari belakang. Untuk menunjukkan wajahku di khalayak umum mungkin akan menghancurkan beberapa impian, maka hal itu tidak bisa kutunjukkan.” Katanya, tersenyum dengan lembut di bawah penutupnya.

Zheren hanya bisa tersenyum, tertahan. Bahkan Lawrence kagum dengan kelancarannya mendayu.

“Heh-heh... istrimu memang sesuatu, tuan.”

“Ini semua yang bisa kulakukan agar tidak di dominasinya.”

Lawrence setengah serius mengatakannya.

“Ya, tetap saja... aku sangat beruntung bisa bertemu kalian. Apakah kalian mau mendengarkan ceritaku sebentar?” kata Zheren. Kesunyian datang saat dia tersenyum dan mendekat ke pasangan tersebut.

Tidak seperti penginapan, gereja hanya menyediakan tempat beristirahat – bukan makanan. Tetapi, ada tungku yang bisa digunakan untuk memasak, jika orang tersebut memberikan donasi. Lawrence melakukan hal tersebut dan meletakkan lima kentang ke dalam panci agar matang. Tentu saja, kayu bakarnya juga harus dibeli.


Akan memerlukan waktu yang agak lama untuk memanaskan air, jadi Lawrence meratakan gandum yang ditinggali Holo dan menemukan kantong kulit yang tidak dipakai untuk digunakannya sebagai tempat menyimpan. Mengingat dia ingin menyimpannya di antara lehernya, Lawrence mengambil ikat kulit dan memasangnya ke dalam kantong itu. Harga dari kentang, kayu bakar, kantong, dan tali digabung cukup tinggi. Dia merenungkan apakah Holo harus menggantinya saat dia membawa kentang masuk ke ruangannya.

Karena tangannya penuh, Lawrence tidak dapat mengetuk pintunya – tapi telinga sensitif Holo dapat mendengar langkah kakinya. Saat dia memasuki ruang, Holo sedang menyisir bulu ekornya.

“Hm? Ada sesuatu yang berbau enak,” katanya, mengangkat kepalanya. Terbukti kalau hidungnya juga sama sensitifnya dengan ekornya.

Kentang itu dilapisi dengan keju kambing. Lawrence tidak akan menikmati kemewahan seperti ini jika dia sendiri, tapi karena sekarang dia mempunyai teman, dia memutuskan untuk berbaik hati. Reaksi senang Holo sudah membuat semuanya setimpal.

Lawrence menaruh kentang tersebut di meja samping kasur, dan Holo seketika mengambilnya. Saat dia hampir bisa mengambil kentangnya, Lawrence melempar kantong gandum kepadanya.

“Ap...oh. gandumnya.”

“Dan ini talinya, agar bisa kau ikatkan di lehermu.”

“Mm. Terima Kasih. Tapi saat ini kentang lebih penting,” katanya, melempar gandum itu, kemudian menelan ludah dan mengambil kentangnya. Sepertinya, makan adalah prioritas Holo.

Setelah kentang itu berada di tangannya, kentang itu langsung dibelah menjadi dua. Wajahnya bersinar dengan senang melihat uap yang keluar dari makanan itu. Dengan ekornya yang bergoyang-goyang dia kelihatan seperti seekor serigala, tapi Lawrence tahu jika dia berkata seperti itu kepadanya dia akan kesal, jadi dia hanya diam.

“Jadi serigala sangat menyukai kentang?”

“Aye. Kami tidak selalu makan daging. Terkadang kami makan tunas lembut dari pohon, kami makan ikan. Dan tanaman yang ditanam manusia lebih enak daripada tunas. Juga, aku menyukai cara manusia mengolah daging dengan api dan sayuran.”

Dikatakan bahwa lidah kucing tidak tahan panas, tapi sepertinya lidah serigala tidak masalah dengan hal tersebut. Holo memegang setengah dari kentangnya di tangannya dan memasukkan semua potongan itu kedalam mulutnya setelah meniupinya dua atau tiga kali. Lawrence merasa kalau dia telah menggigit lebih daripada yang bisa dia kunyah, dan benar kelihatannya dia tersedak. Lawrence memberinya air, dan dengan itu Holo berhasil menelannya.

“Whew, aku terkejut. Tenggorokan manusia sangat sempit, sangat tidak nyaman.”

“Serigala langsung menelan semuanya kan?”

“Mm. tapi, kami juga tidak mempunyai ini, jadi kami tidak bisa mengunyah sesuka kami.”

Holo menarik ujung dari mulutnya, mungkin dia sedang berkata tentang pipinya.

“Tapi aku juga dulu tersedak saat makan kentang.”

“Oh ho.”

“Mungkin aku ditakdirkan untuk tidak cocok dengan kentang.”

Lawrence menahan diri untuk tidak memberi tahu Holo kalau kerakusannya yang membuat tidak cocok, bukan takdir.

“Kemarin,” dia lebih memilih bertanya, “Kau bilang kau bisa mengetahui jika seseorang sedang berbohong kan?”

Setelah mendengar pertanyaan itu, Holo berbalik menatapnya, tapi kemudian menoleh ke belakang dan menggerakkan tangannya.

Sebelum Lawrence menanyakan apa yang salah, tangannya berhenti bergerak, tertahan menghadap atas terlihat seperti sedang menangkap sesuatu.

“Masih ada kutu yang tersisa.”

“Mungkin karena bulumu itu, rumah yang nyaman bagi mereka.”

Memindahkan bulu atau barang anyaman biasanya melibatkan mengasapi mereka agar terbebas dari kutu, tergantung musimnya. Lawrence berbicara dari pengalaman, tapi Holo kelihatan terkejut, dan kemudian membusungkan dadanya saat dia berbicara dengan bangga.

“Yah, mungkin karena matamu yang tajam dalam melihat kualitas yang membuatmu bisa mengatakannya seperti itu!” dia berkata dengan angkuh. Lawrence memilih untuk tidak terlalu memikirkannya.

“Jadi memang benar kau bisa mengetahui kebohongan seseorang?”

“Hm? Yah, seperti itulah.” Mengayunkan tangan yang ada kutunya, kemudian Holo kembali fokus ke kentang.

“Seberapa bagus kau dengan keahlianmu itu?”

“Yah, aku tahu apa yang kau katakan tentang bulu ekorku tadi bukan untuk sebuah pujian.”

Lawrence, tercengang, tidak berkata apa-apa. Holo tekekeh-kekeh dengan senang.

“Tapi aku tidak sesempurna itu. Terserah kau ingin mempercayainya atau tidak,” kata Holo dengan nada menggoda, menjilat keju yang ada di jarinya.

Dia telah membodohinya lagi, tapi jika dia bereaksi atau membalas, itu hanya akan memberinya kesempatan untuk melakukannya lagi. Lawrence menenangkan diri dan mencoba lagi.

“Jadi biarkan aku bertanya ini – apakah cerita pemuda itu benar?”

“Pemuda?”

“Yang berbicara dengan kita di perapian.”

“Oh. Heh, ‘pemuda,’ katamu.”

“Apanya yang lucu?”

“Kalian berdua terlihat seperti pemuda bagiku.”

Jika dia membalas Holo hanya akan mempermainkannya lagi, jadi Lawrence menahan diri untuk tidak membalas.

“Heh. Mungkin kau lebih tua daripada dia. Untuk pemuda itu, kupikir dia berbohong.”

Lawrence menenangkan diri, ini membuktikan kecurigaannya.

Saat mereka berbincang dengannya di aula, Zheren si pedagang muda itu berkata kepada Lawrence tentang kesempatan mendapat untung.

Ada sebuah berita tentang koin perak yang akan diganti dengan campuran perak yang lebih tinggi. Jika berita itu benar, koin perak yang lama kualitasnya akan lebih jelek daripada koin yang baru, tapi nilai nominalnya akan sama. Tetapi, ketika ditukarkan dengan mata uang lain, koin perak yang baru akan lebih bernilai dari yang lama. Jika seseorang tahu terlebih dahulu mana koin yang akan diganti, dia bisa membeli dengan banyak, kemudian menukarkannya dengan yang baru, kemudian menyadari apa yang bisa didapat dari untung mentah ini. Zheren mengklaim dia tahu koin mana yang tersebar di penjuru yang akan diganti, dan aka membagi semua informasi dengan mengharap imbalan. Karena Zheren musti akan menawarkan hal yang sama kepada pedagang lain, Lawrence tidak sepenuhnya mempercayai ceritanya.

Holo memandang ke atas bak berpikir tentang percakapan tadi, kemudian memasukkan lagi kentang yang dia makan ke mulutnya dan menelannya.

“Aku tidak tahu bagian mana yang bohong, ataupun tahu maksud dari percakapanmu itu.”

Lawrence mengangguk dan mempertimbangkannya. Dia sebenarnya tidak menyangka akan mendapat sebanyak itu dari Holo.

Jika menganggap transaksi tersebut memang benar, Zheren mungkin berbohong tentang koinnya.

“Yah, spekulasi mata uang memang tidak jarang, tapi...”

“Kau tidak mengerti kenapa dia berbohong...kan?”

Holo mencabut tunas dari permukaan kentangnya dan memakan sisanya. Lawrence menghela nafas.

“Kau pikir berapa tahun yang aku butuhkan untuk mengerti itu?”

“Oh? Kau mungkin memanggil Zheren seorang pemuda, tapi kalian berdua terlihat sama bagiku,” kata Holo dengan bangga.

Di waktu seperti ini, Lawrence berharap Holo tidak terlihat seperti manusia. Untuk membayangkan Holo yang masih muda mengerti prinsip yang dia derita terlalu berat untuk diterima.

“Jika aku tidak disana, apa yang akan kau lakukan?” tanya Holo.

“Pertama aku akan mencari tahu kalau cerita itu benar atau tidak, kemudian aku akan berpura-pura percaya kepada ceritanya.”

“Dan kenapa begitu?”

“Jika itu memang benar, aku bisa mendapat untung hanya dengan mengikutinya. Jika hanya sebuah kebohongan, maka seseorang di suatu tempat sedang merencanakan sesuatu – tapi aku masih bisa bertahan jika aku tetap berhati-hati.”

“Mm. dan karena sekarang aku disini, dan aku sudah memberitahumu kalau dia berbohong, maka...”

“Hm?”

Lawrence akhirnya mengerti apa yang dimaksudkan. “Ah.”

“Heh, kan, tidak perlu menggerutuinya. Karena apapun pilihanmu kau akan tetap menerima proposalnya,” kata Holo, tersenyum. Lawrence tidak bisa membalas.

“Aku akan memakan kentang terakhir itu,” kata Holo, mengambil kentang itu dari meja.

Untuk bagian ini, Lawrence terlalu malu untuk membelah kentang yang ada di tangannya.

“Aku adalah Holo sang serigala bijak! Kau pikir berapa lama aku telah hidup daripada dirimu?”

Mood Lawrence memburuk hanya dengan mengkhawatirkan perasaannya. Dia mengunyah dengan keras kentangnya.

Dia merasa seperti seorang murid yang berkelana dengan gurunya lagi.


Keesokan Harinya, langit cerah musim gugur menyinari hari. Gereja sudah terbangun lebih awal dibanding pedagang, jadi saat Lawrence sudah bangun, rutinitas pagi sudah selesai. Lawrence mengantisipasikan hal ini dan sudah tidak terkejut, tapi ketika dia keluar untuk membasuh mukanya, dia terkejut melihat Holo berjalan di aula penyembahan dengan anggota gereja. Dia terlihat membungkuk dan memakai jubahnya, namun dia tetap berhenti dan berbincang dengan pengunjung gereja.

Pemandangan dimana penyembah setia sedang berbicara dengan Dewi panen yang keberadaannya selalu tidak di akui terlihat sangat menarik untuk dilihat. Walaupun Lawrence tidak berani untuk berpikir seperti itu.

Holo kemudian berpamitan dari kumpulan tersebut dan dengan tenang mendekati Lawrence yang tercengang. Dia menepukkan kedua tangannya ke depan dadanya dan berkata.

“Tuhan, berikanlah suamiku ini keberanian.”

Air sumur itu terasa sangat dingin karena musim dingin sudah mendekat. Lawrence tetap menyiramkan air itu ke kepalanya dan berpura-pura tidak mendengar tawaan Holo.

“Belakangan, gereja menjadi sesuatu yang penting.” Kata Holo.

Lawrence menggelengkan kepalanya untuk mengeluarkan air dari kepalanya, seperti yang Holo lakukan kepada ekornya kemarin.”Gereja memang selalu penting.”

“Menurutku tidak terlalu begitu. Di utara, mereka selalu berkata bagaimana Tuhan dan kedua belas malaikatnya menciptakan dunia dan manusia hanya memujanya. Alam bukanlah sesuatu yang diciptakan. Bahkan dulu aku berpikir,’kapan orang-orang ini mulai mengatakan lelucon seperti ini?”

Dewi panen yang umurnya berabad-abad ini berbicara bak seorang filsafat yang sedang mengkritik Gereja, menyenangkan untuk dilihat. Lawrence mengeringkan diri dan berpakaian. Dia tidak lupa memasukkan koin ke kotak amal yang disediakan. Seseorang diharapkan akan meninggalkan uang di kotak itu jika ingin menggunakan sumur, dan orang gereja akan memeriksanya. Siapapun yang terlihat tidak memberikan donasi akan diberi perkataan yang tidak menguntungkan kepadanya. Lawrence yang selalu berpergian membutuhkan semua keuntungan yang bisa dia dapat.

Tetap saja, yang dia lempar ke dalam kotak itu adalah uang perunggu yang sudah menghitam yang hampir tidak bisa dianggap sebagai uang.

“Aku rasa jika ini adalah tanda dari sesuatu yang berubah, maka...waktu sudah banyak berubah.”

Kemungkinan dia berbicara tentang daerah asalnya, dilihat dari expresinya yang membisu.

“Apakah kau juga sudah berubah?” tanya Lawrence.

“...” Holo menggelengkan kepalanya, entah bagaimana terlihat seperti anak kecil.

“Maka aku yakin daerah asalmu juga belum berubah.”

Meskipun masih muda, Lawrence sudah berpergian ke berbagai negeri, bertemu dengan banyak orang, dan mendapatkan banyak pengalaman, jadi dia pikir dia sudah cukup terkualifikasi untuk berkata seperti itu.

Semua pedagang keliling – bahkan mereka yang kabur dari rumah mereka – akan selalu merindukan tanah asalnya, karena di tanah orang asing, mereka hanya akan percaya kepada sesama warga negaranya.

Holo mengangguk, wajahnya sedikit mengangkat dari penutup wajahnya.

“Akan terlihat memalukan jika sang Serigala Bijak dihibur oleh dirimu.” Katanya dengan tersenyum, membalikkan kepalanya ke arah ruangan mereka. Dia memberinya tatapan dari samping yang bisa dianggap sebagai ungkapan terima kasih.

Sifatnya yang lihai, sangat tua, masih bisa Lawrence terima.

Sisi kekanak-kanakannya lah yang paling sulit dihadapi.

Lawrence berumur dua puluh lima tahun. Jika dia tetap tinggal di kota mungkin dia sudah menikah dan membawa istri dan anaknya ke gereja. Setengah dari hidupnya sudah berakhir, dan sisi kekanak-kanakan Holo menembus hatinya yang kesepian.

“Hey, apa yang kau tunggu? Cepat!” teriak Holo, memandangiya.

Baru dua hari sejak Lawrence bertemu dengan Holo, tapi sudah terasa sangat lama.


Lawrence memutuskan untuk menerima tawaran Zheren.

Akan tetapi, Zheren tidak akan bergantung kepada perkataannya dan memberinya informasi, dan juga Lawrence tidak bisa langsung membayar lunas. Dia harus menjual bulu-bulunya terlebih dahulu. Kedua pria itu pun memutuskan untuk bertemu di tepi sungai di kota Pazzio dan mentanda tangani kontrak formal dengan saksi publik.

“Kalau begitu, aku akan melanjutkan perjalananku, saat kau tiba di Pazzio, cari penginapan yang bernama Yorend, kau bisa menghubungiku di sana.”

“Yorend kan? Baiklah.”

Zheren tersenyum saat dia mulai pergi, mengangkat karung yang berisi buah kering ke bahunya dan pergi.

Selain berdagang, tugas penting dari seorang pedagang muda adalah menjelajahi banyak daerah, familiar dengan barang lokal, memastikan wajahnya diingat. Untuk mencapai tujuan tersebut, sangat baik untuk membawa sesuatu yang tahan lama agar bisa dijual di gereja atau penginapan dan digunakan sebagai alasan untuk memulai perbincangan, seperti buah dan daging kering.

Lawrence memandangi Zheren, merasakan nostalgia pada saat dia belum mempunyai gerobak.

“Apa kita tidak pergi dengannya?” tanya Holo saat sosok Zheren lama-lama menghilang di kejauhan. Setelah memeriksa sekitar dan tidak ada yang memandang, dia kembali merawat bulu ekornya.

Mungkin karena dia harus menutupi kepalanya dengan tudung, dia tidak memperdulikan kerapian rambut cokelatnya, hanya mengikatkannya ke belakang sepanjang tali serat rami. Lawrence merasa seharusnya dia merapikan rambutnya, tapi dia tidak mempunyai sisir untuk ditawarkan kepadanya. Dia berniat untuk membeli sisir saat tiba di Pazzio.

“Kemarin hujan seharian, jadi dia akan lebih dulu sampai dengan berjalan daripada kita yang naik gerobak. Dia tidak perlu menunggu kita.”

“Benar, pedagang selalu datang tepat waktu.”

“Waktu adalah uang.”

“Ho-ho! Sebuah perkataan yang menarik. Waktu adalah uang katamu?”

“Selama kita masih punya waktu, kita bisa membuat uang.”

“Memang benar. Walaupun aku tidak berpikir seperti itu,” kata Holo, memandangi ekornya.

Ekornya cukup panjang untuk melingkari sampai lututnya. Bulu miliknya mungkin akan bisa dijual mahal.

“Aku membayangkan petani yang kau jaga selama berabad-abad berpikir seperti itu.”

Sesaat setelah Lawrence mengatakan hal tersebut, dia menyadari bahwa dia seharusnya tidak mengatakannya. Holo meliriknya bak berkata “Aku membiarkanmu kali ini.” Tersenyum dengan kekanakan.

“Hmph. Dari mana kau melihatnya? Para petani tidak peduli sama sekali dengan waktu. Udara yang mereka pedulikan.”

“Aku tak paham.”

“Mereka bangun dini hari, mengerjakan lahan di pagi hari, membersihkan rumput liar di sore hari, memutar tali pada saat hujan. Khawatir dengan tanaman mereka pada cuaca berangin, melihat tanaman mereka tumbuh di musim panas, merayakan panen di musim gugur, dan di musim dingin mereka menunggu musim semi datang. Mereka tidak memikirkan waktu – sepertiku, hanya memikirkan cuaca.”

Lawrence tidak bisa mengatakan bahwa dia sepenuhnya mengerti maksud dari Holo, tapi ada beberapa hal yang dia mengerti. Dia mengangguk, terkagum, yang sepertinya memuaskan Holo, dia membusungkan dadanya dan mengendus dengan bangga.


Sang Serigala Bijak terlihat tidak merasa malu.

Saat itu juga, seseorang yang terlihat seperti pedagang lain ada di seberang jalan.

Meskipun telinga Holo tersembunyi oleh tudung, ekornya masih terlihat jelas.

Pedagang yang lewat melirik ekor Holo, dia tetap diam.

Kemungkinan besar dia tidak menyadari bahwa itu adalah sebuah ekor. Lawrence berpikir bahwa jika pedagang itu adalah dia, dia akan berpikir jenis bulu apakah itu dan seberapa harganya.

Tetap saja, dalam hal tetap terlihat normal, itu adalah hal yang berbeda.

“Kau cepat, tapi kurang berpengalaman.”

Nampaknya setelah selesai merawat, ekornya dia masukan kembali ke bawah roknya sambil berkata. Wajah dibalik tudung itu adalah seorang gadis yang terlihat berada di tengah masa remajanya, yang terkadang menunjukkan ciri khas yang lebih muda.

Namun, kata-katanya menunjukkan bahwa dia adalah seseorang yang lebih tua.

“Tetap saja, orang akan semakin bijak saat bertambah umur.”

“Kira-kira butuh berapa ratus tahun?” Lawrence berniat menggodanya.

Terkejut, Holo tertawa keras. “Ha-ha-ha-ha! Kau cepat belajar ternyata!”

“Mungkin karena kau sudah tua dan lambat?”

“Heh-heh. Kau tahu kenapa kami para serigala menyerang manusia di gunung?”

Lawrence tidak dapat mengimbangi Holo yang tiba-tiba bertanya hal seperti itu, dia pun hanya menjawab kebingungan, “Er, tidak tahu?”

“Itu karena kami ingin memakan otak manusia dan mendapatkan pengetahuan mereka.” Holo tersenyum, menunjukkan taringnya.

Meskipun hanya bercanda, Lawrence secara tak sadar tetap gemetar mendengarnya.

Beberapa detik berlalu, dia sadar kalau dia kalah.

“Kau masih seekor anak anjing. Bukan lawanku.”

Holo menghela nafas. Lawrence menggigitkan giginya dan mengeluarkan ekpresi frustasi.

“Tetap saja, apakah kau pernah diserang oleh serigala di gunung?”

Sebuah perasaan aneh ditanyai pertanyaan seperti itu oleh seoang gadis yang memiliki telinga, taring dan ekor. Dia sedang berbicara dengan seekor serigala – serigala yang sama dengan yang ada di gunung.

“Aku pernah, mungkin...delapan kali.”

“Mereka sangat susah untuk ditangani bukan?”

“Iya. Anjing liar masih bisa ku tangani, tapi kalau serigala adalah masalah besar.”

“Itu karena mereka ingin makan banyak manusia, untuk mendapatkan –“

“Aku minta maaf, oke? Jadi hentikan.”

Ketiga kalinya Lawrence diserang serigala, dia adalah bagian dari karavan.

Dua pria dari karavan tersebut tidak terselamatkan. Teriakan mereka masih terngiang di telinga Lawrence sampai sekarang.

Mukanya terlihat tanpa ekspresi.

“Oh...”

Nampaknya sang Serigala Bijak telah mengetahuinya.

“Maafkan aku,” kata Holo dengan penuh sesal, melosot, dan hampir menyusut.

Lawrence telah diserang oleh serigala berkali-kali. Dengan ingatan tersebut kembali terngiang di kepalanya, dia tidak ingin menjawab

Ceprat, ceprot, terdengar suara kaki kuda di jalan yang berlumpur.

“...Apa kau marah?”

Serigala yang rumit – dia harusnya tahu kalu dia bertanya seperti itu, dia tidak ingin berkata sebenarnya kalau dia memang marah.

Jadi dia menjawab.”Ya, aku marah.”

Holo melihat Lawrence dengan diam. Saat dia menoleh balik dari sudut matanya, dia melihat Holo cemberut – dia terlihat sangat menawan sampai dia hampir memaafkannya.

“Aku memang marah. Tolong jangan bercanda seperti itu lagi.” Dia akhirnya berbalik ke padanya.

Holo mengangguk dan melihat kedepan. Sekarang dia kelihatan sangat lembut.

Setelah diam beberapa waktu dia berbicara lagi. “Serigala hanya hidup di gunung, tapi anjing hidup bersama manusia. Itula kenapa serigala lebih susah.

Dia mungkin seharusnya tidak menghiraukannya, tapi jika dia melakukannya maka percakapan akan menjadi susah. Dia berbalik sedikit ke arahnya dan memberi tanda kalau dia sedang mendengarkan.

“Hm?”

“Serigala hanya tahu kalau mereka sedang diburu manusia, dan mereka menganggap manusia adalah makhluk yang menakutkan. Jadi kami selalu berpikir apa yang harus dilakukan jika mereka memasuki hutan kami.”

Holo memandang ke depan saat berbicara, terlihat sangat serius oleh Lawrence.

Dia tidak berpikir bahwa dia mengarang cerita itu, dia mengangguk pelan.

Tapi ada sebuah ketidakjelasan yang membuatnya khawatir.

“Apakah kau pernah-“

Namun Holo menghentikannya sebelum selesai. “ada beberapa hal yang tidak bisa aku jawab.”

“Oh.” Lawrence mencela dirinya sendiri karena bertanya tanpa berpikir dulu. “Maaf.”

Holo kemudian tersenyum. “Sekarang kita impas.”

Seorang yang berumur dua puluh lima tahun memang bukan tandingan sang Serigala Bijak.

Tidak ada percakapan lagi setelah itu, tetapi sudah tidak ada suasana canggung diantara keduanya. Kudanya terus berjalan, dan sebentar lagi hari akan berganti menjadi malam.

Seorang pedagang tidak pernah melanjutkan perjalanannya pada malam hari jika hari itu hujan. Jika gerobaknya terjebak di lumpur, tujuh dari sepuluh kemungkinan barangnya akan ditinggalkan.

Untuk mendapat untung yang stabil pedagang keliling harus meminimalisir kerugian, dan jalanan terdapat penuh bahaya.

Holo tiba-tiba berbicara, berbaring di tumpukan bulu dibawah langit yang dia janjikan akan dia bersihkan besoknya.

“Di dunia yang kita tinggali ini, kau dan aku, sangat berbeda.” Katanya.




TL: MobiusAnomalous
EDITOR: Isekai-Chan

0 komentar:

Posting Komentar