Minggu, 17 Januari 2021

Hyakuren no Haou to Seiyaku no Valkyria Light Novel Bahasa Indonesia Volume 5 Chapter 4. Memompa dengan Sia-sia

Volume 5
Chapter 4. Memompa dengan Sia-sia


Sering dikatakan kalau anak-anak meniru orang tua mereka. Di Klan Serigala, seperti Patriark yang memimpinnya, ada banyak orang yang penampilan luarnya tampak tidak sesuai dengan pangkat dan status mereka.

Bisa dikatakan bahwa Ingrid adalah contoh utama dari kasus ini.

Ingrid adalah seorang gadis muda, dengan kulit kecokelatan yang menandakan darah orang selatan mengalir kuat dalam keluarganya, dan rambut merah kusut yang cenderung menonjol ke samping. Matanya yang sedikit meruncing ke atas dan berkemauan keras agak mengingatkan pada seekor kucing.

Pakaian yang dikenakannya sederhana, dan sering terlihat kotor di beberapa titik.

Pada pandangan pertama, dia terlihat seperti seorang gadis kota yang tersesat dan secara tidak sengaja berkeliaran ke dalam istana, tetapi Ingrid berada pada peringkat ketujuh Klan Serigala dan salah satu perwira utamanya, seseorang dengan pangkat dan kedudukan yang tak terbantahkan.

Memang, dia telah memainkan peran sentral dalam membawa banyak kemenangan Klan Serigala dan kemakmuran yang luar biasa, dan reputasinya mendahuluinya bahkan di antara banyak tokoh agung dan heroik lainnya di klan. Bahkan orang-orang yang secara teknis lebih tinggi pangkatnya, seperti Wakil Patriark dan asistennya, memperlakukannya dengan hormat.

"Hei... apa yang kau lakukan di sini dan meringkuk di bawah kotatsu?" Ingrid menuntut.

Meskipun semua faktor itu tidak sepenuhnya membenarkan tindakannya, gadis Ingrid ini selalu tegas pada semua orang, bahkan Patriarknya, yang akan dianggap sangat kurang ajar. Tapi semua orang mengabaikannya dengan senyum masam dan menerimanya diam-diam.

Tetap saja, akan menjadi hal lain jika Ayah sumpahnya adalah orang bodoh yang berputus asa dan berpikiran lemah, tetapi patriark ini adalah pahlawan yang dihormati sebagai penguasa terbesar dalam sejarah Klan Serigala.

“Kau terlihat seperti sedang duduk manis, brengsek,” bentaknya.

Faktanya, sepertinya dia mungkin lebih sombong saat bersama Patriark daripada dengan orang lain.

“Oh, hei, Ingrid. Ini benar-benar bekerja dengan baik. Kau ingin duduk dan bergabung dengan kami?” Dan untuk Yuuto, Patriark yang dimaksud, dia sepertinya tidak memberikan tanggapan khusus. Dia membalas Ingrid dengan sapaan dan nada yang santai.

Mendengar ini, cemberut tidak puas Ingrid menjadi lebih intens.”Dilihat dari itu, sepertinya kau benar-benar lupa.”

"Hah? Lupa apa?” 

"Ohhh ... oke, kalau begitu ..."

“Gah! Aduh — hei! kau tidak bisa begitu saja mengepalkan tangan di pelipis seseorang seperti itu!"

"Kau tidak punya hak untuk protes!!"

“Gwaahhh! K-kau sial... Aku Patriarkmu, kau tahu!" 

"Hmph, aku tidak peduli."

“Tung — tidak, serius, Menyakitkan! Itu sakit! Berhenti!"

“Sungguh, kalian berdua sangat dekat.” Tepat di sebelah mereka, ajudan Yuuto, Felicia, dengan tenang menyeruput tehnya, seolah benar-benar terlepas dari situasi tersebut.

“Tunggu, tunggu sebentar, Felicia!” Yuuto memprotes.”Bagaimana kau bisa melihat apa yang terjadi di sini dan mendapatkan kesan seperti itu ?!”

“I-itu benar!” Ingrid berseru.”Felicia, apakah matamu buta?!”

“Buta, katamu ...?”

Felicia berhenti dan mengambil waktu sejenak untuk sekali lagi melihat keduanya - Ingrid menekan kedua tangannya ke masing-masing sisi pelipis Yuuto, Yuuto meraih pergelangan tangan Ingrid dengan ekspresi putus asa dan sedih - lalu terkikik.

"Tee hee, tapi apa pun yang kau katakan, kenyataannya memang seperti itu." 

“Apa kau yakin matamu baik-baik saja, Felicia?!”

"Oh, ya, dan aku memiliki keyakinan penuh pada penglihatanku, jika aku sendiri yang mengatakannya." Felicia menyampaikan pernyataannya dengan senyum manis.

Felicia memiliki buktinya, meskipun Yuuto mungkin terlihat tidak bahagia pada pandangan pertama, dia tahu Yuuto juga cukup menikmatinya sendiri. Mereka berdua mungkin tidak menyadarinya sendiri, tetapi pengamat seperti Felicia tahu bahwa mereka saling bersenang dengan cara yang hanya bisa dilakukan oleh teman dekat. Karena itu, dia telah memutuskan bahwa tidak sopan untuk ikut campur.

Itu adalah keputusan yang menunjukkan kemampuannya untuk memahami keadaan sebenarnya dari hati tuannya, sebuah contoh cemerlang tentang bagaimana seharusnya seorang ajudan yang kompeten.

Sampai sekitar setengah tahun sebelumnya, dia sering menegur Ingrid karena cara dia berbicara dan bersikap terhadap Yuuto, tetapi baru-baru ini hal itu telah berhenti.

Itu sebagian besar karena awalnya, peringatan tersebut dimaksudkan untuk memastikan sikap Ingrid terhadapnya tidak merusak martabat dan kemampuannya untuk dihormati sebagai penguasa baru. Sekarang setelah dia mendapatkan dukungan besar-besaran dari orang-orang sebagai tuan dan pahlawan mereka, Felicia tidak punya banyak alasan untuk khawatir.

“Ngh...! Ahh, terserah,”gumam Ingrid.”Aku tidak peduli lagi. Aku akan membiarkanmu pergi dengan mudah kali ini.”

Tak dapat lagi menahan tatapan hangat dan kekaguman Felicia, Ingrid buru-buru membuat alasan dan melepaskan Yuuto.

Akhirnya terlepas dari kepalan Ingrid, Yuuto mengusap pelipisnya dan menatapnya dengan bingung.”Lepaskan aku...? Ayolah, apa salahku?”

“Siapa yang datang memohon padaku untuk menghabiskan hari mengajarinya cara membuat hiasan kaca?”

"Hah?!... Oh, sial, itu hari ini?!”

“Ya, benar! Dan aku telah menunggumu muncul sejak pagi ini, sementara kau duduk di sini dengan hangat dan santai di kotatsu sialanmu!" 

"Urk ...m-maafkan aku, Ingrid..." Yuuto menundukkan kepalanya dengan malu meminta maaf.

Dia tidak benar-benar bermalas-malasan ketika Ingrid baru saja tiba, tetapi dia tetap saja telah mengingkari janjinya.

Dan Ingrid memiliki jadwal sibuknya sendiri sebagai Ketua Lokakarya Mótsognir Klan Serigala. Dia memintanya untuk meluangkan sebagian dari waktu berharga itu demi dirinya, dan kemudian melupakan semuanya. Itu memalukan, dan dia tidak punya alasan.
<EDN: Bengkel diubah menjadi Lokakarya agar tidak ambigu, karena memang yang dimaksudkan adalah tempat membuat banyak hal>

“Oh? Aku tidak tahu kau punya janji seperti itu yang dijadwalkan untuk hari ini...” Dengan bingung, Felicia mulai membalik-balik bundelan kertas di atas meja.

Mendengar itu, Yuuto buru-buru berdiri dari kotatsu. Hari ini bahkan lebih dingin dari biasanya, cukup untuk membuatnya berjongkok saat melakukan perjalanan terakhirnya ke toilet, tapi sekarang dia tampak tidak terganggu oleh hawa dingin sama sekali.

“Ba-bagaimanapun, aku benar-benar berjanji padanya. Ja-jadi, aku harus pergi sebentar. Aku akan menyerahkan semuanya di tanganmu saat aku pergi! Dan aku akan pergi ke lokakarya, jadi aku tidak butuh perlindungan!”

"Hah?! Um, ya, baiklah.” Masih kebingungan dan duduk didalam kotatsu, Felicia memberikan respon.

Itu sudah cukup untuk Yuuto.”Baiklah kalau begitu. Kau mendengarnya, Ingrid. Ayo pergi."

“H-hei, apa yang...?!” Perubahan adegan yang tiba-tiba dan tidak yakin apa yang sedang terjadi, Ingrid berdiri terdiam, tetapi Yuuto mendorongnya dari belakang, dan dengan cepat keluar dari ruangan bersamanya.

Lokakarya Ingrid saat ini dibangun sebagai perpanjangan dari tembok luar istana.

Dikelilingi oleh tembok bata tinggi, bagian luarnya diawasi oleh anggota Unit Pasukan Khusus Múspell yang bergiliran berjaga tanpa henti.

Keamanannya sangat ketat. Seseorang hanya bisa masuk dari dalam halaman istana, dengan melewati dua pos pemeriksaan yang dijaga oleh penjaga elit Múspell. Bahkan 'Little Fox' Kristina yang terkenal, menyerah untuk menyusup ke tempat itu.

Untuk masuk, diperlukan izin khusus yang ditandatangani Yuuto (hanya dalam bentuk tablet tanah liat), tidak ada yang bisa masuk tanpa izin, tidak peduli siapapun mereka. Dan setelah pergi, kantong dan barang bawaan seseorang digeledah dengan teliti.

Bahkan tokoh-tokoh besar dalam Klan seperti Jörgen dan Felicia tidak terkecuali dari aturan dan prosedur ini.

Selain itu, begitu seseorang menginjakkan kaki ke tempat itu, mereka dianggap berada di bawah yurisdiksi dan kendali Klan Serigala.

Ini adalah aturan yang ketat, tetapi mutlak diperlukan.

Lokakarya ini penuh dengan barang-barang yang nilainya membuat emas atau perak terlihat seperti recehan, dan terus menghasilkan lebih banyak lagi harta karun baru sepanjang waktu.

“Hei, yang disana. Pertahankan kerja bagus kalian,” kata Yuuto kepada para penjaga saat dia melewati mereka.

"Kerja bagus," Ingrid mengangguk.

Tetapi bahkan dengan sistem yang begitu kaku dan keamanan yang ketat, Yuuto dan Ingrid adalah dua orang yang bisa dibiarkan keluar masuk begitu saja. Tentu saja, yang satu adalah pria yang mengeluarkan izin masuk tersebut, dan yang lainnya adalah kepala lokakarya itu sendiri, jadi wajar saja.

“Huh, hari ini agak sepi di sini.” Saat mereka berjalan melalui jalan masuk, Yuuto memiringkan kepalanya sedikit karena penasaran.

Terakhir kali dia berkunjung, hiruk pikuk palu besi dan teriakan para pekerja cukup keras untuk terdengar melalui lorong tempatnya sekarang.

Ingrid menghela napas dan mengangkat bahu dengan putus asa.”Ya, tentu saja. Hari ini adalah hari libur untuk semua orang di lokakaryaku.”

"Ohhh, ya... Kurasa aku ingat kau mengatakannya sekarang."

Kembali saat Yuuto pertama kali memberi tahu Ingrid bahwa dia ingin membuat sesuatu dari kaca, Ingrid mengatakan bahwa Yuuto akan menghalangi para pekerjanya, jadi dia akan mengajarinya ketika lokakarya mendapatkan hari libur.

Dia mau mengajarinya secara pribadi disaat apa yang seharusnya menjadi hari liburnya, dan di sinilah dia, hanya setelah mengingat fakta tersebut setelah sepenuhnya melupakannya... Yuuto benar-benar merasa bersalah terhadapnya.

“Hei, maafkan aku,” katanya.”Untuk mengambil hari liburmu, dan segalanya."

“Ahh, lupakan saja. Kau juga sibuk, bukan?”

Saat Yuuto mencoba meminta maaf padanya lagi, Ingrid menepisnya dengan senyum percaya diri, bibirnya terbuka untuk menampakkan taring yang menonjol sedikit di satu sisi, seperti taring kecil.

Yuuto telah gagal memenuhi kewajibannya padanya, tapi sepertinya dia telah memutuskan untuk melupakan itu sepenuhnya. Itu adalah sikap yang sangat santai, dan sangat melegakan bagi Yuuto.

“Seperti biasa, kau itu jan — seperti kakak perempuan. Itu sangat keren.” Dia hampir terpeleset dan berkata”jantan", tetapi berhasil menahannya di detik terakhir dan memilih pujian yang lebih baik.

Itu benar-benar keputusan yang bijak. Lagi pula, jika kau mencoba memadamkan api, hal terakhir yang akan kau lakukan adalah memasukkan lebih banyak bahan bakar.

“Wah, aku harus melakukannya, mengingat saat ini aku punya sekitar seratus pekerja magang yang harus kuawasi. Jadi? Apa kau akan memberitahuku mengapa kau tiba-tiba ingin belajar membuat kerajinan kaca?”

Yuuto mengangguk.”Benar, yah, kau pasti tahu kalau sebentar lagi Felicia dan Sigrún berulang tahun. Jadi kupikir aku ingin memberi mereka sesuatu yang kubuat sendiri.”

"Oh begitu. Jadi kau datang kepadaku dan meminta diriku ini untuk menghabiskan hari liburku, untuk sesuatu seperti itu?”

Seperti yang dikatakan sebelumnya, ketika kau mencoba memadamkan api, hal terakhir yang akan kau lakukan adalah memasukkan lebih banyak bahan bakar.

“Apa—?!” Yuuto mulai panik saat wajah Ingrid menjadi semakin kesal.

Udara di sekitar mereka dingin dan kering, tapi Yuuto mengira dia bisa melihat gelombang panas yang sepertinya keluar dari Ingrid. Mungkin itu hanya imajinasinya.

Bisa dikatakan, Yuuto telah menginjak ranjau.”A-apa maksudmu, 'sesuatu seperti itu?' Itu tidak pantas. Keduanya selalu melakukan banyak hal untukku. Ini penting! Ya, aku mengerti bahwa itu tidak berhubungan langsung denganmu, dan aku minta maaf karena membuatmu menghabiskan hari libur untuk membantuku, tapi tetap saja.”

"Ngh... Tidak, aku..." Dengan frustrasi, Ingrid menyisir rambutnya dengan kasar menggunakan jarinya.”... Dengar, aku seharusnya tidak mengatakan itu. Aku salah, oke?”

Dia masih terlihat tidak puas dengan situasi saat ini, tetapi meskipun demikian, dia adalah tipe gadis yang bisa memberikan permintaan maaf yang jelas ketika dia merasa telah melakukan sesuatu yang salah. Itulah salah satu pesonanya.

“Tetap saja, itu berarti aku harus menghabiskan satu-satunya waktu liburku untuk membantumu membuatkan hadiah untuk gadis lain? Apa yang kulakukan sehingga pantas mendapatkan perlakuan seperti ini, huh?”

Ingrid terus bergumam sendiri, terlalu pelan untuk Yuuto dengar, tapi jelas bahwa situasi ini telah melewati batas untuknya, juga.

“Ah, rasanya sudah lama sekali aku tidak melakukan pekerjaan seperti ini,” kata Yuuto, dengan tatapan nostalgia di matanya, dan memasukkan sekopnya ke dalam tumpukan besar batu hitam. Dia kemudian mengangkat sekop penuh dan mengangkatnya ke tungku batu bata yang menyala-nyala.

Meskipun prosedurnya sedikit berbeda, dia telah menghabiskan waktu berjam-jam untuk melakukan pekerjaan semacam ini untuk mengolah besi, kembali pada hari-hari sebelum dia menjadi Patriark.

Mungkin musim dingin ada hubungannya, tapi udara panas yang tertiup ke arahnya terasa nyaman.

Kebetulan, bangunan yang mereka gunakan saat ini, lokakarya resmi ketiga Ingrid, dibangun mirip paviliun persegi, dengan empat pilar besar menopang atap dan dinding kayu tipis yang terbuat dari panel geser kayu. Dinding panel kayu dapat dibuka atau bahkan dilepas seluruhnya, dan saat ini, dua sisinya telah dilepas, jadi ada ventilasi udara yang pas untuk mengoperasikan tungku.

Tentu saja, tempat lokakarya dikelilingi oleh tembok pertahanan tinggi yang disebutkan sebelumnya, jadi area tersebut juga tidak memiliki aliran udara yang bagus. Itu tidak masalah selama musim dingin, tetapi tampaknya seperti mimpi buruk di musim panas.

Duk, duk, duk!

Di sebelah Yuuto, Ingrid yang terus mencermati kekuatan dan warna api di tungku kedua, dengan mantap memompa api menggunakan kakinya.

Dalam keheningan total.

Dengan kekuatan yang sangat aneh.

Seolah dia menginjak wajah musuh terburuknya.

Yuuto menambahkan bahan bakar ke tungku yang akan digunakan untuk memproses dan mengolah kaca, sementara Ingrid sedang memantau tungku peleburan kaca.

Seorang pengrajin magang muda telah menjaga tungku peleburan sampai beberapa saat yang lalu, dan Ingrid telah mengambil alih.

Untuk membuat kaca berkualitas baik, kaca harus dilebur seluruhnya dalam waktu lama, pada suhu 1.400 derajat Celcius. Karena itu, tungku ini harus diawasi terus-menerus oleh pengrajin lokakarya secara bergiliran, dan hanya dibiarkan padam sekali dalam setengah tahun terakhir.

"Ugh, aku benci mengatakannya, tapi aku semakin melemah," kata Yuuto, melakukan yang terbaik untuk memulai percakapan biasa.”Kurasa kekuatanmu akan berkurang jika kau tidak sering menggerakkan tubuhmu."

Pada kenyataannya, itu benar, dia sudah bisa merasakan ototnya mulai menjerit. Dia pasti akan mengalami nyeri otot besok.

Jika Ingrid adalah Ingrid yang biasa, dia mungkin akan menjawab dengan sesuatu seperti,”Ya, tentu saja. Apa yang kau harapkan? Kau selalu terjebak di meja sialan itu. Lakukan olahraga sesekali. Kau akan jatuh sakit jika tidak.”

Itu adalah gayanya, dengan nada yang kasar dan memaksa, tapi dengan pemikiran yang penuh perhatian di balik kata-kata yang dia ucapkan.

Tapi saat ini Ingrid tidak menanggapi. Masih nampaknya dalam suasana hati yang buruk, dia terus menginjak-injak pompa. Dia tidak mengatakan sepatah kata pun.

"Haahh..." Menyeka keringat dari alisnya, Yuuto menghela nafas panjang dan putus asa.

Sudah seperti ini sejak mereka memasuki lokakarya.

Karyawan magang telah bekerja sampai beberapa saat yang lalu menjaga tungku kaca semalam suntuk, jadi mereka mengirimnya pulang, tidak ingin membuatnya kelelahan lebih jauh. Namun berkat itu, suasananya menjadi sangat tidak nyaman.

Hampir dipastikan, percakapan yang mereka lakukan di lorong tadi adalah penyebabnya. Namun, tidak jelas bagi Yuuto tentang apa sebenarnya penyebab Ingrid marah padanya.

Dia pikir itu wajar dan normal untuk ingin memberikan sesuatu kepada orang-orang yang telah berbuat banyak untuknya, dan Ingrid sendiri adalah tipe orang yang seharusnya memahami dan menghormati perasaan kewajiban moral itu.

Bagi Yuuto, situasi ini membuatnya bingung.

Dan, saat itu terjadi, fakta bahwa dia tidak mengerti itu adalah hal yang paling menjengkelkan bagi Ingrid, jadi dia tidak bisa berbuat banyak tentang itu.

Dia tahu ini juga bukan jenis suasana untuk mencoba menciptakan sesuatu.

Membuat sesuatu dengan tangan adalah tindakan di mana kondisi mental pengrajin sering kali berpengaruh pada produk akhir. Yuuto tidak ingin memberikan kedua gadis itu hadiah yang telah dibuat dalam suasana hati yang tidak nyaman dan menyedihkan ini.

"Hei, Ingrid." Yuuto mengambil keputusan, dan memanggilnya dengan serius. 

"Apa?" Ingrid menanggapi dengan tegas. 

Sepertinya dia tidak akan mengabaikannya sejauh itu setelah memanggil namanya.

Dia berhenti sejenak, dan mengambil sekop sebagai gantinya.

“Dengar, aku tahu aku melakukan beberapa hal yang membuatmu kesal, dan itu salahku. Tapi tolong, berhentilah bertingkah seperti ini."

Ini tidak seperti dirimu, adalah kalimat berikutnya yang muncul di benaknya, tapi dia menahan lidahnya.

Dua tahun lalu, dia pasti akan mengatakannya. Dalam hal itu, Yuuto setidaknya telah menjadi dewasa.

Secara khusus, itu adalah keputusan bagus karena sekop di tangan Ingrid adalah senjata yang berpotensi berbahaya.

"Kalau begitu katakan padaku bagaimana aku harus bertindak, karena kau pandai berbicara dengan kata-kata," bentak Ingrid, mendorong ujung sekop ke dalam tumpukan batu hitam dengan suara shiik yang keras! Seperti mewakili perasaannya saat ini dengan sempurna. Itu keras dan sedikit menakutkan.

Namun, apakah pembuatan kerajinan kaca mereka akan berjalan baik atau tidak tergantung pada perasaan Ingrid. Yuuto tidak bisa mundur sekarang.

“Ayolah, aku benar-benar minta maaf. Kumohon."

"Hmph!" Ingrid menoleh ke arah lain.

Tanpa putus asa, Yuuto berlari ke sisi lainnya dan menyatukan kedua tangannya sebagai tanda kerendahan hati.

“Ayolah, aku mohon padamu. Mood seperti ini sangat buruk bagi kita berdua, bukan? Terutama karena saat ini hanya ada kita berdua."

"Aa?!” Tiba-tiba, wajah Ingrid menjadi merah padam.

Yuuto tersentak, berpikir, 'Sial, apakah aku mengatakan sesuatu yang bodoh lagi dan membuatnya semakin marah ?!'

“Y-yah, y-ya, itu benar. Dengan kita berdua sendirian bersama, akan sulit jika suasananya buruk." Ingrid melepaskan sekop dan menyatukan jari-jarinya, dengan canggung gelisah sambil melihat ke bawah.

'Aha. Jadi begitu,' pikir Yuuto. 'Dia juga ingin berbaikan selama ini. Tapi dia melewatkan waktu yang tepat untuk melakukannya dan tidak bisa memaksa dirinya untuk membicarakannya sesudahnya. Heh heh, dia selalu gadis yang pemalu.'

Dalam hati, Yuuto menyeringai melihat kecanggungan Ingrid yang menawan, meskipun kenyataannya, dia benar-benar melenceng.

Dengan kepala masih menghadap ke bawah, Ingrid mulai bergumam terlalu pelan untuk didengar Yuuto, tampaknya berbicara pada dirinya sendiri.”Ya, itu benar, aku bersusah payah memilih hari libur sehingga murid-muridku akan pergi dan kita bisa sendirian bersama."

Agak menakutkan untuk dilihat.

Tetap saja, Yuuto tahu bahwa keeksentrikan semacam ini cukup umum di kalangan seniman dan Kreator.

Faktanya, ayah Yuuto memang seperti itu. Tiba-tiba, sebuah ide baru akan muncul seperti sebuah wahyu, dan dia benar-benar tenggelam fokus pada ide tersebut. Pada saat-saat seperti ini, lebih baik bagi kedua pihak untuk tidak mencoba dan membujuk orang tersebut, tetapi biarkan saja.

Yuuto dengan sabar memperhatikan Ingrid saat dia terus bergumam pelan sendiri, sesekali mengangguk.

"Dia dan aku sama-sama sibuk," gumamnya, terlalu pelan untuk didengarnya.”Kita tidak bisa sering mendapatkan kesempatan seperti ini, bahkan jika kita mau. Aku tidak bisa membiarkan waktu berharga ini terbuang percuma. Si idiot ini terus memperlakukanku seperti laki-laki, jadi hal yang paling utama, aku harus membuatnya mengenali dan melihatku sebagai seorang wanita!”

Ingrid tiba-tiba meninju telapak tangannya yang lain. Sepertinya dia telah selesai dengab pikirannya, dan kembali ke dunia nyata.

“Te-tetap saja, kau tahu?” dia berkata dengan keras pada Yuuto.”Me-mendengar kau mengatakan 'hanya kita berdua' seperti itu, terdengar memalukan!”

Ingrid mengipasi wajahnya dengan tangannya saat mengatakan ini, tetapi ada sesuatu tentang itu dan nadanya tampak agak tidak wajar dan dipaksakan. Terutama cara dia memberi penekanan ekstra pada kata-kata 'hanya kita berdua'.

Sebaliknya, tanggapan Yuuto sama sekali tidak acuh.”Iyakah? Aku sebenarnya cukup senang hanya ada kita berdua saja.”

"Whaaah?!" Wajah Ingrid yang sudah memerah merona lebih cerah.”A-apa yang barusan kau katakan...?" Dia bertanya dengan suara terbata-bata.

Dia bertingkah sangat aneh, satu tangan memegangi dadanya seolah-olah dia kesulitan bernapas. Tapi matanya tertuju pada Yuuto dengan tatapan penuh kobaran api yang sepertinya mencoba mencari jawaban darinya.

Sesuatu tentang keadaan abnormalnya membuat Yuuto mundur sedikit, tapi dia masih menjawabnya.”Maksudku, aku tidak bisa menunjukkan betapa buruknya aku dalam hal ini di depan muridmu, kan? Aku adalah Patriark.”

"...Benar, benar juga. Tentu saja begitu. Aku berpikir seperti itu juga.”

“Oh, hal itu juga, kau tahu. Aku juga benar-benar tidak bisa membiarkan mereka melihatmu menendangku seperti pemula yang payah.”

“Hmph, pasti berat bagi Tuan Patriark, selalu memikirkan untuk menjaga citranya.” Dengan sedikit sindiran, Ingrid sekali lagi berpaling dari Yuuto.

Dia meraih sekop lagi, dan mulai mengangkat sekop penuh batu hitam menuju tungku kaca.

Terlihat kesal, dia sekali lagi mulai bergumam tanpa suara pada dirinya sendiri, dengan punggung menghadap ke Yuuto.”Argh, aku jadi gugup dan bersemangat hanya untuk hal yang sia-sia. Dia selalu begitu, aku tahu itu. Dia benar-benar tidak memikirkan apa pun tentangku."

Yuuto berbicara dengannya lagi, dengan cara yang sederhana dan santai.”Tapi kalau dipikir-pikir, sekarang aku adalah Patriark, hanya kau satu-satunya yang masih mau bersikap tegas dan memarahiku. Hanya kau. Terima kasih, Ingrid.”

“Whaopa?! Apa yang kau-?!" Berteriak kaget, Ingrid berbalik menghadapnya. Karena dia sudah putus asa sekali, dia benar-benar lengah.

Mata mereka bertemu.

Pada saat itu, wajah Ingrid adalah campuran keterkejutan dan ekspresi harapan manis, dan kerinduan. Akan tepat untuk mengatakan itu seperti bunga mekar.

Untuk pertama kalinya sejak dia menginjakkan kaki di lokakarya, Yuuto menatapnya dan ekspresinya menjadi bingung—”Gaaaghhh!" —Dan berteriak saat hujan batu hitam keras menghantamnya.

Tentu saja, jika seseorang berputar cepat dengan sekop penuh batu di tangan, hasil seperti itu wajar.

"Uugh ... Itu memar." Melonggarkan kain pelindung yang membungkus perutnya, Yuuto meringis saat dia memeriksa lukanya.

Menurut standar Yggdrasil, Yuuto masih berada di sisi yang lebih lemah, tapi dia melakukan banyak perjalanan setiap hari, dan melakukan latihan berpedang ketika dia mendapatkan kesempatan. Otot perutnya yang kencang terlihat dengan jelas.

"M-maaf soal itu." Ingrid nampaknya cukup merasa bersalah atas kejadian tersebut, tapi Yuuto menepisnya dengan melambai.

“Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Bahkan monyet pun jatuh dari pohon."

“Apa kau memanggilku monyet?! Ahh, terserah, kurasa aku mengerti maksudmu."

"Ah, maaf," kata Yuuto.”Satu-satunya pepatah lain yang terlintas dalam pikiran adalah 'Bahkan tulisan tangan Kōbō Daishi terdapat kesalahan,' dan aku cukup yakin tidak ada yang mengerti maksudnya.”

"Hah. Baiklah, namun syukurlah tidak ada yang mengenai wajahmu. Sigrún dan Felicia akan membunuhku jika itu terjadi.”

"Nah, bahkan mereka berdua tidak akan marah karena sesuatu seperti ini." 

“Ya, kuharap. Kesetian keduanya padamu terkadang benar-benar menakutkan."

"Ha ha ha." Yuuto tertawa datar, tapi segera menjadi serius lagi. “Tapi sebenarnya untuk seseorang sepertiku, itu adalah sesuatu yang sangat kusyukuri. Itulah mengapa setidaknya aku ingin memberikan sesuatu untuk ulang tahun mereka.”

“Hei, jangan bicara seperti dirimu tidak berharga. Itu tidak menghormati perasaan mereka. Dan kau tahu bahwa pengabdian mereka kepadamu terkadang dapat membuat mereka benar-benar menakutkan." Ingrid mengubah kalimat sebelumnya, menyeringai.

Tidak ada lagi perasaan canggung antara Yuuto dan Ingrid tentang membuat hadiah untuk dua gadis lainnya, setidaknya.

"Ya, kau benar," kata Yuuto.

Pada akhirnya, Yuuto masih bertanya-tanya mengapa Ingrid marah padanya, tapi dia memutuskan lebih baik membiarkan anjing tetap tertidur pada saat ini.

"Baiklah, kalau begitu," kata Ingrid. “Hm, sepertinya itu hanya perlu sedikit lagi.”

Melihat dari dekat api di tungku peleburan kaca, Ingrid tetap menginjak pompa kaki dan mengirimkan lebih banyak udara.

Melihat pandangan yang benar-benar serius dan terfokus di mata Ingrid membuat denyut nadi Yuuto bertambah cepat. Pemandangan seseorang yang benar-benar mengerahkan sepenuh dirinya pada suatu pekerjaan dengan segenap pikiran dan jiwa mereka terkadang bisa menjadi lebih indah dan memikat daripada bahkan jika mereka ditutupi dengan pakaian yang paling indah.

Tentu saja, hal semacam itu terlalu memalukan untuk dikatakan.

Jadi sebagai gantinya, Yuuto melanjutkan dengan pertanyaan berikutnya yang muncul di kepalanya.”Oh ya. Bagaimana coke yang berfungsi sebagai bahan bakar?"

Itu adalah nama untuk bebatuan hitam yang mereka berdua masukkan ke dalam tungku, bahan bakar yang dibuat dengan memanggang batu bara tanpa udara untuk memurnikannya.

Manusia memiliki sejarah panjang dengan batu bara, dengan catatan tentangnya digunakan dalam penempaan di Yunani kuno 315 SM. Ada JUGA bukti arkeologis tentang batu bara yang digunakan di China kuno pada era yang sama juga.

Namun, penggunaan batu bara agak terbatas untuk waktu yang lama, dengan bahan bakar berbasis kayu tetap paling umum hingga mendekati zaman modern. Pemanfaatan dan popularitas batu bara akhirnya meledak selama Revolusi Industri Inggris di abad ke-18.

“Ini bekerja dengan cukup baik,” kata Ingrid. ”Meski begitu, ini memiliki potensi panas yang lebih tinggi dibandingkan perkiraanku."

"Baiklah. Kalau begitu, mari lakukan yang terbaik untuk memanfaatkannya secara penuh dalam manufaktur kaca. Kita juga bisa menggunakannya untuk mengolah besi, jadi kita tidak akan terlalu bergantung pada bahan bakar kayu jika kita bisa menggantinya.”

Yuuto duduk dan menatap ke tungku, dagunya ditopang di satu tangan. Produksi kaca membutuhkan bahan bakar yang sangat besar.

Sejak zaman kuno hingga Abad Pertengahan, telah dibangun lokakarya-lokakarya produksi kaca di tengah hutan, yang kemudian membabat habis pepohonannya untuk bahan bakar. Produksi kemudian akan berpindah ke bagian hutan yang berbeda dan melanjutkan pola ini, bahkan berpindah ke seluruh area hutan di suatu wilayah.

Bahkan tungku tatara Jepang yang digunakan Klan Serigala membutuhkan sejumlah besar kayu untuk bahan bakar. Klan Serigala diberkati dengan hutan yang melimpah di wilayah mereka, tetapi bahkan dengan semua sumber daya itu, mudah untuk membayangkan bahwa mereka bisa menghabiskan semua sumber daya itu dengan cepat.

Untungnya, saat Yuuto melakukan perjalanan mata air panas ke Gunung Surtsey, dia telah menemukan batu bara (disebut lapisan batu bara) di dalam salah satu celah di bumi yang disebabkan oleh lempeng aktif di daerah tersebut. Dia segera memutuskan bahwa itu harus ditambang dan digunakan.

Pada saat itu, Ingrid menjadi jengkel dan berteriak padanya, ”Kita datang sejauh ini ke sini agar kau bisa bersantai! Jangan coba-coba bekerja lagi sekarang!"

Yah, sejak dulu, bagian itu tidak berubah.

"Oh, ya ampun, berhentilah mencoba menemukan cara untuk memikirkan pekerjaan Patriark sialanmu itu setiap saat!" bentaknya. ”Kita di sini sekarang untuk membuat hadiah ulang tahun, bukan?”

Kemudian dia dengan ringan memukul kepalanya dengan tinjunya. Untuk beberapa alasan, itu cukup menghibur.

"Baik. Oke, bimbing aku jika perlu, marahi aku jika perlu. Aku ada di tanganmu. Ayo lakukan ini bersama, ketua!” Yuuto menyeringai, dengan penuh semangat menyapa gurunya dengan cara yang sama dengan muridnya.

"Ketua! Jika kita akan membuat kerajinan kaca, mengapa anda memberi saya kertas dan pena bulu ini?" Yuuto mengangkat tangannya dan menyuarakan ketidakpuasannya.

Meskipun dia datang ke sini untuk membuat kerajinan kaca, dia telah duduk di meja dengan pena dan kertas seolah-olah dia kembali ke kantornya. Dan dia berada jauh dari tungku, jadi dengan dinding lokakarya yang dilepas, itu sangat dingin! Kombinasi itu cukup untuk membuatnya ingin mulai mengajukan pertanyaan tentang hal ini.

"Idioooot," bentak Ingrid. ”Hal pertama yang harus kau lakukan adalah memutuskan dengan tepat apa yang ingin dibuat, atau kita tidak bisa memulainya.”

"Ohhh ..."

Yuuto memiliki ide kasar di kepalanya tentang apa yang ingin dia buat. Namun, kerajinan kaca tidak cukup mudah dibuat sehingga apa yang kau inginkan dapat selesai dalam satu atau dua hari.

Secara praktis, bahkan untuk seorang jenius seperti Ingrid, dibutuhkan setidaknya satu bulan kerja keras sebelum dia dapat menghasilkan sesuatu yang cukup bagus untuk dijual. Untuk muridnya, butuh lebih dari setengah tahun.

Dengan kata lain, tanpa bantuan Ingrid di setiap langkahnya, tidak mungkin Yuuto bisa menciptakan apa yang dia inginkan. Jadi, dia pasti membutuhkan informasi rinci tentang apa yang sebenarnya ingin dia buat.

"Aku punya beberapa sampel yang diletakkan di sana," kata Ingrid. ”Gunakan itu sebagai panduan, bayangkan apa yang ingin kau buat, dan gambarlah di atas kertas.”

"Hmm ... oke, mengerti!"

Ada sesuatu yang mirip dengan gambaran di benaknya di antara sampel, jadi dia bisa dengan lancar menggambar ilustrasi ide-idenya di atas kertas.

Yuuto tidak diberkati dengan jumlah kejeniusan alami yang dimiliki ayah kandungnya dan Ingrid, tapi dia masih cukup terampil dengan tangannya. Ilustrasinya sangat detail.

"Yang ini untuk Felicia, dan yang ini untuk Rún," katanya sambil menunjuk ke kertas.

“Hmm, jadi vas bunga untuk Felicia. Dan untuk Sigrún ... apa ini? Benda itu tidak bisa menampung air, kau tahu?" Ingrid mengerutkan alisnya saat dia mempelajari gambar itu.

Yuuto senang dengan dirinya sendiri karena dia berhasil membuatnya kebingungan. Sudut mulutnya bergerak-gerak saat dia menjelaskan.

“Itu adalah sejenis ornamen yang disebut lonceng angin. Ditanah airku, kami menyebut kaca seperti ini furin, yang berarti 'bel angin'. Bagian berbentuk tongkat ini akan terkena angin dan menyentuh bagian belnya ... dan itu membuat nada yang sangat indah dan cantik.”

Yuuto tidak bisa membayangkan memberi Sigrún vas bunga atau cangkir kaca, itu tidak cocok dengan kepribadiannya. Ketika gagasan tentang lonceng angin muncul di benaknya, dia mengepalkan tinjunya dengan penuh kemenangan.

Biasanya itu adalah dekorasi musiman untuk bulan-bulan musim panas di Jepang, tetapi suara jernih dan indah yang dibuatnya sepertinya cocok dengan Sigrún.

Ingrid mengangguk, terkesan. ”Hah. Aku paham. Cukup menarik. Aku yakin para bangsawan dari Glaðsheimr akan berbaris berbondong-bondong untuk membeli benda ini."

“Hei, kau menegurku tadi saat aku memikirkan tentang pekerjaan, jadi jangan berpikir tentang rencana bisnis juga sekarang!”

“Tch, diam. Tidak apa-apa jika aku yang melakukannya.” Ingrid melemparkan ucapan itu, lalu melanjutkan mempelajari gambar itu, bergumam pada dirinya sendiri. ”Jika aku melakukan itu dan ... lalu melakukannya dengan ... hrm ..."

“Uhh, aku hanya menggambar apa yang ada di pikiranku tanpa terlalu memikirkannya, tapi menurutmu kita bisa membuatnya?”

“Ya, tidak masalah. Baiklah, tungku juga hampir siap. Mari kita mulai membuatnya.”

“Jadi untuk metode meniup kaca, alat utama yang akan kita gunakan adalah pipa besi ini.” Ingrid menarik batang besi panjang dari tempatnya di dalam ember tinggi berisi air, dan menyerahkannya kepada Yuuto. Itu setebal ibu jarinya dan sangat panjang, setara dengan tinggi Ephelia atau si kembar.

“Kau meniup di ujung yang ini, di tempat yang lebih sempit. Ujung lainnya adalah tempat kita menempelkan kaca cair, dan kita akan menempelkan ke tungku. Kau bisa membedakannya dengan melihat sisi yang menghitam.” Ingrid menunjuk ke ujung pipa yang menghitam.

"Uh huh, oke," Yuuto mengangguk.

“Ini akan menjadi sangat panas, jadi pegang sedekat mungkin sampai ke ujung.” 

"Aku mengerti."

"Dan gunakan jari-jarimu untuk tetap memutar pipanya. Jangan sampai berhenti.”

“Hm, seperti ini?” Yuuto mencoba memutar pipa dengan ibu jari dan jari telunjuk.

Ingrid mengangguk. “Mm-hm, seperti itu. Baiklah, aku akan pergi memeriksa wadahnya."

Ingrid memberi isyarat dengan ibu jarinya ke arah tungku peleburan yang diisi dengan coke yang terbakar dan wadah tanah liat di dalamnya yang berisi kaca mentah dan dengan cepat berjalan ke arahnya.

Dengan menggunakan penjepit besi panjang besar yang sudah menghitam, dia membuka tutup wadah dan mengintip kaca cair melalui lubang, yang sudah berwarna oranye dan bersinar terang.

“Bagus, sudah siap. Baiklah, ambil pipanya dan tempelkan ke dalam lubang, lalu putar untuk mengumpulkan kaca cair di sekitar ujungnya. Tetap putar seperti yang kubilang, oke?”

"Aye-aye!"

“Terlihat bagus, terlihat bagus ... eh, maksudku, ya, itu benar. Oke, selanjutnya, bawa itu ke tungku pemrosesan."

"La-laksanakan." Agak hati-hati, Yuuto menarik pipa dari tungku pertama dan membawanya ke tungku di sebelahnya. Ini adalah tungku yang dia nyalakan sendiri.

“Hei, tanganmu berhenti memutarnya.” Menutup wadah, Ingrid memarahi Yuuto. Dia juga menyeringai sedikit nakal, seperti dia menikmatinya.

“Oh ...!” Karena panik, Yuuto mulai memutar pipa itu lagi, tetapi kaca cair di ujungnya sudah mulai tertarik ke bawah oleh gravitasi, dan bentuk bulat yang awalnya bagus telah memanjang dan melengkung.

"O-oh sial, apa aku mengacaukannya?"

“Ha ha ha, baiklah, jangan khawatir, itu terjadi pada semua orang diawal. Berikan padaku."

Ingrid mengambil pipa dari tangan Yuuto, dan terus memutarnya sambil memasukkannya ke dalam tungku pemrosesan. Selanjutnya dia meletakkannya di atas lembaran besi yang menutupi meja di sebelah tungku, dan dengan cekatan memutar batangnya, mengubah sudutnya dengan sedikit gerakan. Dia kemudian memasukkannya kembali ke tungku pemrosesan untuk dipanaskan kembali, lalu memutarnya ke lembaran besi lagi, dan mengulangi proses ini beberapa kali.

“Lihat, ini dia, bagus dan bulat,” katanya.

"Oooh..." Yuuto sangat terkesan sehingga tanpa disadari dia bertepuk tangan.

Baginya, gerakan terampil Ingrid sudah tampak seperti ahli dalam bidang itu. Terlepas dari kenyataan bahwa dia baru mencoba membuat kaca kurang dari setengah tahun.

Tangannya memiliki “berkah", dan tidak ada cara lain untuk menggambarkannya. Itu seperti sihir.

Bahkan ketika dia memproduksi pedang bergaya Jepang seperti nihontou, Ingrid dengan cepat memahami semua pengetahuan dan teknik yang diperlukan dari Yuuto saat bekerja dengannya, dan sekarang keahliannya dalam membuat pedang itu sudah jauh melampaui Yuuto sendiri.

Bagi Yuuto, yang telah menghabiskan begitu banyak waktu membantu ayahnya dengan pekerjaan itu sejak dia masih sekolah dasar, ini benar-benar memberi tahunya seberapa besar pengaruh perbedaan dalam bakat alami.

"Oke, kita akan meniupkan udara ke kaca sekarang," perintah Ingrid. “Tiup sekarang. Sekuat yang kau bisa.”

"fuuuuh—!”

“Tidak cukup kuat. Lihat, itu tidak mengembang sama sekali.”

“Phfff!!”

"Tidak cukup! Lakukan lebih keras! Lebih keras!” Ingrid berteriak.

Serius?! Yuuto tidak bisa menahan pikiran batinnya untuk muncul di wajahnya.

Dia telah meniup dengan seluruh kekuatannya, sejauh yang dia sadari. Tapi gumpalan kaca cair itu tidak mengembang sedikit pun.

"Ugh, kau benar-benar lambat, kau tahu itu?" Ingrid mengerang. “Kau orang pertama yang kulihat tidak bisa melakukan bagian ini dengan benar."

“Ngh ...”

Itu karena satu-satunya orang yang bisa bekerja denganmu adalah para karyawan magang yang bakatnya telah kau nilai secara pribadi dan kau anggap berharga, Nona Genius…. Pikir Yuuto dengan kesal, tapi dia tetap diam dan menyimpan omelan tersebut di kepalanya. Dia merasa jika dia mengatakannya dengan keras, itu hanya akan membuatnya terdengar menyedihkan.

"Sini, berikan padaku lagi sebentar." Ingrid mengambil pipa darinya lagi, dan meniupnya sebagai demonstrasi.

Dia tampaknya tidak terlalu bersemangat. Namun, gumpalan kaca itu jelas membesar saat udara masusk ke dalamnya.

"Begitulah caramu melakukannya."

Yuuto tidak menganggap ini semua menyenangkan. Tapi tidak ada yang berhak dia keluhkan dengan apa yang Ingrid lakukan. Jadi, sebagai gantinya ...

"Hei, Ingrid?"

“Hm?”

“Kau seharusnya tidak melakukan hal semacam itu dengan mudah, oke?” 

"Hah?"

“Maksudku, aku juga meletakkan bibirku pada pipa itu.”

"Ghh!" Nafas Ingrid tercekat di tenggorokannya, dan untuk ketiga kalinya, wajahnya berubah menjadi merah cerah. Namun, karena dia berdiri tepat di samping tungku, bagi Yuuto itu terlihat seperti dia sedang terkena cahaya dan panas dari api di dalamnya.

"Secara teknis kau adalah perempuan," tambah Yuuto. 

“Secara teknis ?! Apa maksudmu secara teknis ?!” 

"Aku hanya mengkhawatirkanmu sebagai teman."

"Sebagai teman, ya ..."

“Aku benar-benar menganggapmu sebagai teman dan partner penting. Kita berdua adalah tim terbaik! Jadi aku tidak terlalu peduli tentang itu, tapi ..."

Ingrid menunduk, dan bergumam pelan,”Aku ingin kau peduli tentang itu."

Yuuto melanjutkan, tidak bisa mendengarnya. “Tapi mungkin ada orang yang akan salah paham tentang hal itu.”

"Semoga itu benar" gumam Ingrid.

“Hal-hal seperti itu... kau tahu, kau seharusnya hanya melakukan itu dengan orang yang kau sukai, oke?”

Ingrid bergumam lebih keras dari sebelumnya,”Ya, dan aku hanya melakukannya denganmu ...!"

"Hei, ada apa, Ingrid? Mengapa kau hanya bergumam pelan?” Yuuto bertanya. “Apapun itu, katakan padaku. Dan jika kau tidak bisa mengatakannya, itu tidak memberimu alasan untuk bertindak seperti itu."

Mereka berdua seumuran, tapi Yuuto menegurnya dengan cara yang mungkin dilakukan kakak laki-laki.

Ingrid menarik napas dalam-dalam, lalu memberi isyarat dengan jarinya agar dia mendekat.

Ada banyak suara backsound berisik dari nyala api tungku. Mungkin Yuuto tidak mendengarnya dengan baik karena suara itu, dan Ingrid hanya berbicara dengan lirih. Jika demikian, maka Yuuto sangat kasar karena telah salah memahami sikapnya. Dengan pemikiran seperti itu di benaknya, Yuuto mendekatinya.

Tanpa pertahanan.

Segera setelah dia berada dalam jangkauannya, Ingrid mencengkeram telinganya dan menariknya agar lebih dekat, lalu ia berteriak tepat ke telinganya.

“Aku bilang, JANGAN KHAWATIR, KARENA TIDAK ADA ORANG DI LOKARYAKU YANG IDIOT DAN BODOH SEPERTIMU !!”

********

Memutar ujung pipa besi di tungku, Ingrid menggeram sendiri dengan marah.”Bajingan itu. Aku sudah tahu, tapi dia sama sekali tidak menganggapku sebagai wanita!"

Yuuto sedang duduk di bangku meja kerja yang posisinya agak jauh. Di sanalah mereka akan menggunakan alat penggenggam seperti spatula dan penjepit panjang seperti sumpit untuk membentuk kaca dengan detail yang lebih halus. Itu bukanlah sesuatu yang bisa dipercayakan kepada seorang pemula, jadi untuk saat ini dia hanya membiarkan Yuuto mendapatkan pengalaman untuk menangani peralatannya.

Tentu saja, semua itu tidak penting bagi Ingrid saat ini. ”Setidaknya di kepalanya dia mengerti bahwa aku perempuan, tapi… 'secara teknis,' urggh. Dia benar-benar tidak melihatku sebagai target romantis sama sekali."

Dia begitu asyik membuat kaca bersama-sama sehingga dia lupa, tapi sekarang dia memikirkannya dengan hati-hati lagi, niatnya membuat situasi berduaan seperti ini adalah agar dia bisa membuat Yuuto melihatnya sebagai wanita.

“Aku mengerti sekarang, bajingan itu tidak akan pernah mengubah pemikirannya jika aku hanya setengah-setengah. I-ini membutuhkan tindakan yang lebih berani." Ingrid memperkuat tekadnya. Dia hanya harus menahan rasa malu sebentar.

Jika dia tidak bergerak, hubungan mereka tidak akan pernah berkembang selangkah lebih maju. Dia tidak bisa lagi mengkhawatirkan detailnya.

Berbalik, Ingrid memanggil Yuuto dan menunjuk ke tempat kerja dengan dagunya. ”Baiklah, Yuuto. Kau melihat kertas hitam gelap khusus di sana?"

“Ya, ada banyak sekali yang ditumpuk.” 

"Ambil sebagian, dan pegang dengan satu tangan." 

Dia menurut. ”Wah, basah kuyup."

"Ya, karena jika tidak, kau akan terbakar."

Ingrid dengan hati-hati menurunkan ujung pipa, meletakkan gelas merah-panas di atas kertas tebal yang basah. Melanjutkan untuk memutar pipa dengan tangan kanannya, dia meletakkan tangan kirinya di bawah kertas, di atas tangan Yuuto.

Dia meremas tangan Yuuto dengan tangannya sendiri, membimbingnya untuk membentuk gelas dengan kertas.

B-bagaimana dengan ini ?!

“Ohh! Keren, kurasa muncul percikan api dari kaca tadi!”

Sial! Dia tidak memperhatikan sama sekali!

Namun, bahkan hasil ini sesuai dengan harapan Ingrid. Itu baru saja pemanasan. Berikutnya adalah waktu untuk pertunjukkan utama.

"Oke, sekarang aku akan menempelkan lapisan kaca lain, dan... Baiklah, Yuuto, kali ini kau akan memegang pipa dan membentuk gelas pada saat yang sama."

“A-apa ?! Kau pikir aku bisa melakukan itu ?! Sepertinya sangat sulit.” 

“Beberapa hal hanya dapat dipelajari dengan melakukannya. Kau pasti tahu itu."

“Y-ya, kau benar!” Awalnya Yuuto terdengar agak kurang percaya diri, tapi akhirnya dia mengangguk dengan tegas, sudut mulutnya menyeringai.

Ada proses pengolahan besi, mesin putar, kincir air, dan tentu saja nihontou. Dalam setiap kasus, pada awalnya, hasilnya adalah kegagalan yang mengerikan.

Tapi Yuuto dan Ingrid selalu bekerja sama, melalui kegagalan demi kegagalan, dan melalui berbagai trial and error akhirnya mereka selalu menemukan cara untuk membuat itu bekerja.

Tidak ada yang berjalan sempurna pada percobaan pertama. Tapi Yuuto mengerti bahwa tidak ada hal berharga yang bisa dicapai tanpa mengambil langkah pertama yang tidak pasti itu.

“Lakukan yang terbaik, Yuuto,” kata Ingrid.”Aku tahu kau bisa melakukannya."

“Baiklah, kalau begitu! Aku akan mencobanya!" Dengan penuh semangat, Yuuto mengambil pipa dari Ingrid.

Saat ini, kecenderungan Yuuto untuk berhati-hati dan berpandangan jauh ke depan adalah yang menonjol bagi orang-orang, tetapi itu berkat insiden traumatis tertentu dan pengalamannya memerintah sebagai Patriark juga termasuk. Pada intinya, Yuuto sebenarnya adalah pria yang sangat bersemangat dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, orang yang menyukai tindakan membuat sesuatu.

Hanya dengan sedikit dorongan, dia telah menyalakan gairah itu dalam dirinya. Yuuto menarik nafas dalam-dalam ...

“Khh, ayo!”

Meski begitu, semangat saja tidak bisa berbuat banyak untuk membantunya dalam tugas seperti ini.

Bahkan para karyawan magang yang dilatih di lokakarya Ingrid memiliki begitu banyak semangat untuk pekerjaannya sehingga mereka sering mengabaikan tidur dan makan ketika mereka fokus dalam pekerjaan mereka, dan mereka masih membutuhkan lebih dari setengah tahun sebelum mereka dapat membuat sesuatu yang cukup baik untuk dijual.

Untuk seorang pemula seperti Yuuto, betapapun fokus dan hati-hatinya dia, hasilnya bisa dibilang sudah pasti. Bentuk gelas di tangannya mulai melengkung dan pecah di depan matanya.

“Be-beginilah caramu melakukannya.” Ingrid mengulurkan tangan dan meraih pipa itu, mendemonstrasikan bagaimana cara memutarnya. Dia melakukan ini dari atas bahunya, dari sisi punggung Yuuto.

Dada Ingrid sama sekali tidak kecil. Memang, itu tidak sebesar Felicia, tapi Ingrid yakin bahwa itu setidaknya berukuran rata-rata atau lebih. Dia menekan itu ke punggung Yuuto cukup untuk itunya sepenuhnya berubah bentuk.

Oppai adalah bagian tubuh yang merupakan simbol kewanitaan, jadi Ingrid yakin jika dia melakukan ini, Yuuto seharusnya mulai menganggapnya sebagai seorang wanita. Dia menatap wajah Yuuto, mencari reaksinya.

“Se-seperti ini ?! Uuurgh! Ini sangat sulit. Ngh!" Wajah Yuuto adalah gambaran fokus yang sungguh-sungguh pada satu tugas. Dia mendengus dan bergumam pada dirinya sendiri, benar-benar tenggelam, mencoba membentuk gelas dengan benar.

Sepertinya dia bahkan tidak menyadari sensasi di punggungnya.

Jika itu murid Ingrid, dia ingin memberinya bintang karena konsentrasinya yang luar biasa, tapi sebaliknya Ingrid dengan ringan memukul kepalanya.

“Aduh! Untuk apa itu tadi ?!” Kembali ke akal sehatnya, Yuuto mulai mengeluh.

Ingrid mengabaikannya.

Sejauh yang dia ketahui, Yuuto harus bersyukur dia tidak menempelkan kaca panas padanya.

“Baiklaah! Sudah selesai!" Yuuto berteriak, mengangkat kedua tangannya dengan penuh kemenangan ke arah langit-langit.

Desain vas bunga Felicia beraksen serpihan batu giok yang dilebur ke dalam kaca untuk menciptakan spiral hijau pucat, dikelilingi oleh serpihan kecil debu emas.

Lonceng angin Sigrún memiliki sedikit kobalt yang meleleh ke dalam kacanya untuk menciptakan pola biru tua yang mengalir di permukaannya, dikelilingi oleh serpihan kecil debu perak.

Gagang kaca kecil untuk bel dibuat secara terpisah, dan dilubangi di tengahnya. Ini dilakukan dengan menggunakan trik pembuatan kaca kuno, di mana mendorong bersama dua potong kaca yang masih dibentuk dan membuat lubang di antara keduanya.

Emas dan perak cukup langka dan berharga di Yggdrasil, tetapi Yuuto telah memutuskan untuk tidak pelit dan menggunakannya karena tampaknya benar-benar cocok dengan citra kedua gadis itu. Melihat hasilnya, dia senang dia melakukannya.

“Keduanya cukup berhasil, ya?” dia berkata.

"Heh, yah, aku melakukan sebagian besar pekerjaan untuk membuatnya, jadi itu tidak mengherankan." Ingrid berbalik dan mengutarakan ucapan itu dengan nada mencemooh.

Setelah beberapa kegagalan pertamanya, dia terus mencoba berbagai cara untuk membuat Yuuto memperhatikannya sebagai seorang gadis, tetapi semuanya berakhir dengan sia-sia, jadi fakta bahwa dia kesal dan merajuk sekarang adalah hal yang wajar.

"Ugh... itu benar," Yuuto mengakui. ”Kalau begitu, kurasa akan lebih adil menyebut ini ciptaanmu daripada milikku.”

Bahu Yuuto merosot dan wajahnya jatuh, 180 derajat dari kegembiraannya beberapa saat yang lalu. Dia, tentu saja, masih tidak memiliki petunjuk sedikit pun tentang alasan sikap Ingrid saat ini.

Dan meski Ingrid jengkel, dia tidak bisa mengabaikan melihat seseorang yang benar-benar sedih seperti itu. Terlepas dari kepentingan dirinya sendiri, dia baik hati.

"Dasar idiot," katanya.”Aku baru saja mempermainkanmu. Kaulah yang membuat desain untuk keduanya, termasuk bentuk dan pola permukaannya. Kau melakukan yang terbaik untuk membantu membuatnya, baik itu meniupkan udara ke dalam gelas atau mencoba menyempurnakan bentuknya. Kau menaruh persaanmu padanya. Itu yang paling penting, bukan?”

"...Ya. Kuharap begitu, setidaknya.” Yuuto mengangguk perlahan, dan melihat ke arah kiln yang berisi dua hadiah yang sudah jadi.

Kerajinan kaca yang sudah jadi tidak bisa langsung terpapar udara luar, atau akan pecah karena pendinginan terlalu cepat. Sebaliknya, mereka dimasukkan ke dalam tungku khusus yang diatur dengan panas yang lebih rendah, dan perlahan-lahan didinginkan seiring berjalannya waktu. Menyelesaikan proses tersebut akan memakan waktu beberapa hari lagi.

“Fiuh ...! Nah, kerja bagus untuk kita berdua." Ingrid meregangkan tubuhnya, dan meraih bajunya, mengepakkannya untuk mencoba membiarkan udara masuk.

Dia biasanya tidak akan melakukan hal semacam ini, tetapi rasa malu dari upaya rayuannya telah membuat tubuhnya memerah tak tertahankan karena panas. Ada juga fakta bahwa dia menjadi jauh lebih santai di samping Yuuto.

Namun...

“Ingrid! Apa yang kau lakukan, heh?!" Yuuto berseru. 

"Hah?"

Ingin tahu apa yang telah dia lakukan, Ingrid berbalik menghadap Yuuto yang terlihat bingung dan menutup matanya dengan tangannya.

Secara kebetulan, jelas ada celah terbuka di antara jari-jarinya.

Ingrid langsung mengerti apa yang terjadi.”Hmm, kenapa? Kupikir kau 'tidak peduli', bukan?"

Seringai nakal menyebar di wajahnya, dan dia perlahan menuju ke arah Yuuto. Secara alami, dia melakukannya sambil mencondongkan tubuhnya ke depan dengan cara yang menekankan belahan dadanya.

“Y-ya, memang, tapi itu bukan berarti...!” Dengan wajah merah, Yuuto mencoba untuk membantah, tapi dia terlalu panik untuk menyusun kata-kata.

Yuuto telah sepenuhnya fokus pada tugas yang ada saat dia bekerja, tapi sepertinya sekarang pekerjaan telah selesai.

“Hmm-hm-hmm!♪” Sambil bersenandung sendiri, Ingrid meraih lengan Yuuto, dan dengan gerakan halus memeluknya dan menyandarkan tubuhnya.

Secara alami dengan melakukan hal tersebut, itu berarti dia bisa merasakan sensasi dadanya yang bulat dan menekan lengannya.

Dalam keadaan normal, Ingrid tidak akan pernah melakukan hal seperti ini, rasa malunya akan menghalanginya. Tapi semua yang dia alami hari ini telah melemahkan indranya, dan saat ini dia tidak memiliki sesuatu lagi untuk menahannya.

"A-apa yang kau—"

"Memang kenapa?" dia bertanya. “Kau dan aku adalah rekan kerja, bukan? Jadi hal semacam ini seharusnya baik-baik saja.”

Saat Yuuto berubah menjadi lebih panik, Ingrid menjadi lebih puas, dan berpikir dalam hati, Ini adalah balasanku.

Setelah gagal mendapatkan reaksi darinya terlepas dari semua yang telah dia coba sejauh ini, kepercayaan dirinya pada daya tariknya sebagai seorang wanita hampir hancur berkeping-keping. Setidaknya, membuatnya panik seperti ini akan memulihkan kepercayaan dirinya.

Nah, apa yang harus kulakukan selanjutnya—

“Ingrid!!” Yuuto berteriak, menggenggam kedua bahunya. Cengkeramannya sangat kuat.

S-sial! Khawatir dia bertindak terlalu jauh, Ingrid menguatkan dirinya.

Dia berkata,”Ada sesuatu yang menurutku harus kuberitahukan kepadamu, dan aku harus menjelaskannya ..."

"Ah..."

Kata-kata itu mengirimkan sensasi manis seperti peniti dan jarum ke tubuhnya, dan dia merasakan ketegangan mengering dari otot-ototnya.

Sebaliknya, jantungnya mulai berdetak sangat cepat hingga terasa sakit.

Apakah ini berarti ... dia juga merasakan hal yang sama terhadapku? >_< Bagaimanapun juga, kita sudah hampir setengah tahun bersama.

Tapi bukankah dia sudah memiliki seorang gadis yang dia sukai di tanah airnya?

Yah, untuk pria sehebatnya, kurasa tidak perlu membatasinya hanya pada satu gadis.

Berbagai pikiran berputar-putar di benak Ingrid dalam beberapa detik itu. Meski begitu, dia sudah tahu tanggapan apa yang ingin dia berikan padanya.

Jadi, dia memutuskan untuk memintanya untuk memberitahunya.”A-apa itu?"

Bibir Yuuto perlahan terbuka, lalu dia berkata,”Kau terlalu ceroboh dengan dirimu sendiri."

"...Hah?"

“Seperti, sebelumnya kau tidak memiliki masalah untuk meletakkan mulutmu di pipa bekasku.”

“Uh, er, itu ...”

"Dan sekarang setelah aku benar-benar memikirkannya kembali, bukankah kau menekan dadamu saat kita bekerja juga?"

“Y-ya, itu karena ...”

“Tidak, dengar! Kau perlu mencoba lebih sadar akan fakta bahwa kau perempuan!”

......

............

Panas luar biasa keluar dari Ingrid, seperti ledakan uap yang hebat. “Kau, dari semua orang ...!”

Kaki kiri Ingrid menghantam dengan keras ke lantai batu. Kekuatan itu menjalar melalui pinggangnya saat itu berputar ke depan, dan ke dalam tinjunya yang terkepal. Dia melepaskan kekuatan itu bersama dengan teriakan yang datang dari lubuk jiwanya.

“Kau tidak punya hak untuk mengatakan itu padakuuuuu!!”

Buuk

Ingrid menuangkan semuanya ke dalam tinjunya - semua ketegangan tubuhnya, semua kekuatan di lengan kirinya, dan semua kekuatan ilahi yang diberikan kepadanya oleh rune Ívaldi, Birther of Blades - dan tinju itu menghantam rahang Yuuto.


Kaki Yuuto meninggalkan lantai saat pukulan itu menerbangkannya dua setengah meter ke udara. Itu benar-benar pukulan yang indah, jenis yang akan menjadi critical hit dalam RPG.

“Hmph! Aku akan memanggil orang berikutnya untuk tugas menjaga tungku!" Ingrid menggeram. ”Sementara itu, kau bisa tinggal di sini dan membersihkan tempat itu!”

Tanpa melirik ke arah Yuuto yang lumpuh dan terkapar di lantai, Ingrid melangkah keluar dari lokakarya dengan langkah panjang dan marah.

Bahkan para penjaga elit Múspell gemetar dan menyingkir dari jalurnya ketika mereka melihatnya mendekat, begitu kuat dan terlihat kemarahan yang mengalir dari dirinya.

“Gah…! Jika kau bertingkah seperti itu, jangan berharap ada yang mau menikahimu!” Didalam lokakarya yang kosong, Yuuto memegangi rahangnya yang sakit dan perlahan berdiri dengan terhuyung-huyung.

Saat dia melakukannya, sesuatu di dekatnya menarik perhatiannya.

Itu adalah ember besar yang diisi dengan barang-barang kaca. Masing-masing retak atau rusak dengan cara tertentu. Mereka tampaknya merupakan kegagalan dari berbagai tahapan proses produksi. Gelas itu sendiri bisa dipecah dan dilebur lagi menjadi potongan baru, sehingga disimpan seperti ini agar bisa didaur ulang.

Tanpa diduga, sebuah pikiran melintas di benak Yuuto.

"Hm, sepertinya aku harus serius."

Keesokan paginya, Yuuto berhasil menyusul Ingrid di lorong menuju lokakarya, dan menyapanya dengan senyum lebar.

“Pagi, Ingrid. Cuaca pagi ini bagus bukan!”

Ingrid, bagaimanapun, hanya menanggapi dengan cemberut diwajahnya, seolah-olah dia merasa jijik. Dia jelas masih dalam suasana hati yang paling buruk, dan belum melupakan apa yang terjadi sehari sebelumnya.

Dia menyentakkan kepalanya ke samping dan menolak membalas salamnya, dan mencoba berjalan melewatinya.

"Hei, hei, tunggu." Yuuto buru-buru mencoba menghentikannya dengan meletakkan tangan di bahunya.

"... Hmph!" Ingrid dengan paksa melepaskan lengannya dan terus bergerak. Sepertinya sikapnya memang mengerikan.

Yuuto melihat bahwa segala sesuatu sedang menuju ke arah buruk, baik dari posisinya sebagai teman dan posisinya sebagai Patriark Klan.

Ingrid adalah orang yang sangat diperlukan untuk perkembangan Klan Serigala di masa depan. Jika dia menjadi begitu muak dengan Patriarknya sehingga dia akan pergi, kerugian klan tidak akan terhitung.

Jadi Yuuto tidak menyerah, dan berlari di depan Ingrid. ”Ayolah! Tunggu sebentar!”

Dia merentangkan lengan dan kakinya lebar-lebar di lorong sempit, benar-benar bermaksud mencegahnya melangkah lebih jauh.

Tatapan Ingrid semakin memburuk, tapi akhirnya dia menghela nafas panjang. ”Apa? Apa yang kau perlukan dariku?”

“Sepertinya aku membuatmu marah kemarin. Jadi aku ingin meminta maaf untuk itu, dan—”

"Yah, aku sudah menerimanya kemarin." Ingrid melambaikan tangannya ke arah Yuuto, dengan setiap indikasi bahwa mereka telah selesai berbicara.

Memang, kemarin Yuuto secara pribadi meminta maaf padanya sebelum hari itu berakhir. Namun, Yuuto bisa mengetahui dari sikapnya saat ini bahwa dia masih belum memaafkannya.

"Tidak, kupikir permintaan maaf dengan kata-kata saja, kau tahu..." 

"Hmph, jadi kau akan mencoba untuk membeli perasaanku, eh?" bentaknya. ”Ohh, ini seharusnya bagus. Tentu saja, kau punya sesuatu yang cukup bagus untuk mengesankan Ingrid yang terkenal, kuyakin? Seperti mahakarya dari Völundr Agung Glaðsheimr, atau dari jenius bersaudara Brokkr dan Eitri dari Miðgarðr.”

“Menurutmu apakah aku bisa mendapatkan sesuatu seperti itu dalam sehari?” Yuuto menghela nafas dan menggelengkan kepalanya, bahunya terkulai.

Itu tadi adalah nama ahli pandai besi dan pengrajin yang dikatakan sebagai yang terbaik di seluruh Yggdrasil. Bisa dikatakan, Yuuto tidak meragukan bahwa gadis yang berdiri di sini di depannya mungkin memiliki bakat satu atau dua tingkat di atas mereka semua.

Dan itulah mengapa hanya memberinya sesuatu yang dibuat oleh mereka bukanlah jaminan dia akan mengubah suasana hatinya menjadi lebih baik. Faktanya, itu mungkin hanya membuatnya marah lagi.

“Yang paling penting adalah perasaan yang dimasukkan ke dalamnya... bukan?” Yuuto mengulurkan tangannya yang tertutup pada Ingrid, dan membukanya di depan matanya.

Berada di telapak tangannya adalah kaca bundar, seperti manik.

Namun, daripada bentuk bola normal, itu sedikit lebih datar di bagian samping dan memiliki semacam”ekor" melengkung yang agak mengingatkan pada bentuk kunang-kunang.

Itu berwarna transparan, tapi mungkin karena Yuuto telah mencampurkan berbagai tambahan yang berbeda ke dalam kaca, ketika manik tersebut terkena cahaya, itu berkilau dengan banyak warna berbeda, satu demi satu.

"Ini disebut magatama di tempat asalku, dan ... Aku membuatnya sendiri."

Ada metode kerajinan kaca kuno yang masih digunakan di abad ke-21, yang dikenal sebagai lampworking. Konsep pembuatan kaca sudah ada sejak sekitar 4.000 SM, dan selama sejarah awal, metode kerajinan kaca digunakan untuk membuat manik-manik dan ornamen kecil sederhana lainnya.

Yuuto telah menggunakan sebatang kaca tipis dari tumpukan produk yang gagal, cukup tipis sehingga dia bisa melelehkannya dengan tungku besi yang digunakan untuk memanaskan udara di kotatsu. Saat kaca meleleh, dia menuangkannya ke dalam cetakan tanah liat berlubang, dan kemudian perlahan-lahan mendinginkannya semalaman.

Karena itu adalah metode primitif, bahkan seorang amatir seperti Yuuto bisa membuat sesuatu yang layak.

"Aku juga memasangkannya tali, jadi kau bisa memakainya di lehermu." Yuuto dengan bangga menunjuk ke bagian yang lebih besar dari magatama, di mana ada lubang kecil di dalamnya. Dia menggunakan batang besi tipis yang dibungkus rumput, didorong keluar masuk pada kaca saat masih sangat panas untuk membuka lubang di tengahnya. ”Aku tahu aku seharusnya tidak mengatakan ini tepat setelah aku membuatmu marah kemarin. Tapi, kau harus berpikir lebih banyak tentang penampilanmu. Lagipula, eh, kau tahu. Kau itu cantik.”

Yuuto menoleh untuk membuang muka saat dia berbicara. Dia terlalu malu untuk menatap wajahnya sambil mengatakan sesuatu seperti itu.

“Y-yah, tentu saja aku tidak bisa menjamin hasil apa pun jika kau memakai barang berkualitas rendah yang aku buat, tapi kau tahu!” dia menambahkan.

Dia juga tidak bisa menahan diri untuk melemparkan lelucon yang mencela dirinya sendiri. Jika tidak, dia yakin wajahnya akan terbakar karena rasa malunya.

"... Hmph!" Ingrid mengendus, dan dengan cepat bergerak untuk mengambil barang itu dari tangan Yuuto. Tapi saat tangannya mencapai tangannya, itu berhenti. Dia perlahan dan hati-hati mengambil magatama, menggenggamnya dengan hati-hati. Dan, mengikat tali di belakang lehernya, dia menunjukkan dirinya pada Yuuto dengan tatapan tersipu malu. “Ba-bagaimana penampilanku?”

“Ba-bagus. Ini terlihat bagus untukmu. Sekarang kau pasti akan lebih populer!” Yuuto sendiri masih terguncang dengan rasa malu aneh, dan dengan canggung mengacungkan jempol pada Ingrid.

Entah kenapa, ada yang terasa aneh dan berbeda di antara mereka. Sepertinya gadis pemalu di depannya adalah orang yang berbeda dari yang dia kenal, dan itu membuatnya bingung.

“Kau tahu, bukan berarti aku benar-benar tertarik untuk menjadi populer.”

Namun, kata-kata yang keluar dari mulutnya masih tidak romantis.

Sikap itu benar-benar sia-sia. Sebagai orang tuanya, Yuuto merasa dia perlu memberinya sedikit dorongan.

“Oh, ayolah, sekarang, jangan katakan itu. Kau sudah di usia itu. Kau tidak bisa terus menjalani hidup hanya dengan berfokus pada membuat sesuatu, Kau—”

"Tidak apa-apa. Aku adalah gadis yang seperti itu. Aku mengabdikan diri pada apa yang kusukai.”

Menggenggam magatama di tangannya, Ingrid tersenyum. Itu adalah senyuman yang cerah, benar-benar indah, memamerkan gigi taring kecil yang menonjol dan merupakan salah satu poin pesonanya.


"Baiklah kalau begitu, kurasa sudah waktunya bagiku untuk melanjutkan pekerjaan hari ini!"


Interlude 5

"Aaaaah... Ini sangat nyaman," kata Rifa sambil tersenyum, rahangnya terbuka lebar yang tidak cocok untuk seseorang diposisinya.

Itu adalah sesuatu yang Erna dan Thir, para pelayan yang ditugaskan oleh Fagrahvél, tegur, tapi mereka berdua juga sedang bersantai, dengan ekspresi kesenangan yang sama dalam mimpi.

Mereka bertiga bersama di sebuah kamar pribadi di penginapan kelas atas yang baru-baru ini dibangun di distrik timur Iárnviðr. Mereka sekarang dalam keadaan ini karena menginjakkan kaki mereka ke dalam kotatsu hangat yang dipasang di tengah kamar mereka.

“Diriku ingin sekali tetap meringkuk di sini selamanya...” kata Rífa melamun, dan menguap.”...Tidak, itu tidak akan berhasil! Diriku mengatakan hal yang sama kemarin, dan sehari sebelumnya. Menghabiskan lebih banyak waktu kita yang terbatas hanya untuk beristirahat akan menjadi penghinaan bagi Fagrahvél, yang telah melalui begitu banyak masalah demi kita.”

"Ah...!" Erna berseru.

“Y-ya, benar!”

Setelah mendengar nama Patriark tercinta mereka, Erna dan Thir keduanya kembali pada akal sehat mereka.

Rífa memberi mereka anggukan puas, dan melanjutkan.”Baiklah, kalau begitu mari kita pergi ke salah satu yang disebut bar, malam ini.”

“Anda tidak boleh!”

Rífa mengerutkan wajahnya dengan cemberut tidak puas saat kedua pelayannya menolak permintaannya tanpa jeda sedetik pun, dan secara serempak untuk itu. Dia adalah seorang gadis yang suasana hati dan ekspresinya berubah dengan mudah.

"Jelaskan mengapa," tuntutnya.”Aku telah mendengar bahwa informasi secara alami berkumpul di tempat-tempat seperti itu. Kita tidak memiliki banyak waktu tersisa. Tidak ada lokasi yang lebih cocok dari ini untuk memulai, jika kita ingin menjadi lebih tahu.”

“Itu memang benar, tapi kedai minuman juga merupakan tempat banyak pria berkumpul,” kata Erna. “Orang seperti itu sering mabuk, dan tidak bisa menahan diri. Saya percaya bahwa tiga wanita yang memasuki tempat seperti itu pasti akan terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan, pada akhirnya."

“Ya, itu benar,” Thir setuju. “Saya pikir setidaknya beberapa pelanggan mabuk akan mendekati kita hanya karena penasaran.”

“Maka kalian berdua hanya perlu melindungiku. Aku hanya ingin mengatahui seperti apa rasanya!”

Terlepas dari upaya mereka untuk membujuknya, Rfa dengan keras kepala menolak untuk menerima kata-kata mereka.

Kita mungkin tidak akan pernah lagi memiliki kesempatan untuk melihat tempat-tempat di dunia luar sendirian.

Jika Rífa menyerah begitu saja di sini, dia pasti akan membawa penyesalan itu selamanya, dan dia sama sekali tidak menginginkannya.

Namun, kedua gadis ini diberi perintah oleh Fagrahvél untum memastikan keselamatannya. Tampaknya mereka tidak berencana untuk mengikuti perintahnya ketika menyangkut hal-hal yang mungkin membahayakan itu.

"Tidak, bahkan untuk Einherjar seperti kami, tidak pasti apakah kami dapat melindungi Anda dengan baik jika kami kalah jumlah," bantah Erna. “Itu terlalu berbahaya."

“Ya, kami tidak bisa mengizinkannya!” Thír menambahkan. “Nona Rífa, anda adalah orang yang memiliki garis keturunan paling suci dan mulia di seluruh Yggdrasil. Tolong, tahan kekecewaan anda karena tidak dapat pergi.”

“Mmmph...! Jadi, meskipun Aku telah meminta ini dengan sungguh-sungguh, itu tetap tidak bisa.” Rífa membusungkan pipinya dan cemberut, lalu bertanya kepada kedua pengawalnya lagi, sebagai konfirmasi.

Dalam diam, mereka berdua mengangguk dengan tegas sebagai jawaban.

“Baiklah, kalau begitu ...” Bahu Rífa turun, dan dia membungkuk, terlihat putus asa—

“Laingr!”

—Dan pada saat itu, dia mengulurkan tangan untuk meletakkan tangan di dada masing-masing pelayannya, dan mengucapkan kata-kata penuh kekuatan.

"Apa?!" Mereka hampir tidak punya waktu untuk bersuara karena terkejut, dan tubuh mereka roboh dengan lemah di atas meja kotatsu.

Mereka telah menjadi mangsa sihir seiðr yang membatasi kebebasan bergerak tubuh.

“Ghh ...! Kami ceroboh!” Erna meringis. “Tapi ini tidak ... cukup untuk ...”

Erna dan Thír masih melawan dengan seluruh kekuatan mereka, dan menggenggam pinggiran kotatsu, dengan putus asa mendorong diri mereka kembali ke atas.

“Ohhh, mengesankan, seperti yang diharapkan dari Einherjar yang dipilih Fagrahvél,” Rífa menyeringai. ”Aku menyerangmu langsung dengan Læðingr, namun kau masih bisa bergerak. Nah, lalu ... bagaimana dengan ini? Gleipnir!”

"Gnh ?!"

Tiba-tiba, sisa kekuatan di lengan mereka lenyap, dan kedua Einherjar hanya bisa mendengus saat tubuh bagian atas mereka kembali jatuh ke kotatsu. Kali ini, mereka tidak dapat bangkit kembali.

Gleipnir adalah kekuatan untuk mengikat dan mengandung kekuatan supernatural. Ini adalah seiðr yang terutama digunakan untuk menangkap dan membatasi Einherjar.

Rífa menghembuskan napas. ”Wah, itu cukup melelahkan. Mengaktifkan dua seiðr secara berurutan tanpa ritual atau mantra apa pun sangat melelahkan.”

Dia menatap Erna dan Thir saat dia menyeka keringat dari dahi dan poninya.

Pada saat itu, kedua wajah yang melihat ke arahnya dipenuhi dengan keterkejutan.

"I-itu ... itu ...!"

“Tidak mungkin ...!” Thír berseru.

“Mm? Apa, kupikir kalian menyadarinya?" Rífa terkekeh, seolah terhibur oleh keterkejutan mereka.

Kedua matanya, menatap dengan angkuh ke arah mereka, masing-masing berisi rune emas yang bersinar.


Note:
Selamat kalian sekarang tau gimana kerajinan kaca dibuat~ awkk.



TL: Afrodit
EDITOR: Isekai-Chan

0 komentar:

Posting Komentar