Sabtu, 17 April 2021

Kuma Kuma Kuma Bear Light Novel Bahasa Indonesia Volume 2 : Chapter 32. Fina Meminta Tolong Kepada Beruang

Volume 2
Chapter 32. Fina Meminta Tolong Kepada Beruang


Saat aku bangun di pagi hari, ibu terlihat kesakitan. Memang biasanya kondisi ibu buruk, tapi ini berbeda. Dia seperti tidak sadar. Tidak peduli berapa kali aku memanggil namanya, dia tidak menjawab. Aku mencoba berulang kali untuk membuatnya minum obat, tetapi, bahkan setelah ia meminumnya, tidak ada yang berubah. Keringat membanjiri dahinya. 

Adik kecilku Shuri sangat khawatir. Dia sudah dari tadi berada di sisi tempat tidur, memanggil-manggil Bu, Ibu. Aku tidak bisa membiarkannya seperti ini. 

"Shuri, tolong jaga ibu."

"Kak?" Dia menatapku khawatir.

"Aku akan pergi menemui Gentz-san. Tenang saja. Gentz-san pasti akan melakukan sesuatu."

Aku mengelus lembut kepalanya dan langsung berlari menuju rumah paman Gentz. Di jam segini, dia masih belum berangkat kerja. Untungnya, masih belum banyak orang yang berlalu-lalang di jalan. Begitu sampai, aku langsung mengetuk pintu rumahnya dengan keras. 

"Gentz-san! Gentz-san!"

Paman Gentz keluar setelah mendengar suara ketukan pintu. "Ada apa? Mengapa kau pagi-pagi begini sudah datang?"

"Ini soal ibu."

"Apa yang terjadi pada Tiermina?!"

"Ibu sakit. Sakitnya lebih buruk daripada sebelumnya." Air mataku sudah tidak dapat terbendung lagi. "Kondisi ibu tidak kunjung membaik."

"Aku akan segera ke sana."

Paman Gentz mulai berlari. Aku ikut berlari mengikutinya secepat yang aku bisa. Aku tidak bisa menemukan sosok paman Gentz begitu tiba di depan rumah. Itu karena dia berlari jauh di depanku. Ternyata dia sudah di dalam, memanggil-manggil nama ibu. Tetapi, ibu sama sekali tidak merespon.

Paman Gentz berbalik ke arahku dan Shuri. "Aku akan pergi mencari obat. Kalian tolong jaga ibu kalian."

Aku dan Shuri menggenggam tangan ibu. Aku berdo'a, tolong, selamatkanlah ibu. Aku akan melakukan apapun, tapi tolong jangan ambil dia dari kami. Kumohon...

"Bu..."

"Fina, Shuri..."

"Ibu!" 

Ibu akhirnya sadar. Do'aku terkabulkan.

"Fina, Shuri, maafkan ibu."

Kenapa ibu malah meminta maaf? Ibu tidak salah apa-apa. Mata ibu berlinang, meneteskan air mata.

"Bu..."

"Mungkin ini sudah waktunya bagi ibu. Jika nanti ibu mati, tolong temuilah Gentz-san. Ibu yakin dia akan menolong kalian."

Ibu terlihat kesakitan saat mengucap kata-kata. Apa ibu akan mati? Aku tidak mau hal itu terjadi.

"Kalian berdua, tolong maafkan ibu. Ibu sungguh minta maaf karena kalian memiliki ibu seperti ibu."

Ibu memegang tangan kami dengan cengkeramannya yang lemah. Aku penasaran sudah berapa lama waktu berlalu semenjak paman Gentz pergi. 

Dia belum kembali. Mungkin baru beberapa menit waktu telah berlalu, tetapi rasanya sudah seperti berjam-jam. Kumohon cepatlah kembali, aku kembali memohon.

"Ugh."

Rasa sakit yang diderita ibu kian memburuk. Seseorang, tolong. Tangan mungil milik Shuri mencengkeram erat tanganku. Aku tidak boleh menyerah.

"Shuri." Aku menatap mata Shuri. Dia tampak gelisah. "Terus pegangi tangan ibu."

Aku melepas genggaman tangan Shuri dan memindahkannya ke tangan ibu.

"Kak?"

"Mungkin Yuna dapat melakukan sesuatu."

Aku meninggalkan ibu dalam penjagaan Shuri dan berlari ke rumah Yuna. Aku belum boleh menyerah. Aku dapat melihat rumah beruangnya. Aku langsung membuka pintu tanpa mengetuknya.

"Yuna-san!"

Ada Yuna di dalam. "Ada apa?"

"Y-yuna-san, i-ibu..."

Aku tidak bisa mengatakannya. Suaraku tidak mau keluar.

"Tenanglah."

"Penyakit ibu semakin parah...dan meski sudah kuberi obat...sakitnya tidak kunjung mereda...aku mencoba meminta bantuan Gentz-san, tapi...dia bilang akan pergi untuk mencari obat dan masih belum kembali...A-apa yang harus kulakukan?"

Saat aku menatap wajah Yuna, air mataku tidak berhenti mengalir. Aku sudah jauh-jauh datang kemari, tapi Yuna bukanlah seorang dokter. Tetap saja, aku beranggapan, jika ini Yuna, mungkin dia dapat melakukan sesuatu. 

Yuna dengan lembut meletakkan tangannya di atas kepalaku. "Baiklah, aku paham. Bisakah kau antar aku ke rumahmu?" Ujarnya sambil tersenyum lembut.

Aku pun membawa Yuna ke rumahku.


Ketika kami tiba di rumah, paman Gentz telah kembali. Mungkinkah dia berhasil mendapatkan obatnya? "Gentz-san?!"

"Maaf aku terlambat."

"Apakah kau dapat obat untuk ibu?"

"Maaf." Katanya sambil menundukkan kepala. Seandainya itu adalah obat yang mudah didapat, kemungkinan paman Gentz sudah berhasil mendapatkannya. Dia sudah banyak membantu kami. Aku tidak bisa marah padanya. 

Aku mendekat ke kasur. Ibu tampak begitu kesakitan sampai-sampai aku tidak tega melihatnya.

"Gentz, jika terjadi apa-apa denganku...kumohon...rawatlah anak-anak ini."

"A-apa yang kau katakan? Memangnya apa yang akan terjadi padamu?!" Teriak paman Gentz.

"Gentz...aku telah banyak menyusahkanmu. Terima kasih banyak atas obat dan semua yang telah kau lakukan pada Fina." "Tidak apa-apa. Jika kau beristirahat, kondisimu akan membaik. Jangan memaksakan diri untuk berbicara. Aku akan menjaga kedua anak ini, kau fokus saja pada kesembuhanmu."

"Shuri...Fina...kemarilah, biarkan ibu melihat wajah kalian."

"Ibu!" Kami berdua menangis.

Aku tidak dapat melihat wajah ibu dengan jelas, disebabkan air mata yang membasahi mataku. Ibu memeluk erat kami. Aku nyaris tidak merasakan tenaga dari tangan ibu. 

"Maafkan ibu karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk kalian. Dan terima kasih, Fina, Shuri."

Mata ibu terpejam rapat.

"Terima kasih, Gentz."

Seolah-olah ibu sudah tidak akan membuka matanya lagi. Aku menggenggam tangan ibu, tapi tidak ada respon darinya. Ibu sudah tidak mampu membuka matanya lagi. Mungkin, aku sudah tidak akan mendengar namaku dipanggil lagi olehnya.

Ibu, Ibu, Ibu.

Aku tidak bisa berhenti menangis.

Terdengar suara aneh di belakangku. Saat aku berbalik, ternyata itu suara Yuna bertepuk tangan. 

"Yuna-san?"

"Aku tidak tahu apakah aku bisa membantu atau tidak, tapi aku akan coba memeriksanya, kalian berdua tolong minggirlah." Yuna meminta kami untuk menyingkir. "Tolong bertahanlah sedikit lagi," kata Yuna kepada ibu. 
Yuna meletakkan tangannya di atas tubuh ibu. 

"Cure."

Tubuh ibu menyala. Cahaya yang terpancar dari sihir benar-benar indah, dan terasa hangat, seakan-akan, untuk sesaat, aku mampu merasakan kehadiran dewa di sana. Napas ibu mulai stabil. Aku tidak dapat mempercayainya. Sampai tadi, ibu tampak sangat kesakitan, tapi sekarang dia sudah mulai bernapas seperti biasa.

"Heal."

Kali ini Yuna merapal mantra yang berbeda. Mata ibu yang terpejam perlahan terbuka, dan—seakan tidak terjadi apa-apa—ibu bangkit dari tempat tidur. 

"...huh, tubuhku sudah tidak sakit lagi?"

"Ibu!"

"Kelihatannya itu berhasil."

"Nona, apa yang baru saja kau perbuat? Apakah dirimu ini semacam priest atau cleric tingkat tinggi—maaf, itu tidak penting sekarang. Apapun yang barusan kau lakukan, terima kasih." Paman Gentz mengucapkan terima kasih pada Yuna. Oh, benar juga—aku belum berterima kasih padanya!

"Yuna-san, terima kasih!"

Paman Gentz dan ibu mulai mendebatkan bagaimana cara mereka membayar Yuna. Aku pernah mendengar dari paman Gentz bahwa satu-satunya cara untuk menyembuhkan penyakit ibu adalah dengan mendatangkan seorang priest, dan itu perlu biaya besar. Kami tidak punya uang sebanyak itu.

Yuna telah menyelamatkan ibu. Jika perlu, aku akan mengorbankan hidupku untuk membalas kebaikannya—tetapi Yuna mengatakan sesuatu yang tidak disangka-sangka.

"Aku tidak butuh uang. Aku hanya ingin melindungi senyuman Fina."

Aku hampir menangis lagi. Mampukah aku membalas semua kebaikan Yuna selama sisa hidupku nanti? 

"Tapi..."

"Baiklah, tapi jika ada yang bisa kulakukan untukmu, katakan saja,"

"Akan kulakukan apapun begitu tenagaku pulih."

Benar. Kami tidak bisa menerima kebaikannya begitu saja, meskipun Yuna sendiri telah berkata kalau dia tidak butuh balasan apapun. Jika ada sesuatu yang mampu aku lakukan untuknya, aku akan melakukannya. 

Aku melihat sudut kanan bibir Yuna terangkat saat mendengar paman Gentz dan ibu mengatakan "apapun,"

"Kalau begitu, akan kubuat kalian melakukan sesuatu yang cuma kalian berdua mampu lakukan." Kata Yuna tanpa pikir panjang. 

Suasana di dalam ruangan semakin berat. Apa yang Yuna ingin mereka berdua lakukan? Yuna menatap sekeliling sebelum akhirnya menyuruhku dan Shuri membeli sesuatu. 

"Fina, belilah sesuatu yang lezat bersama adikmu. Jangan lupa belikan juga ibumu makanan yang bernutrisi."

Dia memberiku sejumlah uang. Apakah Yuna berencana menyuruh ibu dan paman Gentz melakukan sesuatu yang kami tidak boleh tahu? Aku ingin tetap berada disini dan mendengarnya, tapi...aku juga ingin membelikan ibu sesuatu yang bergizi untuk dimakan. Seperti yang Yuna perintahkan, aku pun pergi bersama Shuri.




TL: Boeya
EDITOR: Zatfley

0 komentar:

Posting Komentar