Senin, 24 Mei 2021

Hyakuren no Haou to Seiyaku no Valkyria Light Novel Bahasa Indonesia Volume 7 Chapter 3

Volume 7
Chapter 3


“Jadi, kemana saja kau selama ini, hmm?” Petugas polisi menanyakan pertanyaan ini kepada Yuuto, pria setengah baya dan nampak baik, duduk di seberang Yuuto dengan siku di atas meja dan kedua tangannya terlipat.

Cara berbicaranya tidak mengancam, tetapi ada sesuatu dalam suaranya yang menunjukkan bahwa dia tidak menerima diam sebagai jawaban. Mungkin inilah aura yang dimiliki seorang polisi veteran.

Dan untuk lokasi Yuuto saat ini, ruang interogasi dengan dinding abu-abu yang suram... tidak, sama sekali berbeda. 

Sebaliknya, dia berada di tempat dengan furnitur seperti yang mungkin ditemukan di beberapa gedung perkantoran normal, meja kerja dan kursi murah yang diproduksi secara massal. Dia duduk di kursi sofa tamu di pojok ruangan.

Yuuto tidak benar-benar melakukan kejahatan nyata, jadi dia telah diserahkan ke Divisi Remaja dari Biro Keamanan Komunitas, Departemen Kepolisian Hachio.

Rupanya, pada awal saat Yuuto menghilang, itu telah menjadi berita yang cukup besar untuk disiarkan oleh TV lokal dan masuk ke surat kabar. Tentu saja, di era modern seperti sekarang ini, cerita tersebut segera luntur dari trending dan terlupakan. Tetapi secara kebetulan yang aneh, salah satu karyawan di department store itu mengenali wajah Yuuto, dan menelepon polisi.

Seseorang pasti bisa menyebut itu tindakan warga negara teladan yang baik, tapi bagi Yuuto, sejujurnya, niat baik itu hanyalah menimbulkan masalah.

"Ini bukan sesuatu yang benar-benar perlu saya sembunyikan, dan saya pasti ingin membicarakannya, tapi jujur, saya tidak yakin anda akan mempercayai saya, Pak," kata Yuuto sambil menyeruput tehnya.

Itu hanya teh matcha murahan, tapi rasanya memberinya sensasi nostalgia.

"Itu adalah sesuatu yang kita bisa putuskan setelahnya," kata petugas itu. “Untuk saat ini, mengapa kau tidak memberi tahu kami semua yang bisa kau katakan?”

"Mmm, kalau begitu ... Yah, saya bukan menghilang, namun pergi ke dunia lain."

"Dunia lain?"

“Ya, dunia yang berbeda dari bumi, yang disebut Yggdrasil.”

Saat Yuuto menyelesaikan pernyataan itu, dia mempertimbangkan apakah akan lebih baik untuk mengatakan bahwa dia mengalami 'pergeseran waktu' ke dunia masa lalu, tetapi menyimpulkan bahwa itu adalah 'dunia lain' merupakan pilihan terbaik.

Bahkan jika dia mengatakan itu adalah dunia di masa lalu, dia tidak tahu tanggal atau lokasinya dengan tepat. Jika dia ditanyai detail tentang hal itu, dia tidak akan bisa menjawab, dan itu akan memudahkan mereka untuk menyebut bahwa cerita tersebut adalah kebohongan.

Tentu saja, "Aku pergi ke dunia lain" sama mudahnya dengan menyebut hal tersebut sebagai kebohongan.

“Ahh, aku tahu tentang itu, genre isekai sedang populer di novel saat ini. Hei, terkadang aku membacanya juga. Maksudmu itu kan?" Ucap pria paruh baya sambil mengangguk.

Seperti yang diharapkan, dia sama sekali tidak mempercayai Yuuto.

"Ha ha, yah, itu reaksi normal." Yuuto memberikan tawa kecil yang mencela dirinya sendiri, dan mengangkat bahu. Sebenarnya, ini sesuai dengan harapannya.

"Uh huh. Kami melakukan ini untuk mencari nafkah. Sekarang, Aku sangat ingin mendengar kisah sesungguhnya darimu. Kau bisa memberi tahu kami, tidak perlu menahan diri karena kesombongan atau semacamnya. Itu akan membuat segalanya lebih mudah bagi kita, dan kau dapat pulang dengan cepat tanpa harus duduk di sini dan membuat diskusi membosankan dengan kami lagi. Kau tahu, itu akan membuat kita berdua saling untung."

“Ya, saya setuju dengan Anda di bagian itu, Pak,” kata Yuuto. “Itulah mengapa saya mengatakan yang sebenarnya, tetapi jika hasilnya seperti ini, saya mulai berpikir bahwa akan jauh lebih cepat jika saya berbohong. Seperti, saya pergi berkeliling beberapa negara asing untuk sementara waktu - cerita itu jauh lebih bisa dipercaya, bukan? ”

“Hei, hentikan itu! Jangan remehkan polisi, atau kau tidak akan menyukai apa yang terjadi!” Amarah tiba-tiba datang dari seorang polisi muda yang duduk di sebelah polisi pertama. Dia telah diam sampai sekarang, tapi tiba-tiba meninggikan suaranya dengan penuh mengancam.

Menurut pandangan masyarakat normal, Yuuto telah melarikan diri dari rumah, keberadaannya tidak diketahui, selama hampir tiga tahun. Itu mungkin tidak membuatnya menjadi kriminal, tapi itu berarti dia tidak akan diperlakukan sebagai warga negara normal yang taat hukum.

Untuk saat ini, aku senang setidaknya bisa meyakinkan Mitsuki untuk pulang terlebih dahulu. Memikirkan ini, Yuuto tersenyum lembut.

Gadis itu menjadi sangat ceroboh dan berani ketika berkaitan dengan Yuuto, jadi jika dia ada di sini dan menyaksikan adegan ini, dia mungkin mencoba menyela dan membuat segalanya menjadi lebih rumit.

Sayangnya, senyum kecil Yuuto mengejutkan petugas polisi yang lebih muda itu.

"Apa yang lucu?! Apakah kau mencoba membuat lelucon kepada petugas hukum?!” Petugas itu membanting telapak tangannya dengan keras ke meja, dan wajahnya menjadi semakin marah.

Dia bertubuh kekar, seolah-olah dia berlatih semacam seni bela diri atau olahraga pertarungan, dan lengan berototnya dua kali lebih tebal dari Yuuto.

Secara alami, pria ini pastinya memiliki keyakinan pada kekuatan fisiknya, itu tertulis di seluruh wajahnya.

Namun...

Hmm... tanpa senjata, Felicia tentunya lebih kuat. Yuuto membuat analisis yang tenang dari potensi tempur petugas itu.

Ototnya sendiri besar, tapi Yuuto tidak merasakan aura kekuatan tertentu seperti prajurit terkuat yang dia temui di Yggdrasil.

Yuuto sendiri tidak akan bisa menjatuhkan pria itu dalam pertarungan langsung, tentu saja. Tapi di sisi lain, jika dalam situasi ‘boleh menggunakan apapun', Yuuto tidak akan ragu melawannya.

“Tenanglah, Saki! Jangan menakut-nakuti anak itu!" Petugas paruh baya itu mengangkat tangan untuk menenangkan rekannya yang sedang marah.

"Rgh, jika kau berkata begitu, Asamiya-san ..." Petugas yang lebih muda dengan enggan duduk kembali di sofa seberang.

Setelah melakukan ini, petugas paruh baya itu kembali menatap Yuuto sambil tersenyum. “Maaf tentang itu, Suoh-kun. Bantu kami dan jangan terlalu memprovokasi orang ini. Dia sedikit pemarah. Ngomong-ngomong, ini sudah waktunya makan siang, kau pasti lapar, bukan? Ingin makan sesuatu? Aku traktir."

Senyuman petugas paruh baya itu ramah, tapi indra tajam Yuuto menariknya ke mata pria itu, yang tidak benar-benar tersenyum sama sekali.

Dari dalam mata itu, dibalik senyuman palsu tersebut, Yuuto bisa merasakan dia memperhatikan setiap gerakan kecilnya, tidak melewatkan apapun, dan mengubahnya menjadi informasi.

Ia benar-benar profesional.

Di satu sisi, pria ini sedikit mengingatkan Yuuto pada Patriark Klan Cakar, Botvid. Tentu saja, yang terakhir lebih terampil beberapa tingkat.

Begitu, pikir Yuuto. Jadi inilah penerapan peran "Polisi Baik, Polisi Jahat" yang sebenarnya.
<EDN: Jadi ini adalah sebuah teknik interogasi, dimana biasanya ada 2 orang polisi yang memainkan peran polisi baik, dan polisi jahat. Ketika polisi jahat memarahi pelaku, si polisi baik akan membuat dirinya terlihat bagus dimata pelaku dan membuat si pelaku menurunkan kewaspadaannya agar lebih mudah memberikan informasi>

Itu adalah teknik negosiasi yang juga digunakan Yuuto melawan Patriark Klan Tanduk Linnea selama pertemuan pertama mereka.

Sekarang setelah digunakan pada dirinya sendiri, dia bisa melihat betapa mudahnya dia dimanipulasi oleh perilaku baik dari 'polisi baik' jika dia tidak tahu tentang teknik itu sebelumnya.

“Hmm ... kalau begitu, bisakah aku mendapatkan katsudon?” Yuuto membuat permintaannya tanpa ragu. "Aku sudah lama tidak makan nasi, aku benar-benar menginginkannya sekarang."

Dia sudah menunggu tiga tahun untuk memakan makanan favoritnya. Pada titik ini, dia yakin dia bisa dimaafkan karena mengikuti permainan kecil mereka dan mendapatkan traktiran darinya.

"... Kau benar-benar terlihat tenang, Nak," kata petugas paruh baya. “Kau tahu, biasanya, ketika seseorang seusiamu diseret oleh polisi, mereka meringkuk menjadi bola kecil, atau mereka bertingkah laku seperti orang yang keras kepala."

Saat dia mengatakan ini, dia menunjuk dengan ibu jarinya ke petugas muda yang duduk di sebelahnya.

“Ditambah, kau bahkan dihadapkan dengan pria bertampang galak ini di depanmu. Namun kau tidak bereaksi sedikit pun. Kau duduk di sana dengan tenang seperti tidak ada yang salah dengan semua ini. Kau punya saraf baja, bukan?”

"Hah?" Kata Yuuto. “Tidak, sebenarnya tidak begitu. Mungkin hanya karena saya merasa tidak melakukan hal buruk.”

... Di dunia ini setidaknya, Yuuto menambahkan di kepalanya, sedikit getir.

Bagaimanapun juga secara tidak langsung hal itu mungkin terjadi, dia menyadari fakta bahwa dia sekarang tangannya sudah berlumuran darah. Dia tidak menyesalinya, karena tanpa melalui jalan itu, dia tidak akan bisa melindungi Rakyatnya, Keluarganya.

"Menurutku kabur dan membuat orang tuamu khawatir tidak termasuk perilaku dari masyarakat normal, bukan?" tanya petugas itu dengan gagah.

"Oh, dan apakah polisi saat ini melibatkan diri dalam urusan pribadi keluarga seseorang sebagai bagian dari pekerjaan mereka?" Yuuto menjawab dengan senyuman, tapi suaranya sedingin es.

Dia tahu bahwa itu memang bagian dari pekerjaan mereka, tetapi dia juga tidak ingin ada orang luar yang menerobos privasi hidupnya.

“Jadi kau akhirnya menunjukkan reaksi, dan inilah yang kudapat, ya?” Untuk beberapa alasan, senyum ramah petugas paruh baya itu membeku kaku, dan butir-butir keringat besar mulai muncul di wajahnya. Dia sebenarnya terlihat sedikit pucat juga, seperti sedang sakit.

Petugas yang lebih muda itu tampak gemetar, dan melihat sekeliling, bergumam, "Apakah pengatur suhunya rusak?"

Yuuto tidak merasakan sesuatu yang aneh.

Saat Yuuto duduk di sana dengan kebingungan, seorang petugas wanita datang dari balik pembatas yang memisahkan sudut kecil tempat mereka berada.

"Permisi, Keluarga anak laki-laki ini ada di sini untuk menjemputnya. "

"Keluargaku?" Yuuto bertanya.

"Ya, ayahmu."

"...uhh."

Dia secara teknis telah menjadi orang hilang selama sekitar tiga tahun. Cukup wajar jika mereka menelepon keluarganya dalam situasi ini. Dia tidak bisa menyalahkan mereka untuk itu.

Meski begitu, dia tidak bisa berhenti berpikir, Kalian tidak punya hak untuk melakukan itu.

"Yah, sepertinya walimu ada di sini, dan untuk saat ini sepertinya tidak ada tindak kriminal dalam kasusmu." Petugas paruh baya memberikan penekanan ekstra pada bagian `untuk saat ini`, tapi dia melambaikan tangannya pada Yuuto, mengabaikannya. "Kau bebas pergi. Pulanglah, dan pastikan untuk melakukan pembicaraan pribadi yang panjang tentang berbagai hal, seperti yang kau inginkan.”

Sementara petugas itu kembali mengeluarkan senyumannya, Yuuto berpikir dia tampak sedikit lebih tegang dari sebelumnya. Dia merasa bahwa pria itu jauh lebih waspada terhadapnya.

"Benar, baiklah kalau begitu..." Yuuto dengan ringan menundukkan kepalanya, lalu berdiri.

Dia tidak akan mendapat apapun dengan tetap tinggal dan berbicara dengan orang-orang ini.

Dia memutuskan untuk segera pergi, meskipun itu menjengkelkan karena dia hanya bisa melakukan itu berkat ayahnya.

Begitu Yuuto tidak terlihat, Polisi yang lebih muda, Petugas Saki, membanting tangannya ke atas meja dengan penuh emosi. “Dia anak pintar yang nakal, bukan?”

Dia secara reflek melontarkan kata-kata itu.

Saat di masa kuliahnya, dia menjadi bagian dari klub kejuaraan Judo, dan dia telah dikenal sebagai iblis dalam jabatannya sebagai kapten, menimbulkan rasa takut pada anggota junior klubnya sendiri.

Bahkan sekarang, setiap kali dia bertemu dengan mantan rekan satu klubnya, mereka mengambil posisi bertahan bahkan sebelum dia mengucapkan sepatah kata pun.

Namun anak laki-laki itu tidak menunjukkan sedikitpun ketakutan terhadap Saki, yang membuatnya sedikit kurang senang.

"Nakal? Apakah tindakan itu terlihat nakal bagimu?" Sebaliknya, rekan paruh baya-nya, Petugas Asamiya, tampak benar-benar kelelahan, menyandarkan punggungnya dengan berat ke sofa kantor dan menyeruput teh segar yang dituangkan oleh salah satu wanita dikantor untuknya.

“Tentu saja. Memangnya kata apa yang pantas menggambarkan sikap seperti itu?!”

Asamiya menurunkan cangkir tehnya dan menghela nafas panjang sebelum berbicara kembali. “Hahh. Saki, kau bilang ingin membidik Divisi 1 Investigasi Kriminal, bukan?”

Divisi 1 departemen kepolisian adalah bagian dari Biro Investigasi Kriminal mereka, dan yang menangani investigasi kejahatan terburuk dan paling serius: pembunuhan, perampokan bersenjata, penyerangan, penculikan, dan sebagainya. Untuk seorang polisi yang ingin menjadi detektif, itu adalah panggung yang sempurna.

"Ah. Ya, Pak," kata Saki. "Aku ingin memanfaatkan kekuatan yang telah kubangun sampai sekarang."

“Heh! Perkelahian dan adu tembak yang kau lihat dalam drama detektif sebenarnya tidak banyak terjadi, kau tahu. Tapi memang benar, itu masih pekerjaan yang berbahaya. "

"Ya pak."

“Kalau begitu, berusahalah meningkatkan kemampuanmu untuk merasakan bahaya lagi.” Asamiya menandai ini dengan tatapan tajam pada Saki. Tidak seperti mata ramah yang dia tujukan pada Yuuto sebelumnya, ini adalah tatapan tajam yang sepertinya menembus tepat melalui targetnya.

Saki menelan sekali sebelum menjawab. “Apa sebenarnya yang kau maksud, Pak? Apakah anak laki-laki itu benar-benar berbahaya? "

"Ya. Jangan tertipu oleh penampilannya. Anak itu adalah kabar buruk, tidak salah lagi." Asamiya menggulung lengan baju kanannya. Otot lengannya langsung menonjol, juga memperlihatkan bulu yang agak tebal.

Dan ada hal lain yang menonjol.

“Perhatikan baik-baik. Merindingku masih belum mereda. Bajingan kecil itu membiarkan sedikit amarahnya keluar, dan inilah yang terjadi. Kau merasakan sesuatu juga, bukan? Perasaan merinding yang tiba-tiba? "

“O-oh, itu. Aa ... Aku pikir pendingin ruangannya rusak atau semacamnya."

"Dasar bodoh!" Asamiya menusuk dahi Saki dengan satu jari. “Itu sebabnya aku bilang kau perlu melatih indramu!”

Petugas paruh baya menggeleng, jengkel.

“Tentu, aku mungkin bekerja di sini, di Biro Keamanan Komunitas sekarang. Tapi kau sedang berbicara dengan seorang pria yang menghabiskan dua puluh tahun di Divisi 4 Investigasi Kriminal, berurusan dengan kejahatan terorganisir. Aku sudah berkali-kali bertemu dengan bos yakuza, secara langsung. Tapi anak itu ... dia bahkan membuat para elite Yakuza itu terasa seperti semut jika dibandingkan."

"Se-Separah itu ...?" Saki benar-benar tidak bisa mempercayai hal itu.

Sebagian dari dirinya berpegang pada gagasan bahwa mungkin naluri Asamiya sedang tidak aktif.

Tapi di sisi lain, Asamiya sebenarnya adalah veteran Divisi 4 Biro Investigasi Kriminal. (Meskipun, saat ini, divisi tersebut telah bercabang menjadi departemen tersendiri, dan nama resminya telah diubah menjadi Biro Pengendalian Kejahatan Terorganisir)

Divisinya memiliki spesialisasi dalam menangani organisasi kriminal, dan keahliannya sedemikian rupa sehingga bahkan para elite yakuza dengan bawahan berjumlah ratusan pun mengawasinya dengan cermat.

Jika orang seperti itu bersikap tegas dalam penilaiannya, Saki tidak bisa begitu saja menyangkalnya.

Asamiya bergidik, mengingat adegan yang terjadi sebelumnya. “Itu pertama kalinya aku melihat seseorang dengan mata seperti itu. Neraka macam apa yang harus dilalui bajingan itu untuk menjadi seperti itu diusianya yang sangat muda?"

********

"Maaf, aku tahu ini mengurangi waktu kerjamu yang ‘berharga’." Yuuto memberikan penekanan yang cukup jelas pada kata-kata terakhir itu, menambahkan cibiran.

Dia tidak benar-benar merasa menyesal; Dia hanya menggunakan kesempatan ini untuk mengejeknya, karena disaat almarhum ibunya terbaring dalam kondisi kritis, ayahnya lebih memprioritaskan pekerjaannya.

Dia sadar betapa kekanak-kanakannya tindakan ia saat ini, tetapi di depan ayahnya, dia tidak bisa menahan diri untuk mengambil sikap permusuhan seperti ini.

Ayahnya, sebaliknya, hanya mengatakan beberapa kata dan menunjuk ke arah truk. "Itu bukan masalah. Masuklah. Kita pulang.”

Itu adalah truk putih kecil yang sama seperti tiga tahun lalu.

Hanya memikirkan duduk di ruang kecil itu berdua dengan ayahnya membuat Yuuto merasa seperti akan tercekik.

“Tidak, aku baik-baik saja. Aku akan pulang sendiri”

"Masuk saja. Ada sedikit hal yang perlu kita bicarakan."

"Bicarakan?"

Ini agak tidak terduga. Yuuto mengira ayahnya tidak tertarik padanya - atau sebenarnya, pada konsep keluarga itu sama sekali.

"...Baik." Yuuto mengangguk dan duduk di kursi penumpang.

Ayahnya juga masuk, dan truk itu berangkat.

Yuuto tidak melihat ke arah ayahnya, malah melihat ke luar jendela. “Jadi, ada apa? Apa yang perlu dibicarakan? "

"Ini tentang apa yang akan terjadi selanjutnya," kata ayahnya. "Apa yang kau rencanakan? Apakah kau akan kembali ke sekolah?"

“... Oh. Um.” Sejujurnya, dia sama sekali tidak memikirkan hal itu.

Kembali ke Yggdrasil, pikirannya telah terfokus sepenuhnya untuk mencoba kembali ke rumah. Apa yang akan dia lakukan setelah itu terasa begitu jauh, itu tidak pernah benar-benar masuk ke dalam pikirannya.

“Musim ujian masuk sudah lama berlalu,” kata ayahnya. "Jika kau ingin segera kembali bersekolah, kau harus melakukannya di tempat khusus seperti sekolah malam paruh waktu."

"......" Yuuto tidak mengatakan apa-apa. Tiba-tiba, kenyataan terlempar di wajahnya.

Dia punya rencana samar di benaknya untuk mulai bersekolah di sekolah yang sama dengan Mitsuki. Tapi sekarang, setelah benar-benar memikirkannya, jika dia tidak dikirim ke Yggdrasil, dia akan berada di tahun kedua SMA.

Ada juga permasalah mengenai tahun-tahun belajarnya yang hilang, kesenjangan dalam studinya, dan perbedaan usia. Sudah terlambat bagi seseorang sepertinya untuk kembali menjalani kehidupan siswa normal.

Sekali lagi, dia merasakan beban dari tiga tahun waktu yang telah berlalu.

“Atau apakah kau akan mulai bekerja?” ayahnya bertanya.

"Itu mungkin ide yang bagus."

Bersekolah berarti harus bergantung secara finansial pada ayahnya selama menjadi murid. Yuuto lebih suka menghindari hal itu.

Jika dia ingin menjadi mandiri sebagai prioritas pertamanya, maka mendapatkan pekerjaan dan penghasilan adalah cara tercepat untuk itu.

"Tapi tidak akan ada pekerjaan bagus di luar sana untuk seseorang yang bahkan belum lulus SMP." Kata-kata ayahnya sekali lagi mendorong kenyataan ke wajahnya.

Itu juga sepenuhnya benar; tidak ada ruang bagi Yuuto untuk membantah.

Jadi dia menjawab dengan nada acuh tak acuh. "Yah, itu mungkin akan berhasil entah bagaimana caranya."

“Masyarakat jauh lebih keras dari yang kau kira.”

“Aku yakin itu benar. Tapi aku akan baik-baik saja.”

Memang benar bahwa keadaan di sekitarnya, singkatnya, cukup sulit. Mungkin juga benar bahwa dia melihatnya dengan pandangan naif.

Tapi Yuuto telah terlempar lebih dulu ke dunia primitif di mana yang kuat menghancurkan yang lemah, dimana dia tidak dapat mengerti bahasa mereka, dan dia masih bertahan.

Dengan pengalaman yang mendukungnya, dia memiliki kepercayaan diri dan kebanggaan yang memberitahunya bahwa dia akan mengatasi kesulitan apa pun.

“Tetap saja, kenapa tiba-tiba membahas hal ini?” Yuuto menambahkan. “Kau terdengar hampir seperti orang tua. Itu di luar karaktermu."

"Yah, secara teknis aku adalah orang tuamu."

“Hmph! Bo-bodoh Ibu adalah orang tuaku. Begitu pula seorang pria yang merawatku dengan baik selama tiga tahun, seorang pemimpin yang akhirnya aku sebut 'Ayah.' Hanya mereka dua orang tuaku. Bukan kau, pria yang meninggalkan Ibu."

"...Aku mengerti."

Percakapan terhenti.

Satu-satunya suara adalah suara mesin yang bergema di dalam kabin truk.

Mereka sampai di rumah segera setelahnya, perjalanan itu tidak terlalu lama.

Saat Yuuto turun dari truk, ayahnya berkata dia akan kembali bekerja dan pergi. Yuuto mendecakkan lidahnya saat dia memelototi truk yang melaju pergi, dan mengutuk, melontarkan kata-kata kasarnya.

“Setidaknya buat alasan yang lebih baik lagi, dasar bodoh.”

Begitu Yuuto sampai di rumah, dia menelepon Mitsuki untuk memberi tahu bahwa dia kembali dari kantor polisi, karena dia mungkin mengkhawatirkannya. Dia menyuruhnya untuk datang menemuinya di restoran terdekat.

Ini sempurna untuk Yuuto, yang masih belum makan siang, jadi dia langsung bersiap. Namun...

Mitsuki, sialan, kau menjebakku! Yuuto mengarahkan tatapan sedih pada teman masa kecilnya, duduk di sampingnya dengan kedua tangan terkatup, seakan meminta maaf.

Ia bersama gadis lain, sekarang duduk di seberang Yuuto.

“Heh! Oho! Hmm …" Gadis itu mengamatinya dari atas ke bawah seperti dia sedang menilai suatu produk. Yuuto tidak bisa mengelak tetapi rasanya sangat tidak nyaman.

Nama gadis itu adalah Ruri Takao, dan Mitsuki telah memperkenalkannya sebagai sahabatnya sejak SMP.

Saat itu terjadi, dia telah mengikuti Yuuto dan Mitsuki saat mereka pergi bersama ke Pusat Perbelanjaan, dan ketika Yuuto dibawa ke kantor polisi, dia menyeret Mitsuki ke restoran ini dan menghabiskan waktu bersamanya.

Rupanya Yuuto telah menelepon di tengah-tengah situasi itu. Bagi Ruri, itu merupakan kesempatan sempurna untuk membuat Yuuto masuk ke dalam perangkapnya.

Memikirkannya kembali sekarang, Mitsuki bertingkah sedikit aneh selama panggilan itu. Dia menyadarinya dan bergegas ke sini karena khawatir, tetapi dia justru terperangkap.

"Jadi ini pacar yang sering kudengar," Kata Ruri.

“T-tunggu, kita belum, menjadi—”

“Ohh, belum, benar. Belum!" Ruri mengulanginya dengan seringai jahat.

"Uuuuuugh..." Mitsuki merengek, wajahnya merah cerah, dan dirinya seakan menyusut.

Dia sudah kewalahan pada saat ini, jadi Yuuto tidak bisa mengandalkan bantuan apapun darinya dalam situasi ini.

Ruri menyeringai. "Hee hee hee, aku telah mendengar segala macam hal tentangmu dari Mitsuki."

"Oh, begitu." Balasan Yuuto benar-benar datar.

Di dalam, dia ingin tahu tentang hal-hal seperti apa yang telah dikatakan tentang dia, tetapi nalurinya yang ditempa di medan perang berbunyi seperti lonceng peringatan, memberitahunya bahwa dia seharusnya tidak bereaksi padanya.

"Jadi, bagaimana perasaanmu tentang Mitsuki?" Ruri terus berbicara, ingin terus menyudutkannya.

Pertanyaan itu keluar begitu tiba-tiba dan terus terang bahkan Yuuto tersentak kaget.

"Bagaimana...? Itu, um…" Yuuto kesulitan mengeluarkan kata-katanya, dan mencuri pandang pada Mitsuki.

Membuat pernyataan tentang perasaan yang sebenarnya tepat di depan pihak ketiga adalah tidak mungkin, bahkan sebagai lelucon.

“Mooo, Ruri-chan!” Teriak Mitsuki. “Ini pertama kalinya kau bertemu dengannya! Apa yang kau tanyakan tiba-tiba?!”

Wajah Mitsuki semerah apel, dan matanya berkaca-kaca. Tetap saja, Ruri tidak mempedulikannya.

“Yah kau tahu, setelah membuatmu menunggu selama tiga tahun penuh, sudah sepantasnya untuk memaksanya untuk mengatakan ow-ow-ow-ow!”

Tiba-tiba, Ruri disela oleh seorang wanita berambut pirang yang muncul dari belakangnya dan menarik telinganya dengan tajam.

“Maaf tentang itu. Dia sangat tidak sopan, bukan?" Sambil tetap menarik-narik telinga Ruri, perempuan pirang itu tersenyum manis.

Dia tampak berusia sekitar dua puluh tahun, kira-kira. Dia adalah seorang wanita cantik bertubuh langsing yang terlihat seperti versi Ruri yang lebih tua.

"Ow ow! Saya! Maafkan aku! Aku salah, oke? Lepaskan aku!"

“Bukan aku yang perlu dimintai maaf.”

"Uuugh ... Mitsuki, Suoh-san, maafkan aku," Ruri mengerang.

"Baik." Saya mengangguk puas dan akhirnya melepaskan telinga Ruri, lalu duduk di sampingnya.

Ruri menutup telinganya dengan tangan, bergumam, "Ughh, sakit ..." dengan air mata berlinang. Walaupun anggota keluarganya sendiri, itu tindakan tanpa kenal ampun.

Gadis cantik yang lebih tua mengangkat bahu, lalu menunjuk ke Ruri saat dia memperkenalkan dirinya. “Oh, aku Saya Takao, sepupunya. Senang bertemu denganmu."

“Um, kau adalah ... orang yang berpengalaman dengan arkeologi, bukan?” Yuuto bertanya. “Aku Yuuto Suoh. Biarkan aku mengucapkan terima kasih atas bantuanmu. Itu sangat membantu.”

“Hei, kau tahu sopan santun. Aku berharap sepupu kecilku ini bisa belajar satu atau dua hal darimu."

"Ahaha..." Tidak yakin bagaimana menanggapi itu, Yuuto hanya bisa tertawa.

“Aku selalu ingin memiliki kesempatan untuk berbicara langsung denganmu. Sekarang liburan musim semi, jadi aku kembali ke rumah, dan ternyata kau kembali pada waktu yang sama? Aku pikir ini kesempatan bagus. Kuharap kau tidak keberatan?”

"Tidak, sebenarnya sebaliknya," kata Yuuto. "Aku juga menginginkan kesempatan untuk berbicara denganmu."

“Hm. Kau memiliki aura yang sangat tenang untuk seorang remaja. Dan meskipun tenang, ada 'beban' tertentu yang bisa dirasakan dari dirimu. Kurasa itu yang diharapkan dari seseorang yang memerintah puluhan ribu orang di bawahnya." Dengan tangan di dagunya, Saya mengangguk seolah membenarkan sesuatu dalam pikirannya.

Yuuto hanya bisa mengangkat bahu dan tertawa kecut. “Aku pikir apa yang kau rasakan adalah sesuatu yang lebih mirip dengan efek plasebo, sebenarnya.”

"Hmm benarkah? Baiklah, kita akan berhenti di situ. Oh. Aku yang akan membayar untuk makanannya, jadi pesan saja apa pun yang kau suka. Jangan menahan diri, aku mungkin tidak terlihat seperti itu, tetapi sebenarnya dompetku memiliki kehidupan yang baik. "

“Ah, baiklah.” Atas desakan Saya, Yuuto melihat daftar menu.

Ruri telah menginterogasinya begitu cepat sehingga dia masih belum sempat memesan apapun.

Dia tidak terlalu tertarik pada gagasan orang membayar untuknya, tetapi dengan orang dewasa dan seorang wanita yang membuat pernyataan itu, sebagai orang yang lebih muda, sebenarnya tidak sopan dia menolak. Jadi Yuuto memutuskan untuk memanfaatkan kebaikannya dalam hal ini.

Saat dia memesan sesuatu secara acak dari menu makan siang, Saya membuka laptopnya.

“Nah, maukah kau menceritakan kisahmu padaku?” dia langsung bertanya. Sepertinya dia benar-benar siap untuk pembicaraan panjang.

Yuuto mengangguk. "Aku tidak masalah membicarakannya, tapi aku tidak yakin harus mulai dari mana."

"Tidak apa-apa jika kau memulainya dari awal."

"Baiklah kalau begitu..."

Dengan teh oolong dari restoran di tangan untuk memuaskan dahaganya, Yuuto mulai menceritakan kembali semuanya dari awal.

“Tepat setelah diriku dipanggil ke sana, aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi. Tapi aku masih ingat dengan jelas rasa dingin dari bilah pedang Sigrún di tenggorokanku. Darahku menjadi dingin, seperti yang mereka katakan."

“Mm-hm, ya. Seperti yang diharapkan, ini jauh lebih nyata jika langsung kudengar darimu daripada orang lain." Saya membuat komentar kecil saat dia mendengarkan dengan penuh perhatian, sambil mengetik keyboard laptopnya. Pada dasarnya, dia adalah seorang juru ketik.

Yuuto memang memiliki komputer desktop di rumahnya sendiri, tetapi bagi seseorang seperti dia yang hampir secara eksklusif menggunakan smartphone, melihat seseorang mengetik dengan sangat cepat dan rapi dari dekat benar-benar mengesankan.

"Hmm... perbedaan dari mitologi secara keseluruhan cukup banyak seperti yang kuprediksi sebelumnya, tetapi bagian terpenting, yang paling kontradiktif adalah yang benar-benar mengkhawatirkan." Jari-jari Saya berhenti mengetik dan mulai mengetuk meja secara berirama.

“Bagian paling penting, katamu?” Yuuto bertanya.

“Ya, saat kau dipanggil ke dunia itu ... dalam mitologi Norse, saat Fenrir ditangkap dan diikat oleh Gleipnir.”

"Iya...?"

“Dalam mitologi, Dewa Ásgarðr memutuskan untuk memenjarakan Fenrir, yang diramalkan akan membawa petaka bagi mereka. Mereka menggunakan rantai besi yang disebut Læðingr, namun rantai itu putus. Setelah itu, mereka menyiapkan rantai yang dua kali lebih kuat dari Læðingr, yang disebut Drómi, tapi Fenrir dengan mudah merusaknya juga.”

Kedengarannya seperti binatang buas yang tak terkendali dan mengamuk.

"Tapi kami kebetulan membicarakanmu," kata Saya. “Benar bukan, tuan 'Infamous Wolf Hróðvitnir?'”

Saya terkikik sedikit mendengar ini, tapi bagi Yuuto, rasanya cerita ini tidak ada hubungannya sama sekali dengannya, jadi lelucon itu terdengar datar.

Dia melanjutkan. "Jadi, artinya kita dapat menafsirkannya sebagai penjelasan bahwa beberapa upaya telah dilakukan untuk melakukan ritual pemanggilan, tetapi kau tidak berhasil dipanggil sebelumnya."

"Hmm, begitu."

“Maka para Dewa, setelah mencapai akhir dari kesabaran mereka, membuat rantai ajaib yang seluruhnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak ada di dunia ini, dan mereka menyebutnya Gleipnir. Yang lebih khusus lagi, itu dipersiapkan oleh pengikut Dewa Frey, Skírnir."

“Tunggu, Skírnir itu...!” Mata Yuuto melebar setelah mendengar kata yang familiar itu.

“Benar, itu adalah rune yang dimiliki ajudanmu Felicia. Ada beberapa yang berteori bahwa Skírnir adalah mata-mata yang bekerja untuk Surt juga, tapi mungkin kita bisa mengatakan bahwa tebakan itu tidak terlalu dekat namun juga tidak terlalu jauh.”

“Hei, dia bukan mata-mata atau semacamnya.” Tanggapan Yuuto agak sebal. "Dia selalu berada di sisiku selama ini."

Felicia benar-benar baik dan setia padanya sejak saat tidak berdaya dan tidak berguna, diejek oleh orang lain sebagai "Sköll, Devourer of Blessings." Pada dasarnya, dia tidak bisa menerima pendapat apa pun tentang Felocia yang berperan sebagai mata-mata.

"Yah, pada titik itu, kita bisa memasukkan Yngvi Klan Kuda ke dalam persoalan dan menghasilkan beberapa teori," kata Saya, "tapi itu hanya akan membawa kita keluar jalur, jadi mari kita kesampingkan dulu untuk saat ini."

"Mendengarmu mengatakan itu hanya membuatku semakin memikirkannya."

“Untuk saat ini, izinkan aku melanjutkan pembicaraan tentang Gleipnir.”

"...Baik." Dengan enggan, Yuuto mengangguk.

“Jadi dengan Gleipnir, para Dewa Norse akhirnya berhasil menyegel Fenrir. Dan kau juga berhasil terikat ke dunia Yggdrasil. Sejauh ini ceritanya masuk akal, tapi setidaknya dari apa yang aku dengar darimu, satu elemen besar yang mutlak diperlukan untuk cerita ini hilang.”

“Sebuah elemen mutlak?”

"Yup, Dewa perang, Tyr. Ada kisah dalam mitologi di mana, untuk menangkap Fenrir, dia akhirnya mengorbankan lengan kanannya sendiri. Tapi dalam ceritamu, tidak ada yang menyerupai itu."

“Bisakah Ayah ... maksudku, bisakah Patriark sebelumnya, Fárbauti mengisi peran itu? Wakilnya, atau dengan kata lain tangan kanannya, Loptr, dia ... "

“Mm-hm, aku juga memikirkan kemungkinan itu, tapi sepertinya tidak cocok. Tyr adalah dewa tingkat tertinggi di jajaran Norse, oke? Dan, maaf jika ini tidak sopan, tapi Pendahulumu, paling-paling hanyalah kepala klan kecil bukan?"

“Tingkat tertinggi? Bukankah Odin adalah dewa utama dalam mitologi Norse?" Yuuto tidak terlalu familiar dengan mitologi, tapi bahkan dia tahu itu.

“Ya, dia ada dalam versi mitologi Norse yang diwariskan hari ini. Tetapi pada periode paling awal dalam sejarah mitologi, Tyr adalah dewa hukum, kemakmuran, dan perdamaian, dewa tertinggi. Setelah itu, ada era peperangan sengit yang panjang, dan di tengah-tengah itu, mayoritas beralih ke Odin, dewa peperangan. Tyr direduksi menjadi dewa yang lebih rendah, dewa tentara."

"Dunia para dewa terdengar seperti dunia masyarakat yang kejam," kata Yuuto, meringis.

Dan karena dia telah menyebutkan nama itu sebelumnya, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengingatnya lagi. Loptr pada awalnya akan mewarisi gelar dan posisi Patriark Kedelapan dari Klan Serigala. Tapi orang yang memotong takdir itu adalah Yuuto.

"Kau benar," kata Saya. “Pada akhirnya, para dewa adalah ciptaan manusia, jadi bisa dibilang mereka menderita kesalahan dan konsekuensi yang sama seperti di dunia manusia.”

Percakapan berlangsung lama.

Yuuto akhirnya menyelesaikan ceritanya.

“... Jadi, ketika wanita Sigyn ini menggunakan seiðr Fimbulvetr padaku, sebelum kau menyadarinya, aku berada di kamar Mitsuki, dan begitulah akhirnya aku sampai di sini. Dan, begitulah. "

Setelah selesai berbicara, Yuuto menarik dan menghembuskan nafas dalam-dalam.

Dia mencoba menceritakan kisahnya dengan ringkas, tetapi meskipun demikian, sudah lebih dari empat jam sejak dia mulai berbicara. Dia sangat lelah.

"Hm, terima kasih," kata Saya. "Itu semua sangat menarik."

Menyelesaikan pengetikannya dengan satu hentakan keras jari manisnya pada tombol enter, Saya mengulurkan tangan ke atas, meregangkan tangannya.

“Tidak, terima kasih telah meluangkan waktu untuk mendengarkanku.” Yuuto menundukkan kepalanya ke arahnya dalam-dalam.

'Aku pergi ke dunia lain dan hidup sebagai raja' adalah cerita yang benar-benar konyol, dan dia menganggapnya serius, mendengarkan semuanya dan mencatatnya sepanjang waktu. Yuuto sangat berterima kasih padanya.

"Kau tidak perlu berterima kasih padaku," kata Saya. “Pada akhirnya, bahkan setelah mendengar semua itu, aku masih tidak bisa menunjukkan di mana atau pada masa apa kau berada.” Dia meletakkan tangan ke mulutnya, mengerutkan kening sambil berpikir.

"Jika kau tidak bisa mengetahuinya, maka ..." Yuuto menghela nafas, merasa sedikit tertekan pada kesimpulan itu.

Dia benar-benar ingin tahu persis di mana dia berada dan pada masa apa. Tentu saja, itu karena dia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang akan terjadi kemudian dalam sejarah.

Dia ingin semua orang di Klan Serigala dapat hidup damai.

Jika itu memungkinkan... tetapi jika mereka mengikuti alur mitologi Norse, maka dalam waktu dekat, perang besar yang setara dengan akhir dunia akan terjadi. Kecemasan terus tumbuh dalam dirinya.

"Berdasarkan ras, bahasa, kepercayaan spiritual, pakaian, dan sejenisnya, aman untuk berasumsi bahwa itu terjadi di suatu tempat di wilayah Eropa Timur, tetapi geografi wilayahnya jelas berbeda." Saya mulai mengetik lagi.

Dia memiringkan layar laptopnya agar Yuuto dan yang lainnya bisa melihatnya. Dia memamerkan peta benua Eropa.

Yuuto telah menatap peta seperti ini berkali-kali di smartphone-nya, tapi melihatnya di monitor komputer yang lebih besar membuatnya lebih mudah untuk dibaca.

Yuuto mulai menelusuri garis lintang 53 derajat dari kiri ke kanan. "Itu benar. Seharusnya ada tiga pegunungan yang sangat besar, tapi ... "

“Tidak ada satupun yang seperti itu, bukan?”

"Benar ..." Area yang dia telusuri dengan jarinya adalah dataran hijau yang luas.

Tidak ada warna coklat tua yang digunakan untuk menunjukkan pegunungan tinggi.

“Jika kita pergi ke timur sejauh China, maka ras orangnya tidak cocok, dan jika kita pergi ke Amerika Utara, ada pegunungan, tetapi lautan berada tepat di sebelah barat mereka,” dia merenung. "Di dunia tempatku berada, di sebelah barat barisan pegunungan adalah area daratan yang luas dengan wilayah seperti Álfheimr dan Vanaheimr."

"Penuh misteri seperti biasanya," Saya setuju. “Ini adalah pertanyaan mendasar, tapi menurutmu apakah kau salah perhitungan saat mencari tahu garis lintangmu?”

"Aku juga curiga, dan menelitinya berulang kali."

"Hmm ..."

“Maksudku, jika kita pergi ke garis lintang 45 derajat, mungkin ada Pegunungan Alpen.”

“Tidak, dari apa yang kamu katakan padaku, topografi pegunungan Alpen jelas berbeda ... hm?” Saya membeku.

Tiba-tiba, dia menatapnya dengan mata menyipit, begitu intens sehingga Yuuto mundur selangkah, tapi sepertinya dia bahkan tidak melihatnya.

“Pegunungan Alpen ... 'álfkipfer' ... jadi begitu. Jadi begitulah. Semuanya sudah jelas. Jika kita menganggapnya bukan 9.000 tahun tetapi 900 tahun, maka itu akan lebih sesuai dengan zamannya."

Saya bergumam pada dirinya sendiri dan tampaknya setuju dengan hipotesisnya, tetapi Yuuto dan yang lainnya benar-benar tidak mengerti.

“Um, Saya-san?” Yuuto bertanya.

"Ah!" Saya tersentak dan kembali ke laptopnya, mulai mengetik dengan kecepatan tinggi seolah kesurupan. Dan dengan cepat dia membanting layar laptopnya hingga tertutup dan berdiri.

“Ada sesuatu yang harus aku periksa, jadi aku akan pergi! Ini untuk pembayarannya! Bye! "

Dia mengeluarkan kartu dari dompetnya dan membantingnya ke meja, lalu berjalan melewati kasir dan keluar dari restoran.

Itu adalah jenis perilaku yang random, 'berbaris mengikuti irama sendiri' seperti yang diharapkan dari seorang jenius.

◆◆◆

"Apa?! Tadi malam Klan Panther melancarkan serangan terhadap Klan Serigala... dan menghancurkan mereka ?!” Steinþórr berteriak.

Patriark Klan Petir terkejut hingga mengulangi kembali berita yang baru saja dibawa oleh orang kepercayaannya Þjálfi kepadanya, karena itu sama mengejutkannya seperti sambaran petir dari langit biru cerah.

Steinþórr adalah seorang pria berusia sekitar dua puluh tahun, dengan penampilan dan perilaku yang masih agak kekanak-kanakan dan kasar, tetapi terlepas dari itu, Einherjar ini adalah satu dari hanya dua orang di seluruh Yggdrasil yang memiliki rune ganda. Dan di seluruh negeri, tidak ada yang bisa dibandingkan dengan kekuatan dan keberaniannya di medan perang. Dia ditakuti sebagai seorang jenderal pejuang yang bisa dianggap pasukan tersendiri.

Tetapi bahkan prajurit menakutkan yang dikenal sebagai Dólgþrasir, Battle-Hungry Tiger ini telah dengan mudah dikalahkan oleh seorang pria, dan bahkan dengan Klan Panther yang bertarung bersamanya, Pria itu baru saja berhasil menahan serangannya.

“Sampai Suoh-Yuuto benar-benar dikalahkan dengan begitu mudah... apa kau yakin ini bukan kebohongan ?!”

Dalam pertempuran sebelumnya, kedua klan bekerja sama untuk menyerang Klan Serigala, dan bahkan menyerang mereka saat mereka tidak menduganya, dan masih belum bisa mengalahkan mereka. Sulit dipercaya bahwa Klan Serigala yang bertahan akan dikalahkan oleh Klan Panther yang bertindak sendirian.

“Ya, aku juga bertanya-tanya apakah itu mungkin disinformasi, tapi sepertinya tidak salah lagi,” kata Þjálfi.

“Kau bercanda ... Suoh-Yuuto seharusnya waspada terhadap serangan malam hari. Bagaimana mereka bisa?”

Hveðrungr adalah seorang jenderal yang hebat, itu benar. Dia adalah tipe orang yang bisa menyerang kelemahan sekecil apa pun begitu musuh mengungkapkannya, dan memiliki obsesi akan kemenangan yang tidak dimiliki Steinþórr, bersamaan dengan pikiran logis dan tanpa keraguan. Dia adalah pria yang tidak bisa dianggap remeh.

Meski begitu, Steinþórr tidak bisa memahaminya.

Dia tahu di kepalanya bahwa kemenangan dan kekalahan adalah masalah yang biasa terjadi dalam perang, bahwa tidak ada komandan yang bisa memenangkan seratus persen pertempuran mereka, tapi... Þjálfi berkata, “Ada sesuatu yang membuat para prajurit Klan Panther ribut. Mungkin ini berhubungan.”

"Apa? Katakan padaku." Steinþórr dengan tidak sabar memberi isyarat dengan dagunya.

"Yah. 'Suoh-Yuuto sudah menghilang. Tanpa panglima tertinggi mereka, tidak ada lagi yang perlu kita takuti dari Klan Serigala.'”

"Hilang?" Steinþórr mengulangi. "Apa artinya?"

"Sayangnya, aku tidak tahu."

“Saudaraku yang memakai topeng terkutuk! Dia sebaiknya tidak membunuhnya." Steinþórr mengucapkan kata-katanya, dan melemaskan jari-jarinya.

Tentu saja, dengan kepergian Yuuto, dapat dipahami bahwa Klan Serigala akan menderita kekalahan besar setelahnya. Namun, meskipun hal-hal seperti ini terjadi dalam perang, ini adalah kekecewaan yang luar biasa.

“Jadi, apa yang harus kita lakukan mulai sekarang?” Þjálfi bertanya.

"Kita akan bergabung dalam serangan ke Gashina," geram Steinþórr. “Lagipula, kita tidak bisa membiarkan Klan Panther melakukannya sendiri.”

Benteng Gashina awalnya berada di bawah kendali Klan Petir. Mereka tidak bisa kembali ke ibu kota klan mereka Bilskírnir tanpa setidaknya merebut kembali itu.

Yuuto sering menyebut Steinþórr sebagai 'si idiot' tapi kenyataannya, dia bukan sekadar orang idiot. Ketika sampai pada masalah perang, Steinþórr memahami hal-hal yang penting saja.

Steinþórr menggaruk kepalanya, lalu mendesah dan bergumam pada dirinya sendiri dengan setengah hati.

“Tapi, sejujurnya, aku sudah benar-benar merasa tidak bersemangat lagi.”

Sementara itu, diruangan komandan di Benteng Gashina, Olof sedang memeras otak tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Dia telah ditunjuk untuk menggantikan Yuuto yang absen sebagai Panglima dari Tentara Klan Serigala, tapi situasi ini membuatnya bingung.

Kerugian besar dari pertempuran terakhir mereka telah memberi sejumlah besar korban, dan moral pasukan sangat rendah.

Selain itu, struktur Benteng Gashina sendiri telah rusak di beberapa tempat selama pertempuran sebelumnya dengan Klan Petir untuk menguasai benteng, dan kemampuannya untuk berfungsi sebagai benteng pertahanan berkurang secara dramatis.

Persediaan makanan di gudang di sini juga telah diambil oleh musuh saat itu.

Tentara Klan Serigala telah mengangkut makanan bersama dengan formasi mereka, tetapi bahkan sebagian besar telah disita oleh musuh dalam kekacauan setelah kekalahan mereka di medan perang. Apa yang tersisa tidak bisa bertahan lama.

Mereka pastinya tidak bisa bertahan dalam pengepungan yang lama dengan kondisi seperti ini.

Tentu saja, Klan Petir memiliki Steinþórr dan Rune Mjǫlnir, Shatterer, dan Klan Panther memiliki trebuchet. Dengan senjata penghancur seperti itu di pasukan musuh, Olof tidak membayangkan dia bisa bertahan lama melawan mereka.

“Haruskah kita meninggalkan Gashina dan lari?” Olof bergumam sendiri dengan ekspresi bermasalah.

Klan Panther telah menyiapkan formasi di celah gunung sempit di dekatnya, tetapi masih ada rute memutar, mengelilingi pegunungan, yang telah digunakan Klan Serigala selama strategi 'memancing harimau dari sarang gunung'. 

Klan Panther belum sepenuhnya mengepung daerah itu, jadi mereka bisa mencoba melarikan diri menggunakan rute itu.

Namun...

“Bisakah kita melarikan diri dengan sukses?” Olof kembali mengerang.

Pasukan Klan Serigala sebagian besar terdiri dari infanteri. Sementara itu, pasukan Klan Panther seluruhnya terdiri dari kavaleri. Perbedaan dalam mobilitas pasukan mereka sangat besar.

Dengan kata lain, bahkan jika mereka berhasil lewat, musuh bisa mengejar mereka.

Sudah diketahui dengan baik bahwa sebagian besar pembunuhan dalam pertempuran datang dari setelah pertarungan awal diputuskan, dengan meluncurkan serangan lanjutan terhadap pihak yang kalah saat mereka mundur. 

Dengan cara yang sama, tentara dalam perang menderita korban terbesarnya jika diserang saat melarikan diri.

“Akankah lebih baik jika kita berkomitmen untuk tetap berada di sini, dan memberikan lebih banyak kerugian kepada musuh kita?” Olof bertanya-tanya dengan lantang. “Apakah itu hal yang lebih baik untuk dilakukan bagi Klan Serigala dalam jangka panjang?”

Namun, itu membawanya kembali ke fakta bahwa pasukan Klan Serigala penuh dengan banyak cedera saat ini, dan moral telah menguap, tidak dalam posisi untuk bertarung secara efektif.

Pilihan mana pun tampaknya hanya menjanjikan hasil yang mengerikan, dan Olof telah terjebak perputaran ini selama satu jam sekarang.

Tetapi waktu terbatas, dia perlu membuat keputusan ini dan menyelesaikannya.

Saat itu, sebuah suara memanggilnya.

“Kakak Olof, apakah kamu punya waktu sebentar?”

“Oh, Sigrún,” katanya. “Ada apa?"

Dengan ekspresi dan nada suara keduanya yang jelas benar-benar kelelahan, Olof memberi isyarat untuk mengundang gadis berambut perak itu ke dalam ruangan.

Sigrún berdiri di hadapannya dan membungkuk sekali. Saat dia mengangkat kepalanya, dia melihat bibirnya terkatup rapat dalam ekspresi yang suram.

"... Hm." Olof merasakan bahwa ini bukan masalah biasa, dan menegakkan dirinya di kursinya, menunjukkan bahwa dia dapat melanjutkan pembicaraan.

Sigrún menghela napas. “Kakak, Unit Múspell dan diriku akan tetap bertahan dibenteng ini dan menjaga musuh agar tetap fokus ke sini. Tolong gunakan celah itu untuk memimpin pasukan utama keluar dan kabur."

“Apa— ?!” Olof berteriak, tetapi permintaannya yang tiba-tiba membuatnya kehilangan kata-kata.

Unit Khusus Múspell Sigrún, atau Unit Múspell, adalah kelompok yang terdiri dari pejuang paling elit klan, tetapi hanya berjumlah sekitar tiga ratus pejuang. Ada anggota trainee juga, tapi bahkan termasuk mereka, jumlahnya masih kurang dari lima ratus.

Melawan pasukan Klan Pentir dan Panther hanya dengan jumlah itu bukan hanya tidak masuk akal, itu benar-benar tidak masuk akal.

Dengan kata lain, ini adalah ...

"Kau... kau bermaksud mengorbankan dirimu sendiri?"

“Tugasku adalah bertarung di garis terdepan, memimpin pertarungan untuk melindungi semua orang,” kata Sigrún. “Itulah tugas yang diwariskan kepada setiap Mánagarmr dari generasi ke generasi. Ini akan baik-baik saja. Apa pun yang diperlukan, Aku pasti akan memberi cukup waktu bagi semua orang untuk melarikan diri."

"Urrgh ..." Olof menggeram, dan meletakkan tangan ke mulutnya sambil berpikir.

Tampaknya itu adalah satu-satunya langkah bagus.

Dalam skenario itu, sementara pasukan utama Klan Serigala melarikan diri, pasukan Klan Panther pasti tidak akan begitu saja melewati Benteng Gashina untuk mengejar mereka.

Jika mereka mengabaikan dan melewati benteng dengan musuh-musuh mereka masih di dalam, mereka akan menjadikan diri mereka sebagai target serangan penjepit yang sempurna dari depan dan belakang. Dari apa yang diamati Olof sejauh ini, Hveðrungr bukanlah jenis komandan bodoh yang akan melakukan itu.

Dengan kata lain, ini berarti bahwa sampai Klan Panther selesai merebut Benteng Gashina, pasukan utama Klan Serigala dapat melarikan diri tanpa menerima serangan apa pun dari musuh.

Dan jika menghadapi musuh di garis depan untuk melindungi semua orang adalah tugas Mánagarmr, maka itu juga merupakan tugas Panglima tertinggi untuk membuat pengorbanan yang diperlukan untuk melindungi pasukan yang lebih besar - untuk menjadi orang yang membuat keputusan itu dan memberi perintah.

Olof menarik napas panjang, lalu mengeluarkannya perlahan. Sambil berdiri, dia berjalan cepat ke sisi Sigrún dan menepuk bahu kirinya.

“Maaf, dan terima kasih. Kalau begitu, serahkan sisanya ... padaku!"

Buk! Tiba-tiba, Olof memukul Sigrún dengan tinjunya.

Sigrún bereaksi terhadap serangan itu dalam sekejap dengan secara refleks memblokirnya dengan tangan kanannya. "Apa yang kau...?! Augh !!”

Cederanya kembali setelah menerima benturan itu, dan wajahnya berubah kesakitan.

Olof tidak mengabaikan celah tersebut. Sebaliknya, serangannya telah diperhitungkan.

“Bagaimana kau berencana untuk bertarung dengan pedangmu jika lengamu seperti tu?” balasnya. "Hah!"

"Aww—!" Sigrún mendengus tanpa kata-kata saat serangan lanjutan Olof mengenai ulu hati bagian kanannya. Dia telah memasukkan semua kekuatannya di balik serangan itu.

"Olof... kamu ..." Bahkan Sigrún tidak bisa tetap berdiri setelah itu. Dia berlutut, lalu jatuh ke lantai, di mana dia berbaring tak bergerak.

Rupanya dia sudah pingsan.

“Heh. Terima kasih, aku telah mengambil keputusan. " Kata Olof, menatapnya. “Kekalahan ini adalah tanggung jawabku yang harus aku tanggung. Bagaimana aku bisa kabur tanpa malu dan meninggalkan adikku untuk membereskan kesalahanku? "

Saat dia berbicara, ekspresinya tidak lagi menunjukkan tanda-tanda keraguan, itu adalah wajah seorang pria yang telah menemukan tekadnya.


Afronote : 
ya emm maap telat lagi, 3 chapter telat terus ehe



TL: Afrodit
EDITOR: Isekai-Chan 

0 komentar:

Posting Komentar