Minggu, 11 April 2021

Kuma Kuma Kuma Bear Light Novel Bahasa Indonesia Volume 2 : Chapter 31. Beruang Pergi Memeriksa Ibu Fina yang Sakit

Volume 2
Chapter 31. Beruang Pergi Memeriksa Ibu Fina yang Sakit


Hari ini adalah hari libur. Seperti Fina, aku juga menggunakannya untuk beristirahat.

Aku telah belajar banyak hal satu bulan terakhir ini, contohnya ketika levelku naik, maka kemampuanku akan bertambah. Saat ini, aku sudah memiliki tujuh kemampuan.


Fantasy World Language: kemampuan untuk memahami bahasa dunia lain. (Seandainya aku tidak memiliki kemampuan ini, kehidupanku di dunia ini akan susah.)

Fantasy World Literacy: kemampuan untuk membaca dan menulis tulisan dari dunia lain. (Inilah alasan aku bisa mendaftar sebagai petualang.)

Bear extra Dimensional Storage: penyimpanan yang mampu menampung segala sesuatu kecuali makhluk hidup. (Meskipun sudah ku teliti, aku masih belum tahu seberapa besar dan banyak kapasitas yang mampu ditampung oleh penyimpanan tersebut.)

Bear Identification: kemampuan untuk memeriksa status dari sebuah alat atau senjata. (Yah, kurasa semua game pasti punya fitur seperti ini.)

Bear Detection: kemampuan untuk mendeteksi keberadaan orang atau monster. (Dengan kemampuan ini berburu monster jadi lebih mudah.)

Bear Map: secara otomatis memetakan tempat yang pernah kudatangi. (Sebuah sistem pemetaan otomatis, seperti yang biasa kalian temukan dalam game-game RPG. Berkat kemampuan ini aku tidak perlu takut akan tersesat.)

Bear Summoning: kemampuan untuk memanggil beruang dari sarung tangan beruang yang kukenakan. (Sangat praktis untuk bepergian, bertarung, atau mengawal seseorang. Kekurangannya adalah, aku tidak bisa membawa masuk beruangnya ke kota.)


Selain dari kemampuan di atas, aku juga memiliki sihir. Menurut sudut pandang orang-orang di dunia ini, mempelajari sihir itu butuh kerja keras, tapi dalam kasusku, aku dapat dengan mudah menggunakannya dengan menyalurkan mana ke set perlengkapan beruang milikku. Di sisi lain, tanpa set perlengkapan tersebut, aku tidak bisa menggunakan sihir. 

Merapal mantra sambil membentuk gambaran mental akan berdampak langsung pada kekuatan dan bentuk dari sihir yang akan dikeluarkan. Sebagai contoh, saat aku merapal sihir api sambil membayangkan sebuah pemantik api bertenaga gas, aku mampu menciptakan sebuah api yang dapat melelehkan besi. Bahkan jika aku mengajari orang-orang di dunia ini sihir semacam itu, mereka kemungkinan tidak dapat mengeluarkan sihir yang sama persis seperti yang kukeluarkan, karena mereka belum pernah melihat jenis api semacam itu. 

Sihir es pun sama. Kurasa mereka tidak akan sanggup membayangkan bagaimana molekul di dalam air membeku. Mereka tidak mungkin mampu membuat gambaran mental sedetail itu jika pengetahuan yang mereka miliki masih setara dengan abad pertengahan. 

Aku teringat kembali saat Fina jatuh dan tangannya teriris. Sebagaimana mantra yang lain, jika kalian membayangkan sebuah jaringan otot dan lapisan kulit menutup, kalian dapat menyembuhkan sebuah luka dengan sihir penyembuh. Aku masih belum mencobanya, tapi aku yakin jika membayangkan lebih jauh sampai ke pembuluh darah atau yang semisalnya, maka hasilnya akan lebih baik.

Di atas itu semua, ada sihir yang dapat menyembuhkan demam dan penyakit—semacam sihir yang kalian gunakan untuk menghilangkan status negatif seperti poison (racun) dan paralysis (lumpuh) dalam sebuah game. Pasti sangat hebat untuk bisa menggunakan sihir semacam itu, dengan catatan, kalian harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang bakteri dan kuman.


Saat aku termenung memikirkan tentang kemampuan dan sihir apa yang akan kucoba, aku mendengar sebuah suara dari pintu masuk. Ada sebuah penghalang di sekitar rumah beruang yang mencegah siapa pun masuk kecuali orang yang kuizinkan. Sekarang ini, cuma Fina seorang yang kuberi izin akses keluar masuk.

Saat aku tiba di lorong menuju lantai satu, seketika Fina melompat ke arahku. 

"Yuna-san!"

Tampaknya ada yang aneh. Fina gemetar saat menggenggam lenganku. 

"Ada apa?" Aku memegang pundak Fina dan menatap wajahnya. Matanya merah, basah dengan air mata. 

"Y-yuna-san, i-ibu..."

"Tenanglah."

"Penyakit ibu semakin parah...dan meski sudah kuberi obat...sakitnya tidak mereda...aku mencoba meminta bantuan Gentz-san, tapi...dia bilang akan pergi untuk mencari obat dan masih belum kembali... A-apa yang harus kulakukan?"

"Oke, aku paham. Bisakah kau antar aku ke rumahmu?" Ada kemungkinan aku dapat menyembuhkan ibunya, tetapi aku benci melakukan uji coba di waktu yang segenting ini.

Kami pun pergi menuju rumah Fina.


Rumahnya kecil. Apakah Fina benar-benar tinggal di sini bersama ibu dan juga adik perempuannya? Ibu Fina terbaring diam di atas tempat tidur, dengan napas tersengal. Seorang gadis kecil menangis di sisi kasur, dan Gentz berdiri di sampingnya. 

"Gentz-san?!"

"Maaf aku terlambat."

"Apakah kau dapat obat untuk ibu?"

"Maaf," jawab Gentz dengan wajah tertunduk.

Ibu Fina meraih kepala anak gadisnya dengan tangan gemetar dan mengelusnya dengan pelan. "Gentz, jika terjadi apa-apa denganku...kumohon...tolong rawatlah anak-anak ini."

"A-apa yang kau katakan? Memangnya apa yang akan terjadi padamu?!" Teriak Gentz.

"Gentz...aku telah banyak menyusahkanmu. Terima kasih banyak atas obatnya dan semua yang telah kau lakukan pada Fina." Keringat membasahi dahi wanita tersebut saat mengatakannya.

"Tidak apa-apa. Jika kau beristirahat, kau akan membaik. Jangan memaksakan diri untuk bicara. Aku akan menjaga kedua anak ini, kau fokus saja pada kesembuhanmu."

"Shuri...Fina...kemarilah, ibu ingin melihat wajah kalian."


"Ibu!" Kedua gadis itu berteriak secara serempak dan bergegas ke sisi kasur.

"Maafkan ibu karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk kalian. Dan terima kasih, Fina, Shuri."

Raut kesakitan tercampur dalam senyum miliknya. Dia tampaknya sudah mencapai batas. Matanya terpejam rapat menahan rasa sakit.

Aku mencoba bertepuk tangan untuk menenangkan semua orang, tapi berkat sarung tangan beruang ini, tidak ada satu suara pun yang keluar. Untung saja, mereka memperhatikan apa yang kulakukan.

"Yuna-san?"

"Aku tidak tahu apakah aku bisa membantu atau tidak, tapi aku akan coba memeriksanya, kalian berdua tolong minggirlah."

Fina menarik adiknya yang sedang menangis menjauh, dan memeluknya. Aku berdiri di samping tempat tidur sembari menatap ibu Fina. Usianya nyaris mendekati angka tiga puluh dan dia tampak sangat kurus. Kemungkinan kebutuhan nutrisinya tidak tercukupi. 

"Tolong bertahanlah sedikit lagi."

Aku meletakkan kedua tanganku pada tubuh si ibu yang sakit dan menuangkan mana ke dalam sarung tangan beruang yang kupakai. Aku membayangkan entah itu virus, kuman, bakteri, atau apapun itu, terangkat(menghilang) dari setiap sel-sel miliknya. 

"Cure."
<TLN: obati.>

Aku tidak perlu merapal, tapi akan lebih mudah untukku membuat gambaran mental saat aku mengucapkannya. Mantra tadi membungkus tubuh ibu Fina dalam cahaya. Raut kesakitan berangsur-angsur menghilang dari wajahnya, dan napasnya mulai stabil. 

Apakah berhasil? Kondisinya masih tampak lemah.

"Heal," rapalku, kali ini aku membayangkan sebuah sihir yang akan mengembalikan stamina miliknya.
<TLN: sembuhkan>

Mata ibu Fina perlahan terbuka. Dia kemudian duduk di atas kasur seakan tidak terjadi apa-apa. 

"...huh, tubuhku sudah tidak sakit lagi?"

"Ibu!" Dua anak gadis itu berlari ke arah ibu mereka. 

"Kelihatannya itu berhasil." 

"Nona, apa yang baru saja kau perbuat? Apakah dirimu ini semacam priest atau cleric tingkat tinggi—maaf, itu tidak penting sekarang. Apapun yang barusan kau lakukan, terima kasih," ucap Gentz, matanya berlinang air mata sembari ia menggenggam tanganku.

"Yuna-san, terima kasih!" Fina ikut menangis. 

"Permisi, terima kasih banyak. Apakah kamu yang menyembuhkanku?"

"Tolong jangan banyak bergerak dulu," kataku. "Kita masih belum tahu apakah kau sudah benar-benar sembuh atau belum." Lagipula, yang kulakukan tadi cuma mengembalikan sedikit stamina miliknya menggunakan sihir. Kondisi tubuhnya masih belum pulih sepenuhnya.

"Jadi, berapa biayanya? Seperti yang kamu lihat, aku tidak punya apa-apa yang bisa kugunakan untuk membayarmu saat ini..."

"Tunggu! Aku yang akan menanggung biayanya. Nona, aku belum bisa membayarnya sekarang, tapi aku pasti akan membayarnya nanti. Tolong jangan lakukan apapun pada keluarga ini!"

Apa mereka pikir aku ini orang jahat? Aku telah menyembuhkanmu, jadi bayar aku! Kalau tidak, aku akan mengambil putrimu! Yah, seandainya aku adalah tipikal penjahat sekaligus seorang lolicon, kurasa mungkin aku akan berkata seperti ini...

"Heh heh heh, jadi kau tidak bisa membayarnya? Bukankah masih ada kedua putrimu yang manis ini?"

Jelas, aku perlu menyelesaikan kesalahpahaman ini. 

"Aku tidak butuh uang. Aku hanya ingin melindungi senyum Fina," ucapku sambil mengelus kepala Fina. Tampaknya, yang kuucapkan tadi begitu membuat Fina tersentuh, dia langsung memelukku. Aku merasa sedikit bersalah...

"Tapi..."

"Baiklah, tapi jika ada yang bisa kulakukan untukmu, katakan saja," ujar Gentz.

"Akan kulakukan apapun begitu tenagaku pulih."

Apapun! Itu mereka yang bilang, bukan aku.

"Kalau begitu, akan kubuat kalian melakukan sesuatu yang cuma kalian berdua mampu lakukan."

"..."

"..."

Aku menatap Fina dan adiknya.

"Fina, belilah sesuatu yang lezat bersama adikmu. Jangan lupa belikan juga ibumu makanan yang bernutrisi."

Aku mengeluarkan uang dari penyimpanan beruang milikku dan menyerahkannya pada Fina. 

"Tapi..."

"Tidak perlu khawatir. Ibumu akan baik-baik saja, jadi pergilah."

"Baiklah, aku paham. Shuri, ayo pergi."

Aku menyaksikan mereka pergi dengan bergandengan tangan, lantas kembali beralih kepada Gentz dan ibu Fina.

"Apa yang kamu ingin kami lakukan?"

"Aku ingin kalian berdua tinggal bersama demi Fina dan juga adiknya."

"...huh?"

"...apa?"

Mulut mereka ternganga.

"Aku tahu kau menyukai ibu Fina, Gentz." Aku mendengarnya langsung dari Fina.

"K-kau..."

"Tidak perlu mengelak. Bahkan Fina sendiri sudah menyadarinya. Dan untukmu, kau sepertinya cukup mempercayai Gentz sampai-sampai tadi mau menyerahkan kedua putrimu dalam perawatannya, jadi itu artinya kau tidak membencinya, kan?"

"Yah, itu..." Wajahnya sedikit memerah.

"Bukan berarti hubungan kalian nanti akan mengganggu anak-anak itu. Di samping itu, Gentz bekerja di guild, jadi dia punya penghasilan tetap. Aku agak khawatir melihat kalian, tiga orang perempuan, hidup seorang diri. Aku akan merasa lebih tenang jika Gentz ada bersamamu, kau tahu?"

"Tapi..."

"Kau menyukai ibu Fina, kan, Gentz?"

"Itu..." Gentz menelan ludah. Kemudian, dia menatap ibu Fina. "Tiermina, m-maukah kau menikah denganku? Aku sudah lama mencintaimu. Mungkin tidak sopan terhadap Roy, tapi aku benar-benar mencintaimu!"

"Gentz..terima kasih."

Mereka berdua butuh semacam privasi, jadi aku diam-diam pergi meninggalkan ruangan tersebut—atau setidaknya, aku mencoba untuk melakukannya, sebelum Gentz memanggilku. 

"Kau mau kemana?"

"Pulang. Sisanya adalah urusan internal keluarga ini."

"Oh. Jadi, um terima kasih," dia berterima kasih padaku dengan malu-malu.

"Pastikan kau melakukan tugasmu dengan benar sebagai seorang ayah untuk Fina dan yang lain."

"Ya, serahkan padaku."

"Jika kondisinya kembali memburuk, tolong panggil aku."

Aku pergi meninggalkan rumah Fina dan pulang ke rumah.




TL: Boeya
EDITOR: Zatfley

0 komentar:

Posting Komentar