Rabu, 17 Januari 2024

Tate no Yuusha no Nariagari Web Novel Bahasa Indonesia : Chapter 361: Lawan dari Musuh Itu

 Chapter 361: Lawan dari Musuh Itu



 
Kami tidak ke sana untuk mati. Kami ke sana untuk melindungi semua orang. Aku menanamkan dengan kuat keinginan itu di pikiranku.

Meski kami tidak punya kekuatan untuk mengalahkan Medea, aku tetap akan ke sana. Tapi kalau bisa, aku ingin melindungi mereka. Bahkan jika aku harus mati.

Rasanya aku menabrak pada sebuah dinding dengan sangat keras. Tapi rasanya tak sakit sama sekali. Malah seperti menabrak busa.

Aku dikelilingi oleh kegelapan malam dan bintang-bintang bersinar di langit berukuran lebih besar dari biasanya. Bukan bintang, melainkan permata berbentuk bintang yang bersinar di sekitarku. Tapi di bawahku sangat gelap, aku tidak bisa melihat apa-apa di sana....  Aku melihat ke samping, aku menyadari bahwa Raphtalia tidak ada di sisiku.

“Raphtalia!”

Aku memanggilnya, tapi dia tidak menjawab.

“Raphtalia!”

Aku memanggil namanya berkali-kali, tapi tetap tidak ada jawaban. Apa aku berada di dunia lain? Aku memeriksa apakah aku bisa mengaktifkan Status Sihir-ku.
...Tidak ada reaksi.

Dengan bantuan cahaya bintang, aku mulai berjalan berkeliling di area tersebut. Aku menjejaki tanah yang landai selangkah demi selangkah saat bangkit. ... Sudah berapa lama aku berjalan? Perkiraanku sekitar 30 menit.

Di atas bukit, di atas sebuah batu besar, aku bertemu seseorang memakai jubah yang menutupi seluruh tubuhnya. Sosok itu sedang duduk di bawah sambil menatap langit malam. Di sekelilingnya ada banyak cahaya kecil beterbangan seperti kunang-kunang.

Bentuk tubuhnya... pendek. Setinggi pinggangku. Namun, tubuhnya cukup lebar, jadi kupikir dia pasti bukan manusia.

“Kau akhirnya tiba di sini... aku mengawasimu dari atas bukit.”

Begitulah, sosok berjubah itu berbicara kepadaku. Dia sedang mengawasiku? Dari bukit ini yang sedikit pencahayaan bahkan aku masih tidak bisa melihat kakiku dengan benar? Bagaimanapun, aku akan mencoba berbicara dengannya. Bagaimanapun hasilnya, aku mungkin akan bertarung dengannya.

“Aku sedang dalam perjalanan dan tersesat ke sini. Apa kau melihat seorang gadis cantik yang lewat sini?”
“Eh? Kau bicara apa?”

Orang ini terlihat sangat aneh. Jubah yang menutupi seluruh tubuhnya terlalu mencurigakan. Saat dia duduk, bentuk jubah yang dipakainya makin aneh. Ada sesuatu yang aneh di belakangnya. Kurasa aku berasumsi dia punya ekor. Demi-human atau mungkin Beastman. Kemungkinannya dia adalah salah satunya tinggi.

“Mungkin kau bisa beritahu aku dulu ke mana tujuanmu sekarang? Aku mungkin bisa membantumu.”
“Oh, kau baik sekali. Maaf, tapi aku tidak biasa langsung percaya orang begitu saja.”
“Oh begitu... Ya sudah, mau perkenalan siapa diriku dulu?” Dia turun dari batu dan mulai berjalan ke arahku sambil menanggapi ucapanku. Cahaya kunang-kunang itu menerangi tempat dia berjalan. “Terus terang saja, kalianlah yang mendatangiku. Itu sebabnya aku agak penasaran.”
“Apa?”
“Saat kau tiba di sini, apa kau tidak merasa menabrak sesuatu? Yang kau tabrak itu aku.”
“Jadi... begitu...”

Jadi itu salahnya?
Apa itu berarti kami gagal kembali ke dunia lain?

“Kau mengacaukan rencana kami!”
“Ke-kenapa kau marah? Aku hanya berjalan-jalan seperti biasanya. Yang tiba-tiba berubah haluan dan menabrakku adalah kalian, bukan?”
“Mu...”

Kalau dipikir-pikir, Atla memberitahuku untuk berharap dengan sungguh-sungguh bisa kembali ke duniaku. Sebaliknya, aku... justru ingin melindungi semua orang. Aku juga berpikir untuk mengalahkan Dewi itu. Pemikiran ini... apa mungkin ini yang mengubah jalur pengembalianku? Hah... Berarti, hanya Raphtalia yang bisa kembali? Apa yang harus kulakukan?

Perisai! Jawablah! Aku berpikir demikian ketika mengonfirmasi Gantungan Perisai. Sebuah cahaya keluar dari sana dan mulai mengelilingi sosok berjubah di hadapanku. Tunggu, bukankah kunang-kunang yang mengelilinginya adalah Para Roh Senjata?

“Kau... siapa kau sebenarnya? Kenapa ada banyak roh senjata yang mengelilingimu?”
“Kau bisa melihat mereka?” Sosok berjubah yang mencurigakan itu tampak terkejut. “Yah, meskipun kau bilang mereka menemaniku... sayangnya, aku tidak bisa melihat mereka, lho.”
“Apakah kau buta?”
“Tidak, bukan begitu. Aku tidak bisa melihat Roh atau makhluk semacamnya. Kupikir itu ada hubungannya dengan peraturanku?”

... Sesuatu berbunyi klik dan pria berjubah mulai mengeluarkan sesuatu dari dalam jubahnya. Apa itu senjata? Aku menguatkan diriku tanpa berpikir tapi sosok itu membuka genggamannya untuk menunjukkannya kepadaku. Itu adalah kalung yang tampak mahal dan memiliki ornamen yang rumit.

“Inilah yang menarik para Roh ke sini. Kau tahu, para Roh juga tidak bisa melihatku juga.”

Dia melemparkan kalung itu ke tanah di dekat kakiku. Dan roh-roh di sekitar sosok berjubah mulai berkerumun di sekitarnya. ... sepertinya dia tidak berbohong.

“Walau kau bertanya siapa diriku, aku tak yakin kau akan paham dengan jawaban yang kuberikan. Jika keadaan memungkinkan, aku ingin memberitahumu. Alasan bagaimana orang bisa berakhir di tempat seperti ini.”

Bahkan Roh Perisai mendekatinya. Mungkin ada gunanya mendengarkan apa yang dia katakan. Pertama-tama, ini tempat apa sebenarnya.

“Bolehkah aku tanya sesuatu?”
“Akan kujawab sebanyak yang kau mau.”
“...kalau begitu, dimana ini?”

Langit yang berbintang memang indah, tapi aku benar-benar tidak tahu ke mana aku berjalan. Bahkan dengan cahaya roh itu, tidak banyak yang berubah.

“Maksudmu tempat ini? Apa kau bisa mengerti kalau kusebut ini celah dimensi?”
“Apa?”
“Sebuah ruang antara satu dunia dan dunia lainnya. Setiap cahaya yang kau lihat melayang di langit adalah dunia lain.”

Pria itu mengarahkan jarinya ke langit saat dia menjawab. Saat aku memicingkan mata, aku bisa melihat bahwa itu memang bukan bintang. Itu seperti bola kristal yang melayang di angkasa? Tidak seperti bintang. Dan mereka lebih dekat dari yang kukira. Seolah-olah aku dapat menyentuh dan meraih salah satunya kalau punya tangga.

“Ini adalah celah yang kau datangi bisa menjadi jalur menuju berbagai dunia. Sepertinya kau datang dari dunia tanpa sihir, jadi kalau disederhanakan, ini seperti ruang angkasa? Ya, sesuatu yang mirip dengan itu. Dunia yang penuh kekacauan tanpa aturan. Manusia normal jelas akan tersesat di sini.”
“Yah... aku mengerti kalau akal sehat tidak berfungsi di sini.”
“Memang tidak.”

Aku menatap langit. Aku melihat bintang-bintang melingkar bersinar terang. Bola-bola ini, jadi masing-masing bola itu adalah sebuah dunia... mana yang bisa kuraih? Kecuali jika Roh Perisai memberitahuku, aku tidak mungkin mengetahuinya.

“Masih ada yang ingin kau tanyakan?”
“Ya... siapa kau?”

Anggap saja Roh Perisai bisa membimbingku kemana aku harus pergi. Sekarang kenapa roh ini mendekat padanya?

“Sebelum itu, aku ingin kau bercerita sedikit tentang dirimu. Kalau tidak, aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.”
“Mu...”

Ya, sebelum mendesak seseorang untuk mendapatkan informasi, sebaiknya kuberitahukan namaku dulu. Dalam dunia itu, aku menyembunyikan siapa peranku sebenarnya. Jika ingin dapat keuntungan, kau harus mencari tahu apa yang diinginkan orang lain terlebih dahulu. Artinya, aku harus membuatnya memahami situasiku. Jubahnya sudah mencurigakan sejak awal, tapi sepertinya dia menjawab pertanyaanku dengan jujur.

“Namaku Iwatani Naofumi. Dari dunia modern tanpa sihir, aku adalah seorang mahasiswa dan di suatu dunia, aku dipanggil sebagai Hero Perisai.”
“Oh? Seberapa maju dunia yang kau sebut modern itu?”
“...?”
“Kau tidak mengerti? Kalau memang ada begitu banyak dunia di luar sana berarti ada peradaban sihir, peradaban mesin, dan masih banyak lagi. Jadi kalau kau menyebut dunia modern ... apa dunia yang kau maksud itu dunia robot atau dunia sihir. Aku hanya ingin tahu seperti apa dunia yang kau sebut itu.”

Aku hanya bisa diam menanggapinya. Peradaban macam apa?
Seberapa berkembang duniaku sendiri? Aku selalu melihat isi Manga dan Game jadi hanya sedikit yang kutahu. Akan tetapi, aku hidup di duniaku sendiri dan dunia ajaib setengah abad sebagai perbandingannya. Jadi cukup sulit untuk menjelaskannya.

“Begini... Gambaran tentang kecenderungan dan strukturnya saja sudah cukup. Sudah berapa tahun dunia itu berdiri? Apa sudah ada robot AI yang hidup secara otonom? Seberapa cepat perpindahan dan penyebaran informasi di dunia itu?”
“Sekarang abad ke...”

Aku menjawab pertanyaan jubah itu sampai batas tertentu.
Dan dia mengangguk, seolah dia puas.

“Jadi begitu. Terima kasih. Jadi, kau dipanggil ke dunia lain oleh roh untuk meminjamkan kekuatanmu kepada mereka.”
“Yah... kau tidak salah.”
“Yah, begitulah kebanyakan pemanggilan saat ini. Lalu?”
“Ya, aku dipanggil ke dunia yang berada di ambang kehancuran. Di sana, aku melawan gelombang yang merupakan sebuah fenomena asimilasi dunia. Akan tetapi, seorang gadis yang menyebut dirinya Dewi menggunakan serangan misterius dan kukira aku telah mati, tapi ternyata aku dikirim kembali ke dunia modern. Setelah itu... yah, aku mencoba untuk kembali ke dunia di mana aku dipanggil sekali lagi.” Aku mempersingkatnya ketika menjelaskan situasiku kepada sosok berjubah itu. Dia mengangguk lagi dan lagi. “Semuanya sudah kujelaskan. Sekarang waktunya kau menjawab pertanyaanku.”
“Tentu saja. Kalau begitu, akan kujawab semua pertanyaanmu berdasarkan apa yang boleh dikatakan.”

Dia berdehem, sebelum berbicara sekali lagi.

“Aku adalah makhluk yang telah melintasi banyak dunia untuk membunuh orang yang kau lawan, seorang pembunuh para dewa. Sangat cocok dengan kondisimu, kan?”
“Apa-”

Tunggu, tunggu, tunggu. Apa maksudnya?
Seseorang sehebat itu benar-benar ada?

“Sepertinya kau tidak percaya padaku.”
“Tentu saja tidak. Kalau orang sepertimu ada, mengapa dia belum mati?”
“Hei, begini... tolong lihat ke langit.”

Seperti yang bilang, aku mendongak.
Dunia tanpa batas bertumpuk satu sama lain.

“Aku sendirian di sini? Jumlah orang yang merencanakan itu sama banyaknya dengan jumlah bintang di langit ini. Dan untuk jangka waktu yang lama, masalah seperti ini banyak yang muncul secara bersamaan. Tidak mungkin aku bisa menangani semuanya.”
“Sebanyak bintang di langit?”
“Ya. Karena kau terus mengikutiku sejauh ini, kurasa aku bisa memberitahumu makhluk macam apa mereka.” Sosok berjubah itu mulai menjelaskan satu per satu kepadaku. “Mereka umumnya merupakan hasil dari dunia yang terlalu kuno.”
“Kuno?”
“Kalau menggunakan standar dunia, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang tanpa akhir, menurutmu apa yang akan terjadi?
“Aku pun penasaran...”

Aku tidak terlalu suka terjebak dalam pola pikirnya, tapi mari aku coba pikirkan. Dunia dengan teknologi canggih. Dunia yang kukenal memiliki sihir, pahlawan, dan monster. Kalau harus menyebutkan genre, itu akan menjadi genre fantasi. Jadi yang bersifat teknologi adalah Sci-fi. ESPer dan robot raksasa. Hal-hal seperti itu akan bertarung.

“Dari Manga, aku menduga akan terjadi perang antar mesin dan robot canggih di ruang angkasa.”
“Setelah itu. Coba pikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.”
“... Aku tidak tahu.”

Ada banyak kemungkinan yang berbeda. Umat manusia bisa musnah, bisa terus maju, bisa juga bermigrasi ke bintang lain.

“Yah, jumlahnya sedikit, tapi ada yang berupaya menghentikan kehancurannya.”
“Aku... mengerti...”
“Pada akhirnya, penelitian tersebut membuahkan hasil dan masyarakat menjadi abadi. Tubuh yang tidak akan busuk tidak peduli seberapa banyak kau memotongnya. Jiwa yang tidak hancur tidak peduli berapa juta tahun berlalu.”

Hal ini sudah bertransisi ke ranah penciptaan sastra. Aku telah membaca cerita tentang tubuh abadi. Hasilnya selalu tak bagus. Meski begitu, jika mereka memodifikasi jiwa agar tidak hancur, mungkin mereka bisa bertahan dalam ujian waktu. Dan ini bukan hanya satu individu yang abadi, jadi menurutku itu bisa disebut penyelesaian satu peradaban.

“Ketika itu terjadi, selalu ada orang yang menyatakan dirinya sebagai dewa dan memandang rendah semua orang yang memiliki kesamaan dengan mereka. Hal seperti ini sebenarnya masih tak masalah. Mereka bergerak memperluas kendali dan menaklukkan seluruh dunia mereka. Lalu apa selanjutnya? Bagaimana kalau mereka melakukan ekspansi ke dunia lain?”

... Jadi begitu. Sederhana sekali. Bodoh sekali.
Hal-hal seperti itu terjadi di duniaku dan juga di dunia itu.

“Jadi mereka memulai invasi ke dunia lain?”
“Benar. Kali ini, mereka membawa keajaiban yang mereka sebut sains ke dunia lain dan berperang. Jumlah dunia yang mereka kendalikan pun meningkat. Untuk memenuhi keserakahan mereka, kurasa. Sebagian dari mereka terbunuh, tapi aku yakin sebagian besar akan sukses.”
“Itu lebih merepotkan dari apa pun. Jadi itu identitas mereka?”
“Tidak, itu hanya contoh. Mungkin ada yang berbeda. Ada banyak cara untuk naik ke level itu, bisa dibilang, menurutku dia condong ke sisi ajaib dari spektrum. Kau bisa membayangkannya sampai batas tertentu, bukan?”
“Kalau begitu beritahu aku. Apa tujuannya? Dia bilang dia ingin EXP.”
“Mungkin seperti yang dia katakan. Dia ingin menjadi lebih kuat.”
“Lebih kuat?”
“Ya. Dia mengisap sihir dan kehidupan dari dunia lalu mengubahnya menjadi kekuatannya sendiri. Dan jika itu terjadi, satu-satunya hal yang tersisa bagi dunia ini adalah kehampaan yang gersang. Yah, aku yakin jumlah dunia yang bisa dia ubah menjadi kekuatannya terbatas.”

Aku mencoba memahami penjelasan mendalam sosok berjubah itu. Jadi, dia datang untuk menyedot semua kekuatan dari dunia itu dan dia tidak bisa melakukan apa pun pada dunia tanpa sihir.

“Dia menggunakan serangan dengan hal-hal seperti tak terhingga, 100% ,dan tak terbatas dalam namanya. Jika kau tidak tahu persis apa yang dia lakukan... aku rasa itu adalah serangan konseptual. Karena dia menyerang masa lalu, sekarang, dan masa depan. Sepertinya dia bisa melakukan serangan sementara juga. Jika dia menyerang dunia paralel, dia benar-benar ingin kau mati, kawan.”
“Serangan konseptual...”

Aku mencoba mengingat serangan Dewi Sialan itu. Aku mati tanpa mengetahui apa pun. Mungkin itu masalahnya.

“Benar. Dia hanya menghadapi musuh-musuhnya dan menyatakan hal itu. Ini seperti logika permainan anak-anak. Caranya sebenarnya tidak penting, selama dia melihat pesan [Musuh Telah Mati]. Bahkan jika kau menggunakan segala hal yang ada di dunia ini, aku tidak yakin bisa mengalahkan musuh yang seperti itu. Dia dengan sopan memberitahumu bahwa dia lestari, kekal, dan abadi, atau sesuatu seperti itu. Dia sepertinya terobsesi dengan kecepatannya juga. Jadi dia pastilah maniak pertempuran.”

Menyampaikan pesan ke orang-orang... Sejujurnya, aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan, tapi mari kita lupakan akal sehat sejenak. Biasanya, kau harus melukai musuh dan mereka akan mati kehabisan darah. Jika kau mengesampingkan dampak serangan dan darahnya, musuh akan mati tanpa terjadi apa pun pada mereka. Aku benar-benar meragukan hal seperti itu mungkin terjadi, tapi dia pasti melakukan sesuatu yang gila dan tidak logis seperti itu.

“Melawan orang seperti itu... bagaimana aku bisa menang?”
“Jadi menurutku yang terbaik adalah menunggu seseorang yang posisinya mirip dengannya, bukan? Roh yang meminjamkanmu kekuatan mungkin sedang menunggu hal seperti itu datang.”
“Apa?”
“Ah maaf, aku lupa penjelasannya. Tentu saja, di setiap dunia yang mencoba menaklukkan dunia lain, ada dunia lain yang mencoba melindunginya. Ada jumlah dunia yang tidak terbatas di luar sana. Untuk hal kesenangan, untuk memuaskan rasa keadilan mereka, ada beberapa yang seperti itu juga.”

Rasa Keadilan, bukan? Masa lalu Itsuki, Motoyasu, dan Ren muncul di kepalaku.

Memang benar bahwa membantu orang lain dapat perasaan lebih baik. Jarang ada orang yang menerima ucapan terima kasih dari orang yang tak mereka sukai. Dan perasaan itu makin buruk dan makin besar pula kerusakan moral lawan mereka.

Tapi orang ini... caranya mengatakan hal itu terdengar seperti sedang menutupi sesuatu. Tidak, itu mungkin membuatku merasa lega. Kami hanya bercakap-cakap biasa, tapi sepertinya kami bukan sekutu, dan aku tidak yakin apakah aku bisa mempercayainya.

Tidak ada aturan pasti yang mengatakan musuh dari musuh adalah teman. Ada kemungkinan besar bahwa musuh dari suatu musuh adalah musuh lainnya.






TLBajatsu

0 komentar:

Posting Komentar