Selasa, 09 Januari 2024

Tate no Yuusha no Nariagari Web Novel Bahasa Indonesia : Chapter 360: Sejumlah Pilihan

 Chapter 360: Sejumlah Pilihan



 
“Oi! Kau dengar aku, kan? Lakukan sesuatu!”

Sudah kali keberapa aku memanggil Panduan Empat Senjata Suci dan Gantungan Perisai? Hari ini sudah mau berakhir…
Orang tuaku mengingatkanku untuk pergi kuliah, tetapi ragaku tidak mau bergerak ke sana. Apa yang kau ingin aku lakukan?

“Oi!”

Aku membanting buku itu hingga tertutup.

“Raphtalia.”
“Iya?”
“…Mungkin kita sudah terlambat.”

Apa yang kami lakukan di dunia ini tidak menunjukkan hasil perkembangan apa pun, dan mungkin memang tidak ada yang bisa kami lakukan untuk dunia itu. Saat aku memikirkan hal itu, aku merasa bidang penglihatanku menjadi gelap gulita.

“Aku… pikir akan lebih baik jika aku berhenti membaca buku ini…”

Hari-hari saling menumpuk, dan aku tidak bisa terus membaca buku yang mencatat jalan menuju kematian rekan-rekanku.

“Lupakan semua ini, kita anggap saja tidak apa-apa selama ini…”

Mendengar kata-kataku, Raphtalia mulai meneteskan air mata.

“Tolong, jangan katakan hal itu.”
“Aku tahu, tapi…”
“Sampai semuanya berakhir, kamu tidak boleh menyerah.”
“…”
“Bukankah kamu ingin kembali ke dunia ini setelah membawakan perdamaian pada duniaku? Aku tidak suka ini. Hanya bisa menyaksikan akhir buruk yang membekas di hatiku.”
“Aku juga tidak suka.... tapi jika kita kembali lagi ke dunia itu, kita akan berbuat apa?”
“Apa yang bisa kita lakukan?”
“Aku tahu kamu sebenarnya sudah mengerti maksudku, kan?”

Pertanyaanku membuat Raphtalia terdiam. Benar, sumber kekuatan Medea masih belum diketahui. Bukan hanya itu, dia juga sudah menerima semua serangan Hero namun efeknya seperti digigit nyamuk.

Bahkan jika kami bisa melukainya, hanya luka gores saja. Mungkin memang sudah seharusnya kami tidak mengharapkan bisa menang darinya jika kembali sekarang. Tugas aku adalah melindungi. Tapi, karena peranku saja tidak cukup, aku tidak bisa berbuat apa-apa saat aku dikeluarkan dari sana. Aku bahkan tidak berpikir itu ada hubungannya dengan kemampuan atau apa pun.

“Baginya, pertarungan itu hanyalah sebuah permainan… bukan?”

Dewi itu memamerkan keunggulannya dengan begitu mudahnya. Tidak mungkin aku tidak putus asa atas kehilangan itu. Biarpun kami bisa kembali ke dunia itu, kami hanya akan mati lagi.

“Meski begitu… aku akan bertarung.”
“Raphtalia…”

Raphtalia meletakkan tangannya di wajahku.

“Naofumi-sa..n, andai kata kamu mendapat kesempatan untuk kembali ke sana, maka aku mohon untuk tetaplah berada di dunia ini. Aku... akan mengikuti jalan yang aku percayai selama ini. Aku tidak ingin memilih opsi yang membuat aku mati sia-sia.”

Perkataannya membuatku ingat atas kesalahanku, rasanya aku ingin memukul diriku sendiri karena menjadi pengecut.

“Benar… kita tidak bisa berhenti berjuang begitu saja karena kalah. Sekalipun kita mati di sana… itu demi apa yang kita yakini.”

Apa yang sangat aku takuti? Saat ini, memang ada wanita jalang yang mencoba mengakhiri dunia hanya karena ingin bersenang-senang. Medea bilang itu untuk naik level atau semacamnya. Memangnya aku akan membiarkan dunia itu hancur hanya karena alasan itu! Besok dan seterusnya, mari kami tingkatkan cakupan penyelidikan kami. Mungkin ada perpustakaan di luar sana yang memiliki buku seperti Panduan Empat Senjata Suci.

“Raphtalia, jangan remehkan aku. Jangan kira aku puas karena bisa lari, kembali ke dunia ini. Sewaktu aku bertemu dengan Roh Perisai dan Atla, aku mengambil keputusan di hadapan mereka. Aku akan membawa perdamaian ke dunia itu, dan hidup di dunia ini bersamamu setelah aku puas dengan hasil perjuanganku.”

Dalam sekejap, warna menghilang dari dunia, dan suara menghilang secara keseluruhan.

“A-apa!?”

Aku melihat ke luar jendela, aku melihat burung-burung di udara berhenti, sayap mereka terhenti mengepak di udara. Panduan Empat Senjata Suci mulai memancarkan cahaya redup dan melayang. Sebelum buku itu tidak pernah bereaksi seperti ini, apa yang terjadi?

Halaman-halamannya dengan cepat membalik maju mundur. Gantungan Perisai mulai memancarkan cahaya juga, dan cahaya itu membentuk sosok seseorang. Sosok itu adalah… Atla.

“Sudah lama tidak bertemu, Tuan Naofumi.”
“Atla… san.”
“Ya. Sudah lama sekali kita tidak bertemu, Raphtalia-san.”
“Atla? Mengapa kamu keluar dari Perisai? Apa kamu baik-baik saja?”
“Untuk saat ini, ya. Seperti yang kamu lihat, waktu di dunia Tuan Naofumi saat ini terhenti.”
“Ya…”

Aku sudah memahami itu begitu melihat keluar jendela, dan tidak ada suara yang masuk dari luar atau warna. Kalau di dunia lain, aku tidak akan terkejut, tapi di sini agak mengherankan.

“Apa ini benar-benar duniaku?”
“Ya, ini memang duniamu, Tuan Naofumi. Tapi dengan dampak dari sebab akibat pengusahaan agar Raphtalia-san bisa di dunia ini, kurang lebih itulah yang terjadi.”
“Hmm… Lalu? Lalu kenapa mereka melakukan itu padaku?”
“Ini sebuah hadiah… dari mereka.”

Atla menutup matanya sebagian. Sebuah hadiah? Hadiah yang diberikan ini cukup bagus dan mengenakkan bagi orang yang belum mencapai tujuannya. Oh, melihat ekspresi Atla, aku tahu ini apa yang akan kami bicarakan bukanlah hal yang menyenangkan.

“Dari Roh Perisai?”
“Ya. Sebagai tindakan darurat, Roh Perisai dengan terpaksa mengirimmu kembali ke dunia asalmu.”
“Ya, aku akan mati jika dibiarkan dalam keadaan itu.”
“Ya, sungguh suatu keajaiban kamu memiliki obat itu di dalam Perisaimu.”
“Obat?”
“Obat yang kamu masukkan untuk membuka Perisai 0.”

Ah, racun pengusir naga itu. Ternyata itu memiliki efek yang dapat melawan Dewa, aku jadi penasaran efek apa lagi yang dimiliki obat itu, apa benar ini bisa membuatmu menghindari kematian?

“Karena obat itu, Empat Hero Suci berhasil mempertahankan kekuatan asli mereka, dan Tuan Naofumi hampir tidak mampu melewati kematian.”

Itu berarti kemungkinan Ren dan Motoyasu masih hidup sangat besar. Selain itu, jika Hero lain mati sekali, mungkin tidak apa-apa.

“Biar kukatakan ini dulu, nyawa pengguna vassal tidak terjamin bisa terselamatkan. Tampaknya Raphtalia-san dihidupkan kembali termasuk keajaiban juga.” Dengan ekspresi agak cemberut, Atla mengatakan ini sambil menghadap Raphtalia. “Mungkin saja ini sebuah kesalahan, terjadi keajaiban kebetulan yang membuat Raphtalia bersama Tuan Naofumi, ini mungkin ada hubungannya dengan hatinya pada saat itu.”

Percikan tampak beterbangan di antara kedua wanita itu.
Apapun yang terjadi, Atla tidak pernah berubah.

“Oke, terus? Kenapa kamu baru datang sekarang?”
“Menurut Roh Perisai, dia ingin menanyakan apa yang ingin kamu lakukan mulai saat ini.”
“… Maksudmu melupakan segalanya dan hidup di dunia ini dengan damai, atau mati di dunia asing?”
“… Ya.”

Atla memberikan tanggapannya setelah beberapa saat terdiam. Pilihan tersebut cukup sulit. Selama satu minggu, aku tinggal di sini bersama Raphtalia. Bukannya aku merasa tidak senang menjalani hidup seperti ini. Hanya terasa sangat mudah.

“Roh Perisai mengatakan lawanmu terlalu kuat. Tidak ada cara yang pasti untuk mengalahkan musuh sekuat dia, karena skill 0 tidak ada efeknya sama sekali padanya.”
“Jadi mereka bukan tandinganku?”

Gelombang akan berakhir, bukankah terjadinya pemanggilan Empat Hero Suci karena mereka bisa memenuhi tugas mereka?

“Awalnya, mereka hanya akan menunggu hingga gelombang mereda, atau dalam situasi terburuk, ada kemungkinan untuk mencegah mereka dengan Skill 0.”
“Bagaimana itu terjadi?”

Aku merasa mendengar hal serupa darinya sebelumnya. Dalam perjalanan untuk mengatasi gelombang, hal itu akan berhasil. Seolah-olah mereka mempunyai kekurangan atau situasi yang tidak diuntungkan.

“Itu hanya sebatas... sebatas kekuatan yang diberikan oleh obat itu, bagi mereka yang punya fisik di dunia akan tidak diuntungkan jika menghadapi gelombang dalam waktu yang terlalu lama... itulah yang mungkin sering terjadi.”

Situasi yang tidak diuntungkan… Apakah Dewi jalang itu punya kelemahan? Pertama-tama, pasti ada alasan kenapa dia tidak pernah turun ke dunia ini. Untuk seseorang dengan kekuatan aneh seperti miliknya, aku yakin dia telah menghancurkan berbagai dunia sebelumnya.

“Tetapi dunia sudah berasimilasi.”
“Ya. Ini sudah… terlambat, kata Roh Perisai.”

Sangat terlambat… aku dipanggil sebagai Hero, dan aku datang jauh-jauh ke sini. Namun itu hanya berakhir dengan kata-kata itu? Tetapi…

“Memangnya kau kira aku akan menyerah semudah itu.”
“Tidak!”
“Pastinya tidak… jadi, Roh Perisai akan berusaha sebisa mungkin menggunakan semua kekuatan yang dimiliknya untuk membukakan jalan menuju dunia kita sebelumnya, sebuah jalan tanpa jalur kembali. Dia menanyakan keputusanmu.”
“Jadi ini tiket sekali jalan ke neraka?”
“Ya. Kali ini, jika kalah, maka itulah akhir hidupmu. Kamu benar-benar akan mati. Tidak… kematian mungkin merupakan salah satu nasib terbaik yang bisa kamu terima.”

Dewi bisa menggerakkan orang mati sesuai keinginannya. Jika aku mati, aku mungkin akan menjadi bonekanya. Merepotkan sekali.

“Meski tahu semua itu… tetapkah kamu bertekad untuk kembali?”

Sekalipun aku selamat, aku tidak bisa kembali. Itulah yang ingin disampaikan oleh Roh Perisai kepadaku.

“Aku… selalu bersama Tuan Naofumi. Raphtalia-san juga ada di sini. Aku merasa kasihan pada semua orang, dan Onii-sama, tapi… menyerah masih merupakan pilihan yang baik. Tak seorang pun di sana akan menyalahkan Naofumi-sama atau Raphtalia-san atas kekalahan yang menimpa mereka.”
“Aku tidak mau itu. Bagiku… Naofumi-sama, dunia, semuanya tak tergantikan.”
“Seperti yang diharapkan dari Raphtalia-san. Vassal Palu senang melihat keputusanmu.”
“Naofumi-sama, apapun keputusan yang kamu buat di sini, aku harus mengikuti jalan yang telah aku pilih. Aku mohon maaf.”
“… Tidak apa, Raphtalia. Sebelumnya aku pernah bilang itu padamu, kan?”

Ketika dia melakukan kenaikan kelas, dan di waktu lainnya, aku selalu mengatakan satu hal padanya. Aku ingin dia memilih kehidupan yang ingin dia jalani. Karena saat aku tidak bersamanya, dia harus memilih jalannya sendiri.

Dan dengan hak itu, Raphtalia telah memilih untuk kembali ke dunia aslinya, dan bertarung. Aku tidak punya hak untuk menghentikannya. Ini masalahku, dan masalahku sendiri. Jadi apa yang harus aku lakukan? Aku perhatikan dulu… jika semua kebahagiaan ini demi keputusan ini, maka kupikir aku akan mengutuk takdir saat aku menerimanya. Apapun kesimpulan yang kuambil, agar tidak meninggalkan penyesalan, aku ingin melindungi semua orang dengan mempertaruhkan nyawaku.

“Tampaknya kamu sudah memutuskannya…”
“Atla, maafkan aku. Aku harus menyia-nyiakan hidup yang kau korbankan untuk menyelamatkan hidupku.”
“Tidak… selama Tuan Naofumi puas, aku akan selalu mengikuti dan melayanimu.”
“Ya, aku akan kembali ke dunia itu. Meski itu akan menjadi akhir dari hidupku.”

Saat aku memberikan tanggapan, Gantungan Perisai dan Buku Panduan itu bersinar lebih terang, dan pilar cahaya muncul.

“Kalau begitu… begitu kamu memasuki pilar ini, kamu akan melintasi dimensi, dan kamu mungkin bisa sampai ke sana. Seharusnya begitu.”
“Oi, oi. Apa yang kau ucapkan tadi itu penuh keraguan.”
“Yah, memang beginilah situasinya. Tampaknya, jalur ini telah dihubungkan dengan kondisi sebaik mungkin untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik. Tapi masih perlu waktu agar semuanya bisa berjalan dengan baik.”
“Jadi begitu.”
“Rupanya, keinginan kuat Tuan Naofumi dan Raphtalia-san untuk kembali adalah salah satu faktor yang diperlukan.”
“Kedengarannya seperti alur cerita game lama.”

Dalam game itu, player menang pada akhirnya, dan mendapatkan Akhir yang Bahagia, tapi aku tidak punya banyak harapan untuk yang ini. Mungkin ada yang penasaran apakah aku takut atau tidak, aku sangat ketakutan. Dari awal aku bertarung, dalam semua pertarungan yang pernah aku ikuti, tidak pernah ada satu pun pertarungan yang tidak membuat aku takut. Dan aku belum pernah menghadapi makhluk tertinggi yang tidak dapat aku hadapi. Ya, aku yakin aku akan mati. Meski begitu, aku hanya tidak mau menyerah. Perasaan yang cukup aneh.

Saat aku datang ke dunia itu, sejujurnya aku ingin dunia itu hancur; tapi sekarang pikiranku penuh ingin menyelamatkan dunia itu. Apa yang mengubahku… Raphtalia, dan Atla. Rekan-rekan yang masih berjuang saat ini. Aku tidak yakin apa aku harus mengatakannya sendiri, tapi kepribadianku cukup buruk. Itu bukan yang terbaik. Tapi tetap saja, ini bukan firasat buruk.

Itu benar. Kami tidak kembali bukan untuk mati. Kami kembali untuk mencoba untuk menang. Jika perasaanku lah yang mengajakku ke dunia itu, maka aku ikuti saja apa yang aku yakini.

“Roh Palu setuju juga. Tolong hati-hati.”
“Ya terima kasih banyak.”

Saat Raphtalia menjawab, Atla tersenyum… dia berubah menjadi seberkas cahaya, dan menghilang. Kami mengumpulkan semua hal yang kami pikir akan berguna di dunia itu. Aku yakin itu tidak akan berguna, tapi setidaknya akan sedikit melegakan.

“Kalau begitu, kurasa waktunya kita berangkat.”
“Ya.”

Kami mengumpulkan keberanian kami, dan terjun ke dalam pilar cahaya.






TLBajatsu

0 komentar:

Posting Komentar