Selasa, 03 Maret 2020

Tate no Yuusha no Nariagari Light Novel Bahasa Indonesia Volume 11 : Chapter 8 - Berakhirnya Waktu Bermain Sebuah Game

Volume 11
Chapter 8 - Berakhirnya Waktu  Bermain Sebuah Game


“Hah?”

Kami sedang dalam perjalanan pulang ke desa karena gagal membujuk Motoyasu. Aku meminta Filo menarik keretanya karena mungkin kami bisa menjual barang saat perjalanan pulang. Tetapi ketika kami sampai di kota berikutnya, rupanya terjadi keributan di depan gerbang penjaga kota. Aku bisa mengabaikannya dan terus berjalan, tetapi....

“Kenapa mereka langsung dibebaskan tanpa kalian pastikan kebenarannya? Sedang aku tetap terus dicurigai!”

Aku mendengar suara yang familiar, jadi aku menghentikan kereta dan pergi untuk melihatnya. Aku tidak bisa melihat apa yang terjadi karena kerumunan yang berkumpul, jadi aku bertanya pada seseorang yang berdiri di dekatku.

“Ada masalah apa ini?”
“Katanya ada pahlawan yang menangkap bandit, tapi dia malah dicurigai.”

Skenario itu terdengar cukup familiar. Tapi, kalau aku yaa... mengambil uang para bandit dan membebaskannya.

“Eh .... bukankah kau Pahlawan Perisai?!”

Aku sudah dikenali. Tentu saja, ada kereta besar mencolok di belakangku dan Filo yang menariknya. Kerumunan membuka sedikit jalan padaku dan aku melihat siapa yang menyebabkan keributan. Para bandit berdiri di sana sambil tersenyum sementara Ren sedang berdebat dengan penjaga gerbang. Aku punya dugaan tentang apa yang terjadi. Bandit-bandit ini mencoba melakukan hal yang sama seperti saat aku menangkap mereka sebelumnya. Kupikir aku mungkin harus ikut menanganinya, jadi aku berjalan menuju Ren melalui celah kerumunan.

“Yo.”

Ini mungkin menjadi berbahaya jika dia menggila lagi, jadi aku mencoba untuk bersikap acuh tak acuh.

“Itu kau, Naofumi?”
“Lama tidak berjumpa.”

Ren memberi isyarat padaku seolah dia senang melihatku. Aku sebenarnya menyapa para bandit itu dan bukan Ren, tapi.... Masa bodo. Bisa bertemu Ren juga keberuntungan bagi kami. Aku tidak bisa membiarkannya melarikan diri seperti Motoyasu. Aku perlu berhati-hati untuk tidak membuatnya panik.

Para bandit menjadi pucat begitu mereka melihatku. Tentu saja, aku sudah bertemu mereka dua kali. Ini pertemuan kami ketiga. Mereka tidak bisa berpura-pura tidak tahu siapa aku. Selain itu, sekarang aku memiliki wewenang yang cukup untuk memaksa penjaga gerbang untuk menahan mereka jika aku mau.

“Kalian tidak pernah belajar, ya? Apa kalian yakin bisa berhasil berpura-pura menjadi korban karena yang menangkap kalian adalah orang yang dicari juga?”
“Di .... diam!” salah satu dari mereka berteriak.

Ini bisa menjadi eksperimen yang bagus. Memang benar aku menghasut Filo pada saat itu, para idiot inilah yang menjadi sumber asli dari tindakan kecilnya memakan manusia.

“Filo!”
“Apa?”

Filo melompati kerumunan orang dan datang ke sisiku. Para bandit semakin pucat.

“Selamat makan,” kataku.
“Hah?”
“Perintah macam apa itu?!” bentak Raphtalia.

Aku mengabaikan teguran Raphtalia. Filo sedang menarik kereta, jadi dia saat ini dalam bentuk ratu Filolial. Dia tampak sangat mengintimidasi, meski dia tampaknya tidak menyadari itu sendiri. Filo mengambil satu langkah maju yang mengancam dan para bandit bersembunyi dibalik penjaga gerbang.

“Kami adalah pelakunya! Tolong, selamatkan kami!”

Cepat sekali mereka mengaku! Semenakutkan itukah Filo? Nah, aku tinggal menanyakan dimana tempat persembunyian mereka. Para idiot ini selalu bangkit kembali dengan sangat cepat. Aku kira itu karena mereka sebenarnya tidak begitu lemah. Dan mereka sangat pandai menyimpan barang jarahan mereka. Mungkin aku harus membiarkan mereka pergi kali ini juga, dan memanennya lagi nanti. Yah, itu mungkin tidak akan bekerja saat ini.

“Kami bandit! Kami akan beberkan segalanya! Kami akan mengembalikan semua jarahan kami! Jangan biarkan burung itu memakan kami!”
“Umm, Tuan? Firo mendapatkan firasat buruk tentang ini, perasaan Filo saja ya?”
“Jangan khawatir. Diam dan gigit saja kepalanya atau apalah.”
“Umm....”

Kerumunan orang mulai berbisik.

“Burung Suci sebenarnya pemakan manusia?”
“Tidak, aku dengar Pahlawan Perisai hebat dalam mengintimidasi orang.”
“Oh jadi tidak benar ya? Sudah kuduga! Aku mendengar orang-orang dari desa lain bilang mereka melihat burung suci bersenang-senang dan bermain dengan anak-anak desa.”

Filo, kau seharusnya senang. Rupanya orang-orang tidak benar-benar percaya kau adalah perwujudan Filolial rakus. Sekarang terserah padanya apakah orang-orang memperlakukannya sebagai monster atau makhluk hidup di masa depan.

“Jadi begitu kronologinya. Mereka ini sudah pernah mencoba menuduhku sewaktu aku dicari pihak kerajaan. Pastikan mereka diikat yang erat.”
“Baik.... dimengerti.”

Penjaga gerbang membuat wajah bingung sambil mengangguk kepadaku.

“Pasti ada permintaan menangkap mereka, kan? Aku dapat bayaran juga, kan?”
“Umm, ya. Tapi untuk itu, Anda perlu menangkap pemimpinnya.”
“Tempat persembunyian....”
“Baik! Mohon perhatikan peta ini!”

Mereka sangat penurut, ini membuat segalanya menjadi mudah.

“Baik. Filo, bawa Raphtalia ke lokasi ini dan kalian urus semua bandit di sana.”
“Baik!”
“Dimengerti. Tapi bagaimana dengan Pahlawan Pedang?”
“Dia sepertinya tidak panikkan, biar aku bicara dengannya sendiri.”

Ren punya skill portal juga, jadi aku harus berhati-hati atau dia akan melarikan diri seperti Motoyasu. Jika dia akan lari, setidaknya aku bisa mencoba yang terbaik untuk membujuknya kembali.

“Baik. Kami akan segera kembali.”

Aku memberikan peta pada Filo dan Raphtalia lalu mengirim mereka pergi. Aku memberi tahu penjaga gerbang bahwa sisa bandit akan segera tiba dan meminta mereka untuk memberikan hadiahnya kepada Raphtalia.

“Tuan Pahlawan Perisai menyelesaikan masalah ini.”
“Beliau hebat sekali, bisa membuat para bandit pembohong mengaku itu, sungguh mengesankan.”
“Itu bukti sulit bagi mereka melawan balik.”
“Aku rasa begitu.”

Aku tidak bisa membantahnya. Hanya karena melakukan hal yang benar bukan berarti orang jahat akan mendapatkan hukuman yang pantas mereka terima.

“Lama tidak bertemu, Ren.”
“Y.... ya...” Ren tegang dan mulai mundur perlahan.
“Tunggu dulu, aku di sini bukan mau menangkapmu. Aku hanya ingin berbicara. Seorang Pahlawan Perisai bukan masalah bagimu, kan?”

Alasan lain mengapa aku mengirim Raphtalia dan Filo pergi adalah untuk menunjukkan kepada Ren bahwa aku tidak punya niat untuk bertarung. Aku pikir itu adalah satu-satunya cara untuk membuatnya mengendurkan penjagaannya.

“Oh... bagus. Setiap orang yang aku temui, selalu saja aku dicurigai oleh mereka.” Ren menjawab dengan cemberut.

Bisa dibilang, dia ini berhasil menahan perasaan itu selama ini. Aku telah difitnah dan dipanggil iblis karena alasan yang tidak aku ketahui. Sebagian besar itu karena Sampah, Bitch, dan Gereja Tiga Pahlawan.

“Mungkin, kita cari kedai dan berbicara di sana?”

Aku harap bisa membujuknya. Mengapa mereka ini selalu muncul ketika aku belum siap?

Aku membawa Ren ke kedai. Kami duduk di bar dan memesan minuman. Hmm? Pelayan memberiku buah rucolu bersama dengan minuman dan menatapku dengan penuh antisipasi. Oh terserahlah. Aku menyantapnya.

“Dia sungguhan!”
“Gila!”

Rupanya memakan buah rucolu telah menjadi standar untuk membuktikan identitas asliku. Aku tidak begitu yakin kenapa cara ini yang digunakan. Sadeena anehnya bersemangat setiap kali dia melihat aku memakan buah rucolu.

“Seperti kau mengalami kesulitan ya.”

Aku memutuskan untuk memulai percakapan dengan yang netral agar tidak memberatkan Ren. Dia seperti serigala tunggal yang dipojokkan, sulit untuk mengetahui reaksinya nanti. Nyatanya, balas dendam adalah satu-satunya yang aku pikirkan sebelum aku bertemu Raphtalia dan Filo.

“Ya. Guild terus-menerus mengomel padaku untuk kembali ke Melromarc. Setiap kali aku membasmi monster atau mencarikan barang di reruntuhan pasti ada seseorang mengambil hadiah bayaranku. Setelah semua itu, yang tadi malah terjadi!”

Ren yang biasa tenang dan kalem terlihat sangat marah saat dia mengutarakan keluhannya. Tentu saja, itu tidak seperti aku tidak bisa mengerti bagaimana perasaannya. Aku mengalami hal yang sama.

“Akhirnya aku kepikiran untuk menjual drop dari monster yang aku kalahkan. Sekarang, aku sudah muak melakukan itu. Semua orang memperlakukanku sangat berbeda dari sebelumnya. Mengapa aku harus melindungi dunia ini?”

Aku ingin mengabaikannya. Yang dia khawatirkan hanyalah pujian. Dia masih memperlakukan ini semua seperti game, seperti biasa.

“Begitulah manusia. Setidaknya baru itu saja yang kau alami, perlakuan mereka lebih buruk dari apa yang kau alami sewaktu aku dijuluki iblis perisai.”

Aku menyebutkan pengalamanku sendiri dan berpura-pura seolah bersimpati dengannya. Kurasa itu berhasil membuat Ren sedikit percaya padaku, karena dia mengangguk.

“Jadi... lebih dari ini ya.”

Sangat menggoda untuk membiarkan dia mengalami lebih banyak pengalaman yang telah aku lalui, tetapi jika dia kehilangan semua harapan dan akhirnya mati, itu hanya akan membuat lebih banyak masalah bagiku. Tapi dia itu lemah. Segala sesuatu tentang dia itu lemah.

“Kira-kira, kita mau bahas apa lagi ya?”

Aku mencoba memikirkan sesuatu untuk dibicarakan dengan Ren, tetapi tidak ada yang terlintas dalam benakku, jujur. Tidak benar, aku bisa memberitahunya untuk serius menghadapi gelombang atau bertanya padanya apa yang dia lakukan saat bencana Spirit Tortoise terjadi, tetapi aku tidak ingin membuatnya marah.

“....”

Ren dan aku duduk terdiam. Dengan keadaan dia saat ini, Ren hanya akan berpikir aku membual jika aku mencoba membuat obrolan ringan, seperti menyebutkan apa yang aku lakukan akhir-akhir ini. Aku tidak punya ide lain, jadi aku memutuskan untuk menceritakan apa yang terjadi dengan Motoyasu, yang berada dalam situasi yang sama. Lalu aku bisa menyebutkan bahwa Ren tidak kekanak-kanakan seperti Motoyasu.

“Tadi siang, aku bertemu Motoyasu. Aku mencoba menjelaskan aku maupun Melromarc tidak tertarik untuk menghukumnya, tetapi ia melarikan diri begitu saja. Dia tidak mau mendengarkan apa yang aku katakan ataupun perkataan dari rekan lamanya.”

Lebih tepatnya, Elena sepenuhnya menolak Motoyasu. Tetapi aku menghilangkan bagian itu.

“Oh ya? Jadi anggota partynya selamat, ya?”

Ren tampak semakin sedih dan menundukkan kepalanya setelah menyahut penjelasanku.

“Ngomong-ngomong ....”

Apa ada rekan Ren yang terbunuh? Aku seperti ingat Kyo mengatakan soal itu, tapi.... mungkin mereka selamat. Aku ingat Kyo bilang Ren dan rekannya menyerang Spirit Tortoise seperti sekawanan babi hutan.

“....”

Ketika aku tidak mengatakan apa-apa, Ren perlahan membuka mulutnya dan mulai berbicara.

“Aku ingin mendahuluimu, jadi aku pergi untuk mengalahkan Spirit Tortoise.”

Rupanya dalam game yang Ren mainkan, seluruh wilayah sekitar sana akhirnya rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi karena serangan luar biasa. Sangat buruk sehingga negara membentuk komisi penyelidikan untuk mencari tahu penyebab insiden itu. Aku tahan dulu soal bantuan yang dia salurkan itu malah memperburuk keadaan. Ren menjelaskan bahwa level 60 sangat cocok untuk pertarungan itu, dan untuk mengalahkan bos, Spirit Tortoise, pada level 80 seharusnya sangat mudah.

Motoyasu mengatakan hal yang hampir sama. Mereka ingin mendahuluiku agar bisa mendapatkan senjata Spirit Tortoise yang kuat. Aku tidak dapat menyangkal senjata-senjata itu sangat kuat. Tetapi memperhitungkan statistik dan kemampuan dasar kami, bahkan dengan senjata-senjata itu para pahlawan lainnya masih tidak mendekati kekuatan level seharusnya, seperti yang aku capai di Pulau Cal Mira.

Menurut Ren, dia menunjuk Spirit Tortoise yang terlihat dari kejauhan dan kemudian melesat ke arahnya, diikuti oleh anggota partynya.

“Baik! Mari kita serang!”

Terkejut dengan ukuran yang luar biasa dari Spirit Tortoise, anggota party Ren menanyakannya.

“Besar sekali .... Apa kita benar bisa mengalah monster ini?”
“Kita bisa mengalahkannya! Kita cukup kuat sekarang!”

Ren berteriak balik penuh dengan percaya diri sambil terus berlari ke arah Spirit Tortoise, semakin dekat dan semakin dekat. Sambil berlari, Ren memperhatikan seseorang menembakkan skill di dekat binatang buas, tetapi dia hanya mengira itu hanyalah petualang biasa dan tidak memperhatikannya. Ren melompat pada Spirit Tortoise dan mengayunkan pedangnya, puas dalam keyakinannya bahwa tidak ada pahlawan selain dirinya sendiri, apalagi petualang biasa, yang bisa mengalahkan binatang buas itu.

“Hundred Sword!”

Skill Thunder Sword Ren membutuhkan waktu lebih lama untuk digunakan daripada Hundred Swords, jadi ia memperhitungkan waktu aktivasi untuk memastikan bahwa skillnya dapat digunakan terus menerus.

“Thunder Sword!”

Tapi... skill itu gagal untuk memberikan damage yang signifikan pada Spirit Tortoise. Bagian dari cerita Ren ini pada dasarnya sama dengan Motoyasu, jadi aku akan mengabaikan detailnya. Bingung, Ren mengayunkan pedangnya lagi. Dia tidak menyerah. Dia akan mengalahkan Spirit Tortoise dan menyelamatkan semuanya. Maka ia terus bertarung, teriakkannya yang membara terdengar nyaring di udara.

“Hiyaaaaaaaaaaa!”

Sebelum dia sadar, Ren dikelilingi oleh.... mayat semua rekannya. Dan bukan hanya itu.... Mayat-mayat itu sangat hancur sehingga hampir tidak mungkin untuk mengidentifikasi identitas mereka. Tetap saja, apa yang tersisa dari mereka cukup bagi Ren untuk menyadari bahwa semua rekannya telah mati.

“A-apa.... Tidak mungkin .... Aku yakin mereka semua memiliki level 80....”

‘Ini tidak mungkin terjadi’, pikiran Ren menjadi kosong. Dia hanya berdiri di sana dalam keadaan tidak sadarkan diri untuk sementara waktu. Dia mendapati dirinya memahami kemungkinan samar-samar bahwa mereka mungkin dapat dihidupkan kembali seperti dalam game. Tetapi Ren mengerti bahwa itu tidak akan terjadi.

Ketika dia berdiri di sana dengan putus asa, sesuatu atau seseorang mengejutkannya dan membuatnya pingsan. Itu mungkin familiar Spirit Tortoise yang dikendalikan oleh Kyo. Dan setelah itu, Ren akhirnya terbangun, di ranjang di rumah sakit.

“Aku kalah karena mereka lemah. Mereka mati juga karena kelemahan mereka... Jika kami berkoordinasi lebih baik, kami bisa menang.”

Ren berbisik dengan nada datar, seolah mengatakan itu bukan kesalahannya. Dia.... sudah tidak tertolong. Rekan-rekannya yang telah mempercayainya dan berjuang sampai akhir hayatnya. Mereka pasti akan mengutuk Ren dari kuburnya.

“Aku tidak salah. Itu karena mereka lemah sekali, dibawah yang aku harapkan. Itu bukan salahku. Aku tidak salah!”

Apa yang dia katakan ini, berasal dari orang yang tidak mau mengakui kesalahannya dan berusaha lari dari tanggung jawabnya. Tidak perlu lagi menunjukkan rasa simpati padanya. Aku inginnya seperti itu, tapi nanti dia bisa lari dari sini.

“Mengenai mereka.... kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa.”

Aku memaksakan tanggapan yang tidak tulus. Sejujurnya, jelas kelalaian Ren yang menyebabkan itu terjadi. Dia melawan musuh hanya berdasarkan pengetahuannya dari game, dan sekarang dia mencoba melarikan diri dari kesalahannya dengan merasionalisasi kematian rekan-rekannya.

Itu membuatku penasaran.... Seberapa kuat Raphtalia dan Filo ketika semua ini terjadi? Paling tidak, mereka dapat bertahan melawan Spirit Tortoise. Aku yakin mereka tidak mungkin mati. Mereka setidaknya memiliki kekuatan tersembunyi sebanyak itu. Termasuk Rishia, yang bisa selamat dari pertempuran itu. Aku ingin memberi tahu Ren untuk merenungkan tindakannya sendiri sebelum menyalahkan orang lain. Tapi aku menahan diri.

“Ren. Inilah waktunya, sudah waktunya kau menjadi kuat lebih dari sekarang ini. Kau bisa mencari rekan baru lagi dan menghadapi gelombang bersama mereka. Kita memiliki dua bulan tiga minggu sebelum segel Phoenix rusak.”

Masih ada waktu. Jika Ren mendengar dan menerapkan semua pengetahuan yang aku ucapkan padanya, seharusnya dia bisa bangkit kembali. Sejujurnya, aku hanya ingin mencela Ren sepenuhnya. Tapi itu tidak akan ada gunanya bagiku atau dunia ini jika dia akhirnya mati.

Jika keempat pahlawan suci tidak saling bekerja sama, dunia ini akan dihancurkan oleh gelombang, atau Phoenix. Tentu saja, jika apa yang Ost katakan itu benar, ada kemungkinan untuk membawakan kedamaian ke dunia ini dengan mengorbankan penghuninya. Tetap saja, tidak ada jaminan hal semacam Spirit Tortoise tidak akan terjadi lagi.

“Ya.”
“Bila kau merasa tidak nyaman di luar sini, kau bisa tinggal di desa yang aku urusi. Kau tahu Raphtalia, kan? Desa itu tempat dia berasal. Dan juga tempat terjadinya gelombang pertama, kami sedang berupaya membangunnya kembali. Jika kau ingin ditemani, aku bisa meminjamkan salah satu budakku. Ingat, kau harus memperlakukan mereka dengan baik baru kupinjamkan.”
“Kau tidak keberatan?”

Ren merespons saranku dengan baik. Segalanya berjalan ke arah yang baik. Aku akan menarik dia dengan kata-kata yang baik, dan setelah aku menjinakkannya, aku akan memalunya dengan metode kekuatan senjata suci ke kepalanya yang dungu. Jika aku bisa melakukan itu, aku tidak perlu terlalu khawatir dia mudah dikalahkan lagi. Lalu akan aku sampaikan dia bebas keluar masuk desa. Yang dibutuhkan Ren saat ini adalah cara untuk menjadi benar-benar kuat. Jika aku mengatakan kepadanya hal yang hanya diketahui oleh kami, aku yakin itu akan memperluas wawasannya juga.

“Oke, aku mengerti.”
“Bagus! Kalau begitu ....”

Saat dia berkata begitu, aku melihat sekilas sosok yang dikenal di luar bar.

“Tunggu dulu sebentar, ya?”
“Ada apa?”

Rasanya akan berbahaya jika aku melibatkan Ren. Tergantung dari aku menjawabnya, dia mungkin mulai mencurigai sesuatu. Ren tampaknya memiliki intuisi yang tajam, jika aku tidak mengatakan hati-hati menjawab, maka seluruh pembicaraan kami mungkin berakhir dengan sia-sia.

“Oh, bukan apa-apa. Aku ingin kita menunggu dulu Raphtalia dan Filo kembali sebelum kembali ke desa, sebaiknya kita tunggu saja mereka. Aku ingat meninggalkan suatu barang di kereta. Aku mau mengambil itu dan segera kembali ke sini.”
“Oh baiklah.”
“Aku sekalian membawa makanan lezat juga, kau nantikan saja.”

Aku menyimpan daging asap di kereta event khusus. Filo terus mencoba untuk memakannya, karena dia suka pilih-pilih makanan. Aku yakin Ren juga akan menyukainya, jika dia mencobanya.

“Santai saja dulu di kedai ini.”

Aku harus membuat Ren menunggu di kedai.

“Baik.”

Ren mengangguk putus asa dari kursi konternya. Aku berdiri dan keluar dari kedai lalu bergegas mengejar sosok yang baru saja kulihat.





TL: Isekai-Chan
EDITOR: Isekai-Chan

0 komentar:

Posting Komentar