Volume 11
Chapter 12 - Keputusan
Kami berteleportasi ke Jam Pasir Naga dengan bantuan skill milik Raphtalia.
“Wah! Tuan Pahlawan Perisai?!”
Prajurit yang sedang berjaga berteriak kaget melihat kami tiba-tiba muncul. Para prajurit di kastil tampaknya sudah terbiasa dengan itu, karena kami cukup sering muncul dari sini.
“Aku kemari untuk mengurus Kenaikan Kelas rekan-rekanku.”
“Di.... dimengerti!”
Mereka mulai mempersiapkan upacara seperti ketika Raphtalia dan Filo naik kelas.
“Filo.”
“Apa?”
“Tergantung keadaannya, kau nanti pergi keluar gedung ini dulu ya.”
“Ke-kenapaa?”
“Apa kau mau, kejadian yang menimpamu dan Raphtalia terjadi pada mereka?”
Secara keseluruhan, kejadian itu tidak berdampak buruk pada kemampuan mereka berdua, tetapi tidak semua budak mungkin senang dengan itu. Dengan mengingat kejadian itu, kami harus memperhatikan Filo saat melakukan Kenaikan Kelas, karena kehadirannya dapat mengganggu hasilnya.
<TLN : Sedang membahas kejadian saat Ahoge Filo milih kenaikan kelasnya>
“Ugmm.... Baik. Orang Tombak tidak ada di luar, kan?”
Baiklah, Filo sudah setuju!
“Jika dia datang, panggil aku,” kataku.
“Tapi Tuan tidak melindungi Firo sebelumnya.”
Ugh.... Menurutnya apa yang bisa aku lakukan dalam situasi seperti itu?
“Filo, aku berjanji akan membereskannya entah bagaimana caranya, tolong nurut ya.” Raphtalia meyakinkan Filo, yang kemudian mengangguk dengan ragu.
“Okaaay.”
Trauma yang disebabkan oleh bajingan Motoyasu pada Filo tentu saja merepotkan.... Ngomong-ngomong, sudah waktunya untuk mereka melakukan upacara Kenaikan Kelas.
“Tunggu sebentar, semuanya,” kataku.
“Ada apa, Kak Perisai?”
“Aku mau menanyakan satu hal dulu pada kalian. Aku yakin kalian sudah tahu arti dari kita kemari? Yaitu agar kalian melakukan upacara Kenaikan Kelas. Untuk apa itu dilakukan?”
“Aku sudah dengar sebelumnya.”
Semua budak saling memandang dan mengangguk.
“Kalau begitu. Aku lebih suka kalian memilih potensi yang ingin kalian gunakan untuk masa depan nanti. Tapi ingat, masa depan yang aku maksud ini berbeda dari tujuan kita membangun ulang desa atau mengatasi gelombang.”
“Apa maksudnya, Kaka?”
“Selama ini, aku meminta kalian yang tertarik bertarung melawan gelombang untuk menaikkan level kalian sampai titik ini. Tetapi pada saat yang sama, kalian perlu memikirkan apa yang akan kalian lakukan setelah gelombang berakhir nanti.”
“....”
Raphtalia berdiri diam di sana, menatapku. Benar. Dalam upaya memperhatikan Raphtalia, aku memutuskan untuk membangun ulang desanya. Namun terlepas dari itu, penting bagi para budak ini untuk memutuskan masa depan mereka sendiri.
“Mulai saat ini, pikirkan kelas yang kalian ambil, bisa saja yang kalian ambil membuka jalan baru untuk membuka potensi kalian dan disaat yang bersamaan bisa juga menutup potensi kalian. Kalian sudah mengerti maksudku?”
Budak mengangguk. Setelah aku memastikan mereka mengerti hal itu, aku melanjutkan pertanyaan berikutnya.
“Ingat, mungkin akan ada kejadian yang tak terduga menimpa kalian. Bisa saja kalian tidak bisa memilih, dan secara otomatis terpilih pilihan Kenaikan Kelas terbaik yang akan menjadikan kalian paling kuat.”
“Memangnya itu bisa terjadi?”
Aku mengangguk dengan tegas.
“Raphtalia dan Filo keduanya menjadi korban dari fenomena ini.”
Keduanya masing-masing mengangkat tangan dengan cepat.
“Ini... Ahoge unik yang dimiliki Filo. Akan memilihkan jalan Kenaikan Kelas orang tanpa izin. Tapi pilihannya akan menghasilkan peningkatan besar dalam statistikmu.”
“Sungguh?!”
“Ya, tetapi hidup kalian setelah ini tidak hanya bergantung pada kekuatan bertarung. Jika ada hal atau tujuan yang ingin kalian penuhi, fokus saja pada bidang itu saja. Pasti akan membantu kalian suatu hari nanti.”
Aku tidak ingin mereka mengikuti dan jadi lebih kuat dengan mengorbankan kebebasan hidup mereka. Itu sebabnya aku ingin mereka memutuskan pemilihan kelas mereka sendiri.
“Tentu saja, aku cukup yakin Raphtalia dan Filo dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan tanpa masalah sekarang. Tetapi tidak ada jaminan itu akan berlaku kepada kalian.”
Itu tidak seperti kelas mereka telah membuat mereka menjadi manusia super sempurna. Aku yakin tidak ada yang sempurna di dunia ini. Itulah mengapa keputusan itu penting.
“Pastikan kalian pilih yang tidak akan pernah kalian sesali.”
Para budak mulai berbisik-bisik.
“Aku mengerti, Kaka. Aku... Aku ingin menjadi kuat. Jika ada potensi itu untukku bisa lebih kuat, aku tidak akan memilih jalan lain.”
Keel berbicara terlebih dulu dan mengangguk. Keel bertugas mengajarkan kedisiplinan para budak. Menderita cedera besar karena diserang oleh familiar Spirit Tortoise ternyata menjadi pengalaman yang baik baginya. Dia tidak bertindak gegabah selama pertempuran lagi. Aku tidak sabar untuk melihat bagaimana perubahannya sekarang karena dia bisa menggunakan bentuk therianthrope.
Seorang anak lelaki yang berdiri di sebelah Keel melangkah maju.
“Aku.... ingin memilih jalanku sendiri.”
“Baik. Oke, semuanya dibagi menjadi dua kelompok. Mereka yang ingin memilih dan mereka yang tidak.”
Para budak mengikuti perintahku dan mulai terbagi menjadi dua kelompok.
“Oke, Filo. Upacaranya dimulai dari mereka yang tidak mau memilih. Setelah giliran mereka selesai, nanti kau keluar dulu karena upacara bagi mereka yang mau memilih akan dimulai.”
“Okaaay.”
“Aku duluan!”
Keel mengangkat tangannya, kemudian mengulurkan tangan dan menyentuh Jam Pasir Naga. Dia pasti sangat bersemangat, karena ekornya terus bergerak-gerak. Lingkaran sihir muncul di bawah Keel dan sebuah ikon muncul di bidang penglihatanku.
“Whoa!”
Ahoge Filo muncul dan melompat ke ikon, mengganggu proses kenaikan kelas Keel. Sekeliling Keel dipenuhi asap, dan seperti apa yang terjadi dengan Raphtalia, statistik Keel semuanya melambung tinggi. Tapi... Aku merasa perbedaannya tidak sedrastis Raphtalia. Ya, Raphtalia selalu melakukan push-up dan berolahraga di waktu luangnya, jadi itu mungkin hanya karena dia lebih sehat secara fisik.
“Luar biasa! Tubuhku dipenuhi dengan kekuatan. Aku merasa bisa melakukan apa saja!”
Kami melanjutkan Kenaikan Kelas untuk para budak yang memutuskan tidak memilih dan hanya ingin bertambah kuat. Setelah mereka selesai....
“Oke, Filo, tunggu di luar dulu ya.”
“Yup, mengerti.”
Sudah waktunya untuk melakukan Kenaikan Kelas untuk para budak yang ingin memilih jalan mereka sendiri, jadi aku meminta Filo meninggalkan gedung. Itu mungkin cukup untuk mencegah gangguan. Seperti yang aku pikirkan, Kenaikan Kelas berjalan normal.
“Kaka! Kaka, aku ingin menunjukkan seberapa kuat aku sekarang! Ayo kita pergi berburu!”
“Boleh saja... Aku mungkin harus melihat seberapa kuat dirimu menjadi dengan mataku sendiri.”
Raphtalia, Filo, Rishia, dan Eclair yang menjadi lawan tanding bagi para budak di bawah bimbingan Wanita Tua, tetapi kenyataannya ada hal-hal tertentu yang hanya bisa kulihat.
“Baiklah, mari kita pinjam kereta dari kastil dan meminta Filo membawa kita ke suatu tempat yang ada banyak monsternya.”
“Ehh.... Firo takut ....”
Dia sangat khawatir kedatangan Motoyasu sehingga dia tidak ingin pergi sama sekali.... Dia dalam kondisi kritis.
“Jangan khawatir. Jika dia muncul lagi, cukup beri dia tendangan yang bagus dan kau akan baik-baik saja.”
Ya, memang ada yang kendor dari otak Motoyasu sekarang ini, tetapi dia bukan ancaman.
“Tidak apa-apa kok.... Pahlawan Tombak bukanlah orang jahat. Tapi, Filo masih ada salahnya karena selalu menendangnya begitu dia bertemu dengannya. Aku ragu siapa yang jahat sebenarnya...”
“Meski dia sudah memanggilmu Babi Tanuki, kamu masih mengampuninya? Raphtalia, kamu tumbuh jadi anak yang baik.”
Aku merasa sedikit sentimental, apa karena diriku melunak? Tidak, Itu mungkin karena interpretasiku terhadap respons Raphtalia yang baik namun membuatku sedikit bingung. Namun itu juga membuatku senang karena Raphtalia ternyata menjadi gadis yang jujur dan polos.
“Apa yang membuatmu emosional seperti itu? Aku belum pernah melihatmu membuat wajah itu sebelumnya....”
“Boo....” Pipi Filo menggembung seolah-olah sedang marah.
“Bagaimanapun juga, Filo, kau cukup berikan dia tendangan yang sama seperti biasanya ketika bertemu Motoyasu, aku yakin dia senang menerima tendangan darimu.”
“Okaaay.”
“Aku merasa seluruh percakapan ini benar-benar kacau, Kaka.”
“Kamu tidak salah, Keel-kun. Jika Pahlawan Tombak beneran muncul, kamu bantu aku mengendalikannya juga, ya?”
“Iya... Ayo! Aku tidak tahu apa jadinya nanti, tapi akan aku bantu!”
Aku merasa Raphtalia tidak sepenuhnya setuju dengan rencanaku.
“Bukan berarti aku tidak mengerti, tapi menendangnya itu agak...”
“Oh? Apa kamu tidak mengerti, jika Filo berhenti menendangnya hanya akan menambah masalah saja? Kapan lagi ada kesempatan bisa buru monster buas?” Raphtalia menyerah membalas ketika aku mengatakannya seperti itu. “Oke, Filo. Tarik kereta seperti biasa. Aku akan memesan kereta baru untukmu nanti, sok yang semangat ya.”
“Sungguh?!”
Mata Filo berbinar. Ya, kereta sebelumnya juga belum banyak digunakan. Selain itu, aku tidak bilang akan membelikan yang lebih bagus dari sebelumnya.
“Ya, tentu saja benar.”
“Oke, Firo usahakan bisa! Terus, pas ada Orang Tombak, tendang!”
Filo dengan bersemangat berlari ke kastil untuk mendapatkan kereta.
“Umm....”
Paman Imiya mengangkat tangannya, dia agak sungkan .
“Jangan khawatir. Aku berencana untuk mampir kesana juga.”
“Di.... dimengerti.”
Tak lama setelah itu, Filo kembali dengan kereta dan kami semua naik ke dalam.
“Filo, sebelum pergi kesana, mampir ke Toko Senjata dulu.”
“Okaaay!”
Kami semua menaiki kereta yang ditarik Filo, dan pergi menuju toko senjata. Ketika kami tiba, aku tutun keluar dengan cepat dan memasuki toko Pak Tua.
“Oh! Nak!”
Begitu aku memasuki toko senjata, Pak Tua sedang berdiri di belakang meja seperti biasa. Selalu ada rasa senang melihatnya. Kurasa aku benar-benar percaya padanya.
“Bagaimana hasilnya? Apa ada kemajuan dari pembuat armor atau perisai menggunakan material Spirit Tortoise?”
“Tidak sedikit pun. Bijih yang didapat dari gua Spirit Tortoise sangat sulit untuk diolah.”
“Oh?”
“Cukup sulit sekali mengolahnya, penempa besi yang lain juga sedang berlomba-lomba mencari cara pengolahan yang sempurna. Lihatlah sendiri hasilku yang ini.”
Hmm.... Aku rasa itu berarti sulit untuk membuat senjata dan peralatan dari material itu.
“Sangat mudah untuk menambahkan peningkatan dan opsi lain, dan karena bahannya sangat keras, perlu dibentuk langsung, bahkan bongkahannya saja sudah bisa menjadi senjata.”
Aku pernah melihat di Zeltoble. Aku ingat itu sangatlah mahal dan terlihat sangat kasar. Pedang dan tombak tampak seperti kulit kura-kura. Kurasa pedang itu hanyalah diukir dari bahan tersebut.
“Karena itu, kurasa tidak benar menyebut itu sebagai senjata. Tidak peduli mau sebagus apapun pengrajin yang mewujudkan itu. Kemungkinan yang terburuk, mungkin kita hanya bisa melihat palu yang terbuat dari material itu.”
“Jadi itu hanya masalah prinsip?”
“Yah, jika soal itu, maka itu tergantung dari skill pengrajinnya, sama sepertiku yang masih memikirkan itu. Tapi jika dibuat armor, tidak bisa semudah membentuk senjata.”
“Oh benarkah?”
“Benar. Kami tidak bisa menerapkan Teknik Air Wake. Tidak ada pengaruhnya sama sekali.”
Teknik Air Wake? Aku cukup yakin itu teknik yang membuat armor lebih ringan. Itu mengingatkanku pada efek Gravity Field yang dimiliki perisaiku. Efeknya sepertinya dapat menghasilkan medan gravitasi yang dimaksudkan untuk mengubah gravitasi dan itu muncul di banyak perisai seri Spirit Tortoise. Jika efek seperti itu hanya mempengaruhi sedikit material Spirit Tortoise, cukup masuk akal tidak cocoknya teknik Air Wake dengan material itu. Untuk perisai cukup bagus dimiliki, namun armor cukup tergantung pada itu.
“Materialnya sendiri cenderung berat juga.”
Cangkang Spirit Tortoise seharusnya cukup kuat untuk dapat menangkal serangan. Tapi masih cukup berat.
“Aku mencoba untuk membuatnya lebih ringan, tapi.... malah kehilangan pertahanan yang berharga.”
“Jadi begitu.”
Itu jelas material yang sulit diolah. Aku pikir Pak Tua masih belum berhasil menyelesaikannya, tetapi....
“Aku sudah membuat dua prototipe sebisaku. Lihatlah.”
Pak Tua membawaku ke dalam toko dan menunjukkan prototipe yang dibicarakannya tadi. Yang pertama sangatlah sederhana. Sebuah perisai sederhana, tanpa hiasan yang terbuat dari cangkang Spirit Tortoise. Masalahnya itu sangat besar dan tebal.
“Ini?”
“Ya.”
“Boleh aku coba angkat?”
“Silakan.”
Aku berusaha mencobanya, tetapi itu sangat berat. Aku bisa mengangkatnya, tetapi menggunakannya dalam pertempuran akan sulit. Aku tidak bisa mengayunkannya. Menyimpannya lagi kebawah sudah menyebabkan suara benda jatuh. Tapi ada masalah yang lebih besar. Weapon Copy tidak aktif. Dengan kata lain, ini tidak bisa disebut perisai. Aku tidak begitu yakin apa kriterianya, tetapi mungkin saja ini sebuah dinding bukan perisai. Tetapi aku sudah mulai merasa sedikit kesemutan efek dari penolakan perisaiku, ini membuatku bingung, sebenarnya ini itu apa.
“Bagaimana menurutmu?”
“Sepertinya ini bukan perisai.”
“Oh, jadi memang produk gagal.”
“Dan yang kedua?”
“Yang ini.”
Pak Tua memberiku perisai super tipis, semi-transparan yang terbuat dari cangkang Spirit Tortoise. Itu terlihat sangat cantik. Aku memegangnya. Cukup ringan untuk dibawa. Mengayunkannya juga seharusnya tidak menjadi masalah. Tapi... hmm? Yang ini lebih mirip perisai, tetapi masih tidak ada respons Weapon Copy.
“Heh. Ternyata kau juga merasakan hal yang janggal juga, Nak.”
“Apa masalahnya?”
“Aku berusaha sekuat tenaga untuk membuat perisai itu seringan mungkin. Efek sampingnya perisai itu tidak memiliki pertahanan. Satu pukulan akan menghancurkannya.”
Perisai sekali pakai? Atau lebih tepatnya....
“Ini piring makan, bukan?”
“Aku tidak bisa berkomentar. Tepat setelah aku selesai dibuat, aku melihat benda yang sama dijual di toko suvenir. Aku merasa ingin menangis.”
“Namun, ini lebih berat daripada kelihatannya.”
“Ya itu dia. Material ini sangatlah sulit....”
“Bukankah kedua prototipe ini agak ekstrem? Tidak ada gabungan keduanya?”
“Aku mengerti, tetapi mengolah material itu cukup sulit. Semuanya berakhir menjadi peralatan yang biasa-biasa saja.”
Material ini benar sulit diolah. Material ini adalah hadiah perpisahan dari Ost. Aku ingin memanfaatkannya. Akan lebih baik jika perisaiku dapat memodifikasi material dengan cara tertentu, tapi itu sepertinya tidak mungkin. Apa aku tidak bisa memberinya saran agar bisa ada pekembangan?
“Itu mengingatkanku. Saat aku di Zeltoble— “
Aku memberi tahu Pak Tua mengenai Spirit Tortoise Sword yang aku lihat di Zeltoble. Sekali lihat saja sudah cukup untuk mengatakan yang membuat pedang itu adalah pengrajin hebat.
“Jika kau menilainya setinggi itu, sudah pasti dia bukan pengrajin kaleng-kalengan, Nak. Jika aku bisa melihat dan menyentuhnya secara langsung, mungkin aku tahu cara membuatnya.”
“Maksudmu beli saja pedang itu? Lupakan saja. Aku tidak punya dana untuk pedang semahal itu.”
Mungkin saja bisa aku beli jika aku menjual senjata yang dibuatkan Pak Tua untuk kami, tetapi itu akan mengubah tujuan awal kami. Jadi ingat... menjual drop dari monster, senjata langka atau senjata unik juga merupakan pilihan. Barang-barang seperti itu jarang ditemui orang, mungkin bisa aku pertimbangkan.
“Ngomong-ngomong, aku satu budakku yang ingin kujadikan dia sebagai muridmu.”
“Siapa orangnya?”
Aku menunjuk Paman Imiya dari budak yang aku bawa sekarang.
“Sudah lama tidak berjumpa, bukan? Rupanya kau berhasil lulus dari ajaran Guru dan membuka toko senjatamu sendiri.”
“Oh! Ternyata kau, Tollynemiya!”
Namanya lebih panjang dari yang aku harapkan.
“Kalian saling kenal?”
“Iya.”
“Dari dulu sekali.”
Ternyata sewaktu Paman Imiya dan Pak Tua, mereka menjadi murid dari Guru yang sama.
“Tapi... aku terpaksa berhenti di tengah jalan. Karena terjadi berbagai macam masalah di kampung halamanku, belum lagi aku harus membantu membesarkan keponakanku Imiya, termasuk yang lain juga.”
“Waktu itu, situasi Guru juga sedang berat.”
“Meski sudah dikenal banyak orang?”
Itu agak aneh.
“Itu karena hubungannya dengan transaksi bisnis besar dan juga wanita. Guru kita kan penggoda wanita.”
Sepertinya Guru mereka terdengar seperti Motoyasu. Aku terbayang cara Motoyasu bertindak begitu memikirkan apa yang sedang dilakukan Master dari mereka berdua. Meskipun, Motoyasu yang aku tahu telah berubah menjadi fanatik Filo sekarang.
Aku penasaran seperti apa kehidupan Paman Imiya. Dia dan Imiya sama-sama menjadi budak, jadi aku tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan mereka waktu itu. Aku yakin dia akan memberi tahuku jika ditanya, tetapi memaksa orang bicara tentang ingatan menyakitkan mereka sendiri adalah sesuatu yang tidak aku sukai.
“Baiklah. Kalian sudah saling kenal. Kedepannya mudah kalau begitu.”
“Kurasa iya, tapi... aku tidak mengira tujuan pandai besi yang akan menjadi tempatku belajar lagi adalah tokomu.”
“Aku juga terkejut! Tapi ya aku memang bilang bisa menerima orang darinya agar jadi muridku, justru karena orangnya kau, aku jadi lebih mudah bekerja, apa salahnya?”
“Jadi teringat sewaktu kita belajar bersama.”
“Pak Tua, termasuk biaya menginapnya, aku perlu membayarmu berapa?” Tanyaku.
“Dia ini termasuk magang juga, aku tidak perlu bayaran karena bisa membuatnya bekerja keras.”
“Terima kasih sudah pengertian,” kataku.
“Hei... Jangan buat aku kerja keras sampai mati ya?”
“Kau ini bilang apa? Apa benar kau ini budaknya? Justru karena ada budak Pahlawan Perisai, aku bisa menghemat biaya masuk ke penambangan.”
Tidak banyak, tetapi dengan penyesuaian perisaiku, kurasa dia seharusnya lebih kuat daripada rata-rata manusia atau therianthrope. Aku Pak Tua mengajari orang dengan metode spartan juga. Paman Imiya tampak seperti karakter yang selalu mengisap pipa atau cerutu. Tapi dia tidak melakukannya. Dia hanya seperti pemuda desa.
“Aku hanya memberimu jatah kerja yang sama seperti dulu.”
“Aku pasti mati itu.”
“Ha ha ha! Secara mengejutkan tidak terlalu buruk.”
Pak tua dan Paman Imiya pergi mengobrol sambil mulai bekerja. Sepertinya semuanya akan beres dengan baik.
“Baiklah, kami masih ada urusan lain,” kataku.
“Aku mengerti. Akan aku palu dia dengan ilmu toko ini.”
“Aku harap kau bisa pilih sendiri, mau mengajari semua yang kau kuasai atau mendirikan toko senjata di tempatku.”
Aku ingin agar Paman Imiya membuat senjata dan peralatan saat kembali ke desa, tetapi itu akan tergantung pada apakah ia hanya cukup terampil untuk bekerja sebagai asisten toko atau apakah ia benar-benar dapat memberikan uang kepada Pak Tua.
“Aku belum terlalu memikirkannya. Bagaimanapun, aku perlu melihat apa yang bisa dia lakukan sekarang, sebelum membahas hal lainnya.”
“Aku terus bekerja sebagai pandai besi sedikit, tapi hanya itu saja.”
“Kau terlalu rendah hati. Aku perlu melihatmu mengayunkan palu untuk menilai skillmu yang sebenarnya.”
“Kalau begitu ayo kita lakukan.”
Paman Imiya selalu sangat sopan berbicara denganku, tapi kini itu tidak berlaku pada Pak Tua. Mereka seperti teman lama yang dipersatukan kembali. Itu agak menyenangkan. Paman Imiya.... Tollynemiya, kan? Aku akan memanggilnya Tolly.
“Baiklah, jika ada keperluan lain aku akan datang lagi. Jika perlu menghubungiku, kirimkan saja pesan ke desa atau kastil.”
“Akan kulakukan, Nak.”
“Imiya sudah bisa senang kembali seperti waktu kedua orang tuanya masih hidup. Aku juga ingin melakukan apa yang aku bisa untuk membantumu, Tuan Pahlawan Perisai. Aku akan melakukan yang terbaik untuk menguasainya.”
“Aku mengandalkanmu.”
Aku yakin jika mereka berdua bisa menyatukan ide dan mencari cara untuk mengolah material Spirit Tortoise yang bermasalah, hasilnya pasti akan ada.
Jadi kami meninggalkan toko senjata dan melanjutkan perjalanan.
0 komentar:
Posting Komentar