Minggu, 16 Mei 2021

Kuma Kuma Kuma Bear Light Novel Bahasa Indonesia Volume 2 : Chapter 36. Beruang Menggunakan Pengering Rambut

Volume 2
Chapter 36. Beruang Menggunakan Pengering Rambut


"Baiklah, sekarang giliranku mandi!" Tutur Gentz sambil berjalan ke kamar mandi. 

Kami berempat akhirnya bisa mengeringkan diri. Butuh waktu cukup lama untuk mengeringkan rambut dengan handuk, jadi aku menuju ke kamar dan mengambil sebuah alat yang, katakanlah, adalah tiruan dari mesin pengering rambut. Aku menggunakan sihir bumi untuk membuat desain fisiknya dan menempatkan sepasang kristal sihir api dan angin di dalamnya. Ada kemungkinan seseorang di luar sana menjual barang semacam ini, tetapi akan sangat merepotkan untuk mencarinya di toko, jadi aku membuat sendiri pengering rambutku.

“Fina, kemari sebentar.”

"Ada apa?"

“Coba berbaliklah dan duduk di sini.”

Dia dengan patuh berbalik seratus delapan puluh derajat dan duduk membelakangiku. Rambutnya, yang sepanjang bahu, terurai tepat di hadapanku. Aku mengambil pengering rambut dan mengalirkan mana ke dalamnya. Udara hangat mulai keluar dari benda tersebut.

“Eh! Apa itu?" Fina kaget dan langsung berbalik.

"Ini adalah alat untuk mengeringkan rambut menggunakan hawa panas." Aku mengarahkan pengering tersebut ke tangan Fina untuk menunjukkan kalau benda itu aman.

"Ini hangat."

"Jadi karena kau sudah tahu, ayo lekas berbalik.”

Fina dengan patuh kembali duduk seperti semula. Saat aku selesai mengeringkan rambutnya, aku beralih ke Shuri. Rambut Shuri sedikit lebih panjang dari milik Fina.
 
“Yuna,” ujar Tiermina, "kau punya alat yang sangat berguna ya."

"Aku menciptakan alat ini karena kesulitan mengeringkan rambutku yang panjang.”

“Jika sudah selesai, bolehkah aku meminjamnya juga?" Tiermina punya rambut yang panjangnya sepunggung.

"Tentu." Aku menyerahkan pengering tersebut kepada Tiermina begitu selesai dengan Shuri.

"Kau yakin aku boleh menggunakannya lebih dulu?" Tanya Tiermina. Rambutku masih basah terbungkus handuk.

"Kalau aku dulu malah lama nanti, jadi kau duluan saja."

"Baiklah, dengan senang hati kalau begitu."

Fina dan Shuri menyaksikan ibu mereka mengoperasikan alat tersebut. Sungguh pemandangan yang damai. Ketika Tiermina selesai dan menyerahkan pengeringnya kepadaku, Gentz telah kembali dari kamar mandi.

"Air panasnya benar-benar hebat. Aku sempat kaget dengan patung beruangnya tadi. Terima kasih atas kamar mandinya, nona." Gentz menatapku dengan seksama lalu terdiam.

"Ada apa?"

"Gadis beruang, kau kelihatan berbeda saat tidak mengenakan tudung."

"Benarkah?"

"Aku tidak tahu kalau di balik tudung itu kau menyembunyikan rambut yang panjang. Gaya rambut seseorang itu sangat berpengaruh pada penampilannya, kau tahu?"

Darimana Tiermina dan Gentz mendapatkan ungkapan tersebut? Pikirku.

"Kupikir kau sangat manis saat mengenakan tudung," ucapnya, "tapi kau juga kelihatan cantik dengan rambut panjang seperti itu."

"Ya, aku juga berpikir demikian!"

"Memujiku tidak akan memberi kalian apa-apa."

"Sangat disayangkan kau malah menyembunyikan rambutmu padahal itu begitu indah."

Tentunya aku tidak bisa bilang ke mereka kalau aku tidak berdaya tanpa kostum beruang yang biasa kukenakan, jadi aku memutuskan untuk tetap diam. Fina mulai membantuku yang masih setengah jalan mengeringkan rambut. Aku berterima kasih padanya karena sudah mau membantuku. Begitu kami semua selesai, aku mengantar mereka ke tempat tidur khusus tamu.

"Gentz, kau gunakan kamar yang ada di belakang. Kamar ini akan ditempati Tiermina dan anak-anak karena punya dua kasur. Fina, kau tidak keberatan, kan, tidur bersama Shuri?"

"Ya, tidak masalah."

Aku menatap Gentz. "Gentz."

"Apa?"

"Pastikan untuk tidak berkunjung ke kamar Tiermina malam-malam. Fina dan Shuri butuh istirahat," kataku kepada Gentz, memberinya tatapan serius. 

"Aku tidak akan melakukan hal itu!" 

"Jangan biarkan juga Tiermina mengunjungimu malam-malam. Aku tidak mau mencuci seprei kotor kalian nanti."

"Memangnya siapa juga yang akan menyuruhmu mencucikannya?!"

"Kami tidak akan melakukan hal seperti itu di rumah orang lain," ujar Tiermina, "ditambah lagi, ada anak-anak di sini. Selain itu, kami semua sudah lelah. Untuk sekarang aku akan langsung tidur. Terima kasih banyak atas segala bantuannya hari ini."

"Selamat malam, Yuna."

"Malam."

"Aku akan ke kamarku. Kau sudah banyak membantu kami hari ini. Terima kasih," Gentz mengatakannya sambil malu-malu lalu beranjak ke kamarnya.

Terakhir, aku juga kembali ke kamarku.


Keesokan paginya, saat aku bangun dan turun ke lantai satu, Fina tengah menyiapkan sarapan.

"Pagi." Sapaku.

"Selamat pagi."

"Bangunmu pagi sekali."

"Aku selalu bangun pertama dan menyiapkan sarapan untuk ibu dan Shuri, jadi aku minta maaf karena menggunakan dapurmu tanpa izin..."

"Tidak apa-apa, kau bebas menggunakan bahan-bahan yang ada di sini sesukamu. Apakah yang lain masih tidur?"

"Paman Gentz, maksudku ayah, sudah berangkat kerja. Dia bilang untuk menyampaikan rasa terima kasihnya padamu."

Dia sudah banyak mengambil cuti mulai saat penyakit Tiermina semakin parah, kemudian saat mencari rumah baru untuk ditinggali, sampai melakukan pindahan. Jelas, dia tidak bisa terus-terusan seperti itu.

"Shuri dan ibu masih tidur."

"Biarkan mereka tidur. Mereka pasti lelah."

Meskipun aku berhasil menyembuhkan Tiermina, stamina miliknya masihlah belum pulih seutuhnya. Terbaring lama di tempat tidur pasti membuat tubuhnya ringkih, dan pindahan rumah kemarin tampaknya menguras banyak tenaganya.

"Tidak apa-apa. Shuri memang biasanya masih tidur jam segini, dan karena ibu sudah sakit cukup lama, dia jadi tidak terbiasa bangun pagi, tapi ibu akan langsung bangun ketika kubangunkan."

Dengan kata lain, mereka tidak akan bangun kecuali ada yang membangunkan.

"Aku sudah selesai membuat sarapannya, jadi aku akan coba membangunkan mereka."

Fina naik ke lantai dua. Setelah beberapa menit, Tiermina dan Shuri turun sambil mengusap mata. 

"Yuna, selamat pagi. Terima kasih banyak untuk yang kemarin."

Tiermina tampaknya masih kelelahan, dan Shuri juga masih setengah sadar. Meski demikian, mereka tetap menyantap sarapan yang telah Fina buat, berupa roti lapis isi sayuran dan susu. Kalau dipikir-pikir, aku belum pernah makan telur semenjak tiba di dunia ini. Aku jadi ingin makan roti lapis isi telur sekarang. 

"Fina, ada yang ingin kutanyakan padamu?"

"Apa itu?"

"Apakah kau tahu tempat yang menjual telur?"

"Maaf, apa?"

"Seperti yang kubilang tadi—telur. Roti lapis isi telur adalah yang terbaik, jadi aku ingin mendapatkan beberapa. Setelah kupikir-pikir aku belum pernah melihat ada toko yang menjualnya."

"Yuna-san, tidak ada toko normal yang mampu menyediakan produk mewah seperti itu."

"Sungguh?"

"Ya. Hanya bangsawan dan sebagian kecil orang kaya saja yang mampu menikmati hidangan kelas atas seperti telur," tutur Tiermina. "Kau perlu pergi ke hutan untuk mendapatkannya, dan jika disimpan terlalu lama, maka telurnya akan membusuk, jadi memasoknya dari tempat yang jauh pun kurasa mustahil. Seandainya telur-telur tersebut dikirim menggunakan kereta kuda super cepat, uang yang diperlukan untuk menyewanya akan sangat mahal."

"Uhh, tidak bisakah kalian menangkap burung yang tidak bisa terbang kemudian membudidayakannya..."

"Burung yang tidak bisa terbang? Bukannya mereka dipanggil burung karena mereka bisa terbang?"

Mungkinkah di dunia ini tidak ada ayam? Atau hanya di daerah ini saja yang tidak ada ayamnya? Jika aku mencarinya, mungkinkah aku akan menemukannya di suatu tempat? Aku menambahkan ayam dan telur ke dalam daftar bahan pangan yang kuinginkan.


Setelah sarapan, mereka bertiga pulang untuk melanjutkan bersih-bersih pasca pindahan yang tertunda kemarin. Aku menawarkan diri untuk membantu, tetapi mereka menolaknya.

"Bukankah kau ada pekerjaan, Yuna?"

Sebenarnya, uangku cukup banyak. Sesekali menganggur bukanlah masalah bagiku. Seseorang yang bijak pernah berkata; bekerja terlalu keras itu tidak sehat. Meski begitu, aku tetap mengunjungi guild petualang untuk melihat quest apa yang mereka pajang.




TL: Boeya
EDITOR: Zatfley

1 komentar: