Volume 20
Chapter 4 – Reruntuhan Filolial
Keesokan harinya, kami tiba di tempat suci filolial, dipandu oleh Fitoria. Tampaknya berbeda dari tempat yang kami datangi sebelumnya.
“Aku harus mengatakannya...” Kataku sambil melihat sekeliling.
"Apa?" Tanya Fitoria.
"Pernahkah kau merapihkan tempat ini?!"
Fitoria telah datang ke desa dan kemudian men-teleportasi semua orang yang ingin ikut. Aku belum mengatakan apa-apa, tapi sikap Fitoria sangat mencurigakan. Dan ternyata dia bisa berteleportasi! Di dunia Kizuna ada delapan Vassal Weapon, tapi di dunia kami hanya ada tujuh. Fitoria telah hidup untuk waktu yang lama juga. Fakta-fakta ini membuatku mempertimbangkan kemungkinan tertentu...
“Fitoria. Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan tentang sikapmu, tetapi mungkinkah itu Vassal Weapon? ” Tanyaku. "Seven Star Weapon ke delapan, misalnya?" Dia tetap diam ketika aku bertanya dan tidak memberikan jawaban apa pun. Pasti ada alasan— kenapa lebih baik dirahasiakan, atau mungkin itu atas permintaan seorang pahlawan masa lalu.
Menyelidiki tempat perlindungan filolial adalah yang pertama kali kami lakukan. Ketika Fitoria dan para filolialnya muncul di desa kami sebelumnya, mereka membawakan kami berbagai perlengkapan yang dimiliki para pahlawan di masa lalu—selain Holy Weapon atau Seven Star Weapon. Tapi ada beberapa sampah yang tercampur diantaranya. Jadi kami memutuskan bahwa para pahlawan dan yang lainnya dari desa harus datang ke tempat perlindungan Fitoria dan memilah barang-barang yang dapat kami gunakan. Trash tidak ikut dengan kami; dia sibuk menyelesaikan masalah dengan negara lain. L'Arc, tentu saja, mengikuti pelatihan pembuatan aksesori di Zeltoble, dan Therese bersamanya di sana. Gaelion dan Wyndia juga tidak hadir.
Sepertinya kami telah tiba di semacam reruntuhan. Ada hutan di sekitar kami dan tampak seperti reruntuhan desa yang ditinggalkan. Ada juga semacam kuil di dekat reruntuhan. Ini mengingatkanku pada sesuatu yang pernah Melty katakan tentang legenda filolial dari sebuah tempat bernama Lost Woods. Seperti namanya, siapa pun yang masuk ke dalam hutan ini akan tersesat. Aku mulai berpikir kami berada di Lost Woods sekarang. Ini adalah tempat yang berbeda saat insiden Gereja Tiga Pahlawan terjadi. Aku harus membawa Melty kesini lain kali.
Motoyasu segera berteriak. “Tempat perlindungan ini akan menjadi surga baruku!” Serunya.
“Kenapa kau membawa Pahlawan Tombak?!” Kata Fitoria berteriak.
"Kupikir kau mungkin ingin bertemu dengannya," Kataku polos. Aku telah mendaftarkan portal disini, kembali ke desa, bertanya kepada Motoyasu apakah dia ingin bergabung dengan kami, dan kemudian kembali. Saat Fitoria melihat Motoyasu, dia menjauh dengan kecepatan luar biasa. Motoyasu tidak tergoyahkan, masih melompat ke arah Fitoria, yang segera menendangnya menjauh.
“Kau tidak akan menghentikanku!” Motoyasu hampir tidak menerima luka, segera bangkit kembali dan mulai mengejar Fitoria. Ini adalah hukumannya. Aku sudah terlalu kesal dengan sikap Fitoria di masa lalu.
Kami mengabaikan Motoyasu dan mulai menyelidiki bagian dalam reruntuhan. Alasan aku membuat lelucon tentang merapikan adalah karena bagian dalam reruntuhan yang sempit dipenuhi dengan apa yang tampak seperti sampah. Semua hal yang gemerlap itu mungkin karena kami berurusan dengan burung. Aku ingat Filo mengumpulkan “harta karun”-nya di masa lalu.
"Wow! Ini sangat berkilau! Aku suka sesuatu yang berkilau! ” Teriak Filo. Dia masih sama sekarang. Ini adalah sarang Fitoria. Hal-hal gemerlap yang tersebar di sekitar mulai dari harta yang terlihat langka hingga kristal yang tampak murahan.
"Ayo kita beres-beres," Kataku. Betapa banyak koleksi yang telah dia kumpulkan! Ini adalah reruntuhan besar—atau sebuah kuil, mungkin—tetapi koleksinya tidak tertata rapi. Mungkin situasi seperti itu memberi kesan layaknya harta karun dalam dungeon, tapi bukan itu yang kami lihat di sini. Itu lebih seperti kumpulan sampah acak. Ada banyak bulu burung yang bercampur juga, dan semuanya sangat kotor.
"Haruskah kita membakar semua bulunya?" Saranku.
"Bagaimana jika ada sesuatu di sini yang tidak ingin kita bakar?" Kata Raphtalia. Dia benar, tentu saja. Lebih baik tidak mulai dengan membakar barang. Bertahun-tahun pengumpulan Fitoria yang panjang telah mengubah sarangnya menjadi tumpukan sampah yang sesungguhnya. Itu membuatku sedih memikirkan barang langka mungkin tertidur di tengah kotoran ini. Kami berencana untuk memanfaatkan barang yang menjanjikan dan menganalisisnya, yang berarti kami harus memilah-milah semua sampah ini dengan memasukkannya ke dalam senjata para pahlawan, tentu saja.
"Berpencar dan mulai operasi pembersihan!" Perintahku, dan pembersihan musim semi dari tumpukan sampah Fitoria dimulai. Aku mendapati diriku bertanya-tanya mana yang lebih disukai, kelinci yang tinggal di dungeon misterius dengan banyak aturan aneh atau burung yang tidak memiliki elemen seperti dungeon yang berbahaya tetapi juga tidak bisa menjaga sarang mereka tetap rapi.
"Apa ini? Semuanya berkilau dan indah! semacam kristal?” Kata Filo.
“Itu sampah! Bola sampah yang sebenarnya! ” Kataku.
“Ini bijih langka! Naofumi, apa yang harus kita lakukan?” Tanya Motoyasu.
“Tetap pegang itu. Aku akan memintanya nanti,” Kataku.
“Kenapa ada pedang di sini? Itu juga tidak terlihat berkarat. Ren, apa pendapatmu tentang ini?” Tanya Rishia. Dia juga ada di sini, membantu membersihkan bersama Itsuki.
"Hah?" Ren menoleh. “Itu pedang yang belum kumiliki. Biar kulihat... Ascalon, kan? Apa ini? Efektif melawan naga?” Nama pedang itu terdengar familiar bagiku, untuk beberapa alasan, tetapi untuk saat ini kami harus terus bekerja. Aku senang kita tidak membawa Gaelion.
“Mengapa ada tombak yang terbungkus kain dan digantung di sini?” Rishia melanjutkan. “Motoyasu, ambil dan lihatlah. Kau dapat mengambil bulu dan mengendusnya nanti.”
"Baiklah! Bah! Aku tidak bisa mencapainya!” Seru Motoyasu.
“Dafu!” Kata Raph-chan II. Dia berada di atas benda seperti tombak yang tergantung di udara. Itu terlihat seperti sesuatu yang pasti dibuat oleh seorang pahlawan—seperti tombak untuk melawan yokai yang diikat dengan kain merah dari manga terkenal itu.
<EDN: Mimin gak tau referensinya>
“Kenapa kau tidak menyalinnya saja?” Saran Rishia.
"Ide bagus! Tombak Binatang? Oh, yang ini bekerja secara otomatis. Senjata yang terlihat nyaman, ” Lapor Motoyasu. Kami memiliki beberapa makhluk seperti yokai di antara sekutu kami. Aku berharap itu tidak akan efektif terhadap spesies Raph pada khususnya. Kami tidak membutuhkan Motoyasu memiliki kekuatan itu.
“Dafu,” kata Raph-chan II—yang merupakan Kaisar Surgawi masa lalu. Setelah memastikan Motoyasu telah menyalin tombaknya, dia mengetuk ujung tombaknya, membuat kainnya terlepas, lalu mencoba memegangnya. Itu bahkan menyusut menyesuaikan ukurannya! Aku mulai merasa seperti kami menemukan segala macam barang langka. Kami bisa memikirkan semuanya nanti.
Shildina mengerang, menggunakanku sebagai—bisa dibilang—perisai saat dia melihat Raph-chan II memperoleh senjata baru. Dia tidak bergaul dengan baik dengan yang satu itu.
“Tidak perlu takut, Shildina. Kau lebih kuat dari dia sekarang, tentu saja, ” Kata Ruft.
"Tetapi tetap saja...” Kata Shildina gugup, memperketat pertahanan ofuda-nya bahkan ketika Ruft mencoba menenangkannya. Dia hanya perlu terus menguatkan dirinya. Selama dia melakukan itu, dia seharusnya bisa menangani apa pun yang akan mendatanginya.
Kami terus membersihkan bagian dalam kuil, membuka jalan bagi kami menyusuri campuran berbagai barang langka dan sampah.
“Ada beberapa tulang naga di sini. Kurasa kita harus mengambilnya,” Kataku. Itu tampak seperti sepasang kerangka. Berapa banyak sejarah yang tersebar sini? Kami beruntung menemukan hal-hal yang masih utuh juga, karena seluruh koleksi ini tidak dijaga dengan baik, entah berapa lama.
Di salah satu ruangan di reruntuhan ada berbagai macam senjata tergeletak, termasuk yang digunakan oleh paus dari Gereja Tiga Pahlawan. Itu pasti replika, tapi aku masih bertanya-tanya apa yang dilakukannya di sini. Mungkin itu bisa digunakan untuk sesuatu—tapi itu perlu diisi ulang dengan sihir dan terlihat sulit untuk ditangani. Kami mungkin harus membawa barang-barang ini ke kastil atau desa dan meminta orang tua itu dan yang lainnya menganalisisnya.
Sebuah perisai juga muncul untukku, dan kusalin. Itu disebut Ancient Shield. Itu juga tidak terlalu efektif. Efek yang terbuka ialah meningkatkan pertahanan sihir, hanya itu efek yang dimilikinya. Itu sama untuk Ren dan yang lainnya — semua seri Kuno. Ini adalah senjata yang dapat menyebabkan efek status yang disebut "magic blocker." Kedengarannya agak berguna, tapi itu hanya untuk digunakan melawan manusia.
“Nyonya Filolial!” Teriak Motoyasu.
"Huuu!" Fitoria menolaknya menggunakan kalimat yang sama dengan Filo. Aku belum pernah mendengar alasannya, tapi Fitoria sepertinya tidak menyukai Motoyasu seperti halnya Filo.
S'yne menunjuk ke Motoyasu, dan aku sadar dia bertanya apakah dia harus menghentikannya. Saat aku melambai padanya untuk tidak khawatir, aku melihat antara S'yne dan Fitoria. Mereka mengenakan pakaian yang berbeda, dan ada masalah bulu, tapi... mereka benar-benar terlihat mirip. S'yne lebih tinggi, tetapi mereka memiliki aura yang sama. Fitoria, yang berasal dari monster, dan S'yne, penduduk dunia yang hancur... pasti ada hubungan di antara mereka berdua. Mungkin mereka hanya kebetulan mirip. Aku penasaran apakah faktanya hanya sesederhana itu.
"Ah! Filo!” Motoyasu dengan cepat mengubah target.
"Huuu! Menjauhlah!” Jawabnya. Saat Motoyasu mendekat, dia melompat ke udara dan terbang menjauh.
"Oh wow, dia terbang!" Kata salah satu anak buah Fitoria yang bisa berbicara.
"Sepertinya menyenangkan," Kata yang lain.
"Bagaimana dia belajar terbang?" Tanya yang ketiga, mereka semua mengawasinya dengan mata cemburu.
"Apa? Seseorang membuatnya terbang dengan sihir?” Kata yang keempat.
"Ayo buat mereka melakukan itu untuk kita!" Kata yang kelima. Aku tidak yakin di mana mereka mendengarnya, tetapi semua mata filolial beralih ke Shildina.
"Tolong aku!" Shildina sambil memeluk Raph-chan II, bertahan dengan Ruft.
“Dafu,” Kata Raph-chan II, terlihat sedikit bingung dengan perubahan hati Shildina. Kemudian dia menggunakan sihir untuk membuat Shildina dan yang lainnya menghilang, mengalihkan kesadaran para filolial dari mereka.
“Kita tidak membuat banyak kemajuan di sini! Jika kalian di sini hanya untuk main-main, kalian bisa pergi!” Teriakku.
"Ha ha ha! Ayah! Aku akan melakukan semua yang kubisa untuk mengubah suaka filolial ini menjadi surga!” seru Motoyasu.
"Berhenti bicara dan mulailah bersih-bersih!" Balasku. Betapa mudahnya orang-orang bebal ini untuk melupakan tugas mereka! Aku hampir tidak tahan berurusan dengan mereka. Kelompok Kizuna walaupun lebih ribut, mungkin, tetapi mereka memiliki tujuan yang lebih jelas.
“Serius, ada begitu banyak sampah di sini. Apa yang ada di belakang sana?” Tanyaku. Kami memasuki reruntuhan lebih dalam, akhirnya sampai pada apa yang tampak seperti altar besar. Tidak ada sampah di sini. Lantainya beralaskan batu, dan kelihatannya didekorasi seperti jam.
“Udara terasa agak berat di sini,” Kata Raphtalia.
"Benar," Jawabku.
"Ya ampun, rumah filoial ini penuh dengan hal-hal istimewa seperti ini!" Seru Motoyasu.
“Motoyasu, tetap di belakang,” Kataku. Mengabaikanku, dia berdiri di tengah jam dan menancapkan tombaknya ke tanah. Itu membuat suara klik, diikuti oleh gemuruh yang tidak menyenangkan.
“Motoyasu!” Teriakku.
"Astaga! Apa yang menurutmu sedang terjadi?” Tanyanya.
“Jangan tanya aku! Shooting Star Wall!” Teriakku. Mengeluarkan penghalang untuk berjaga-jaga, aku membuat penghalang untuk melindungi semua orang selain Motoyasu dan kelompok filoialnya sendiri.
“Fitoria, kau tahu tentang ini?” Tanyaku.
"Tidak," Jawabnya, memiringkan kepalanya ke samping. Dia tidak membantu sama sekali!
"Oh? Oh? Oooh!” Kata Motoyasu menghela nafas. Ada cahaya mulai bersinar keluar dari lubang tempat dia menancapkan tombak. Kemudian cahaya diserap ke dalam tombak, menyisakan cahaya yang berkedip-kedip di belakangnya.
“Fehhh!” seru Rishia. "Apa yang baru saja terjadi?!"
"Entahlah," Kataku. Tidak ada hal lain yang tampak berubah. “Motoyasu, ada yang berbeda?”
"Ada sesuatu ... senjata bernama Dragon Clock Hand telah muncul,” Lapornya, mengubah senjatanya. Itu adalah tombak yang panjang dan tipis. Sederhana, lebih mirip jarum menit dari jam tua.
"Apakah memasukkan senjatamu ke dalam lubang itu memicu sesuatu?" Kataku termenung. Aku meraba sekitar lubang yang Motoyasu gunakan dan secara eksperimental mencoba memasukkan perisai ke dalamnya. Tidak ada yang terjadi.
"Siapa cepat dia dapat?" Ren bertanya-tanya, juga mencobanya.
“Motoyasu!” Teriakku.
"Aku tidak tahu, kataku!" Balasnya. Seseorang biasanya tidak akan begitu saja menancapkan senjatanya ke lubang yang muncul dengan sendirinya. Tapi aku tidak yakin, itu adalah Motoyasu. Aku menghela nafas.
“Banyak sekali omong kosong yang tidak dapat dijelaskan. Ayo, terus bergerak,” Kataku. Lagipula, sepertinya kami tidak memiliki monster untuk dilawan. Ini adalah wilayah filolial, jadi dengan bos mereka Fitoria, tidak masalah bahkan jika kita bertemu dengan beberapa monster.
Perangkap adalah masalah yang berbeda. Semua perangkap klasik bermunculan di sekitar kami, dari batu-batu besar yang menggelinding hingga paku di langit-langit, tetapi itu tidak berarti apa-apa di hadapan sekelompok pahlawan. Shooting Star Wall-ku memblokir mereka semua, dan aku bahkan tertawa kecil ketika batu itu berhenti bergerak. Makan itu, heh.
Aku juga mengharapkan semacam teka-teki sederhana, tetapi tidak ada yang begitu rumit. Kami telah mengetahui bentuk ruangan berkat kemampuan sonar Sadeena dan Shildina. Itu berguna untuk tempat-tempat seperti ini, tempat yang penuh dengan pintu dan lorong rahasia. Di jantung reruntuhan, kami tiba di sebuah ruangan batu yang tampak mengambang di udara karena sihir. Batu terapung... Itu dikenal sebagai "glawick," kenangku. Kami menaiki tangga yang diukir darinya dan mencapai ruangan di atas, lalu melihat sekeliling.
Ada suasana yang sangat berat di ruangan itu. Rasanya seperti inilah asal muasal sihir.
"Tuan. Naofumi, kita pernah melihat tempat seperti ini sebelumnya,” Kata Raphtalia.
“Memang,” kenangku. Itu persis seperti ruangan batu yang ditugaskan untuk kurator Labirin Perpustakaan Kuno, rumah Ethnobalt.
“Setelah mendengar deskripsimu tentang tempat itu, kupikir sebaiknya aku membawamu ke sini,” Jelas Fitoria.
"Jadi ada satu di dunia ini juga," Kataku. Di sini, di dalam reruntuhan—rumah Fitoria—sebuah botol kecil melayang di udara. Di belakangnya ada mural yang sama di dinding seperti yang kami lihat di tempat Ethnobalt, menggambarkan semacam makhluk seperti kucing bersayap. Ada gambar Holy Weapon... dan Vassal Weapon juga, ketika aku melihat lebih dekat. Beberapa gambar bersinar. Pertama-tama, kupikir itu adalah gambar yang sama persis seperti sebelumnya, tetapi sebenarnya berbeda di banyak tempat. Bagian kucing juga berbeda. Ada dua makhluk yang tampak seperti paus berkeliaran di latar belakang. Melihat arah pandanganku, Rishia mulai menyelidiki dinding itu sendiri.
“Kelihatannya sangat mirip dengan yang kita lihat dengan Ethnobalt, tetapi tampaknya ada teks yang tertulis di sini,” Lapornya.
"Sungguh?" Tanyaku. Rishia menunjuk ke bagian dinding. Sepintas, itu tampak seperti pola lain, tetapi sebenarnya itu adalah teks. Itu hampir seperti sebuah karya seni, membentuk gambar dari kejauhan tetapi berubah menjadi teks ketika kau mendekat. Aku menghargai upaya itu—hampir— walaupun aku berharap mereka menuliskannya dengan huruf yang lebih mudah dibaca.
"Aku akan menyerahkan analisisnya padamu," Kataku. Ini saatnya karakter utama sejati dan pintar kami untuk unjuk gigi.
"Aku yakin aku akan membuat segala macam interpretasi dan kesalahan terjemahan," Jawabnya, tidak yakin pada dirinya sendiri.
“Kau memiliki kemampuan analisis yang luar biasa, aku tahu itu. Kau bisa melakukannya, ” Kataku.
“Dia benar, Rishia. Aku juga percaya padamu,” Kata Raphtalia.
“Fehhhh!” Jawabnya, tetapi dia tampaknya siap untuk mencobanya.
Aku mengalihkan perhatianku ke botol cairan merah yang juga kami lihat dengan Ethnobalt. Aku mengambilnya. Tidak ada masalah. Ada juga lebih banyak yang tersisa di botol ini daripada yang ada di sana. Aku bertanya-tanya apakah itu berarti sesuatu. Ini mungkin terkait dengan berapa lama Fitoria tampaknya telah hidup. Di sana mereka dipaksa untuk menggunakannya lebih sering. Mungkin itu alasannya.
“Itu adalah obat yang harus diminum oleh penjaga dari dunia lain, kan?” Tanya Fitoria, menunjuk botol.
"Apa itu? Apa tujuannya?” Tanyaku.
“Itu racun, tapi aku tidak begitu mengerti. Aku meminumnya sebelumnya,” Kata Fitoria.
"Oke. Bagaimana dengan manusia? Bisakah mereka meminumnya juga?” Tanyaku.
"Kurasa aku ingat pernah mendengar bahwa mereka sebaiknya tidak melakukannya," Jawabnya. Jadi sepertinya ini hanya untuk monster tetapi memiliki efek memperpanjang rentang hidup mereka—seperti semacam ramuan kehidupan abadi. “Yang kuingat adalah satu tetes berarti rasa sakit abadi, dua tetes berarti kesepian abadi, dan tiga tetes... berarti sesuatu yang benar-benar mengerikan.” Itu adalah hal yang sama persis yang dikatakan Ethnobalt.
“Masalahnya, menggunakan senjata yang dihasilkan oleh ini untuk menyerang celah gelombang sangat memperpanjang durasi waktu gelombang berikutnya. Ada lebih banyak di sini daripada di dunia Kizuna—kemungkinan besar cukup untuk semua pahlawan,” Jelasku. Cairan misterius yang ditinggalkan oleh seorang pahlawan di masa lalu. Kami harus memanfaatkannya dengan baik... tapi aku masih bertanya-tanya apa arti mural ini, dengan semua gambar yang sama dengan yang ada di dunia yang sama sekali berbeda. Namun, itu bukan masalah yang bisa diselesaikan hanya dengan memikirkannya.
Aku meneteskan ramuan ke perisaiku.
Shield 0 terbuka!
Shield 0 (Awakened) 0/0
<kemampuan terkunci> bonus penggunaan: skill: “Shield 0”
Efek khusus: Judge of Reason, Pelindung Dunia
Ternyata itu adalah perisai yang bahkan lebih rendah daripada Small Shield, dengan semuanya statusnya nol. Kizuna telah memperoleh hal yang sama untuk senjatanya, tapi aku tetap penasaran dengan ini. Aku mengubahnya untuk melihat apa yang akan terjadi. Itu tampak sama dengan Small Shield.
“Shield 0,” Kataku, menggunakan skill yang dimilikinya. Cahaya menyala dan perisai mulai bersinar. Itu terlihat sangat keren. Aku harus lebih banyak bereksperimen dengannya nanti. Ramuan itu tidak menghasilkan efek samping yang aneh, jadi sepertinya aman untuk digunakan. Perisai itu sendiri terlalu lemah untuk digunakan, tetapi mungkin memberikan beberapa efek yang sangat baik. Game sering kali memiliki senjata dan armor yang sejenis.
“Semua pahlawan harus memiliki ini, untuk mengatasi cobaan selanjutnya,” Kata Fitoria.
“Kalian mendengar burung gila itu. Memasukkan setetes cairan ini ke dalam senjata kalian, ” Kataku. Setiap pahlawan yang hadir lalu menempatkan satu tetes ke senjata mereka sendiri, melepaskan seri 0 untuk masing-masing senjata mereka, dengan efek yang sama.
“Apakah kau ingin mencobanya sedikit?” Tanyaku pada Filo.
“Kau bertanya padaku lagi? Huuu!" Katanya. Aku memang menanyakan hal yang sama padanya ketika Ethnobalt meminumnya. Dia juga tidak ingin meminumnya saat itu, tetapi pada akhirnya, kupikir—suatu hari nanti—dia mungkin harus meminumnya. Bagaimanapun juga, dia adalah penerus Fitoria.
“Kau adalah ratu berikutnya, Filo, jadi suatu hari kau harus meminumnya,” Kata Fitoria, membenarkan pikiranku sendiri.
"Huuu!" Jawabnya. Aku bertanya-tanya tentang pahlawan masa lalu yang membuat Fitoria meminumnya, meskipun dia mungkin tahu itu racun. Aku tidak bisa melihat Fitoria menerimanya dengan mudah—tapi inilah aku, mencoba membuat Filo meminumnya.
Aku melihat ke dinding, dengan makhluk kucingnya, dan bertanya-tanya kapan misteri kecil itu akan terpecahkan. Dengan rekam jejak kami, mungkin tidak akan pernah. Selalu terlihat dekat dengan material yang menutupi gelombang, namun itu tidak terlihat seperti dalang di balik gelombang... tapi kemungkinan masih ada. Aku penasaran apakah ini makhluk yang disebut ‘Sang Kuasa’.
Jika demikian, seharusnya ada gambar dalam teks kuno yang telah dibaca Rishia.
“Fitoria,” Tanyaku. Dia melihat ke arahku. "Apakah kau pernah bertemu benda ini di sini?" Kataku, menunjuk makhluk di dinding.
"Kupikir ... Mungkin aku pernah melihatnya ” Jawabnya.
“Kau terdengar lebih percaya diri dengan jawabanmu tadi,” Komentarku.
“Aku bisa mengingat seperti apa saat ia bergerak. Aku tidak berpikir itu adalah makhluk yang buruk...” Katanya sambil tertunduk.
"Apakah dia yang memakai nama ‘Sang Kuasa’?" Tanyaku. Jika demikian, kami harus bersiap untuk segera menyerang, jika kami menemukannya.
“Tidak, sepertinya bukan itu. Tapi aku ingat makhluk itu berbicara dengan para pahlawan, ” Jawabnya. Kedengarannya seperti orang yang membuat tembok ini mencoba menyampaikan sesuatu tentang makhluk ini—tetapi itu berarti kucing ini bukanlah musuh. Tidak ada jawaban. “... moru,” Kata Fitoria pelan, hampir tak terdengar, meletakkan tangannya di dinding.
“Apapun yang terjadi di sini, orang di balik gelombang telah mencoba membunuh orang-orang sepertimu, Fitoria, sepanjang sejarah, jadi kau harus berhati-hati,” Kataku.
"Aku mengerti itu. Sekarang mungkin kau mengerti mengapa aku jarang menunjukkan diri,” Jawabnya. Itu benar. Ethnobalt bekerja di perpustakaan, tetapi tidak ada yang tahu di mana Fitoria akan muncul selanjutnya. Sarangnya ada di Lost Woods—bahkan reinkarnator pun akan kesulitan menemukannya. Dia mungkin seperti Naga Iblis, hidup begitu lama sehingga dia memandang rendah manusia dan menjauhkan diri dari mereka.
“Aku telah bertemu dengan mereka yang mencoba membunuhku berkali-kali. Mereka seharusnya berada di bawah pengaruh siapa pun yang berada di balik gelombang. Mereka telah memimpin orang-orang dan mengkhianati kepercayaanku berulang kali,” Lanjutnya. Kedengarannya seperti dia mengalami banyak masalah, akhirnya dia berurusan dengan manusia melalui bawahannya.
“Ah, disini... Aku bisa membaca bagian ini, ” Kata Rishia, masih melihat teks di dinding. “Senjata ini sangat efektif melawan mereka yang memiliki keabadian... untuk bertahan melawan mereka yang akan mengambil nama ‘Sang Kuasa’...”
“Itu menunjukkan senjata seri 0 akan efektif melawan mahkluk yang berada di balik gelombang, makhluk yang disebut ‘Sang Kuasa’,” Renungku. Di dunia Kizuna, menyerang celah gelombang dengan senjata 0 telah memperpanjang waktu kemunculan gelombang berikutnya. Itu juga tampaknya menunjukkan bahwa ini adalah senjata khusus yang akan efektif melawan makhluk yang memiliki nama ‘Sang Kuasa’. Itu asumsi utama untuk saat ini, tetapi kami mulai melihat beberapa buktinya.
"Pahlawan ... dimaksudkan sebagai pengganti sementara, sampai bantuan tiba... dan hanya itu yang bisa kubaca,” Kata Rishia selesai.
“Itu lebih dari cukup. Itu tumpang tindih dengan apa yang kita dengar di dunia Kizuna,” Kataku. Tampaknya para pahlawan yang melawan gelombang mengandaikan kedatangan bantuan dari suatu tempat, jika tidak, teks seperti ini tidak akan terus mengatakannya. Aku tidak tahu siapa atau apa yang harus kami andalkan... tetapi menggantungkan harapan seperti ini membuatku merasa sangat tidak nyaman. Aku ragu apakah kami benar-benar dapat mengandalkan siapa pun yang akan datang, melihat lagi ke makhluk di dinding. Mungkin itu yang kami tunggu.
Kami menyelesaikan pembersihan dan kembali ke desa. Aku masih membawa botol tersebut di tanganku, dan itu melakukan pekerjaan yang baik untuk menjauhkan Gaelion.
“Kwa!” Katanya.
"Apa yang salah denganmu?" Tanyaku. Saat aku bergerak ke arahnya, dia mundur dengan jarak yang sama.
“Menjauh!” Aku mendengar suaranya di kepalaku. "Aku merasakan sesuatu darimu, sesuatu yang membuatku merinding!" Aku menyerahkan botol itu ke Raphtalia dan mendekati Gaelion lagi. Kali ini dia tidak menjauh. Sepertinya racun itu juga bagus untuk mengusir naga. Aku mencoba mengingat apakah kami pernah menggunakannya untuk eksperimen pada Naga Iblis. Mungkin berhasil juga untuknya, pikirku penuh harap.
"Ah, sepertinya aku mengerti," Kataku. Ketika aku menerapkan apa yang telah ditemukan Rishia, Kaisar Naga sedikit berbeda tetapi dia masih tergolong abadi. Bahkan jika mati, dia bisa dihidupkan kembali, dan hidup begitu lama sehingga hampir tidak bisa dihitung berapa lama. Racun itu efektif melawan semua makhluk yang “memiliki keabadian”.
“Aku bisa menggunakan ini untuk membantu mengendalikan Naga Iblis. Sepertinya Kizuna sudah menggunakannya,” Komentarku.
“Kwaaaaaa!” Gaelion tidak melewatkan kesempatan untuk melompat ke arahku, terbang ke arahku saat aku semakin dekat dalam upaya untuk mendapatkan perhatian. Aku kagum bagaimana dia bisa menekan naluri dasar dengan emosi. Aku masih tidak mengerti mengapa dia begitu dekat denganku. Aku tidak melakukan sesuatu yang khusus untuknya.
“Oke, cukup. Eksperimen berakhir di sini, ” Kataku. Fitoria telah memintaku untuk mengembalikan botol itu padanya setelah kami membuka kunci senjata untuk semua pahlawan, jadi aku melanjutkan untuk melakukan itu—termasuk L'Arc—dan kemudian mengembalikannya padanya. Tidak banyak yang tersisa di dunia Kizuna, tapi kami masih memiliki cukup banyak di sini.
Aku mengalihkan perhatianku ke skill yang disebut Shield 0. Setelah membuka kunci skill, aku mencoba mengaktifkannya dan kemudian monster menyerangku, tetapi—seperti yang kuduga—tidak ada yang terjadi. Aku bahkan tidak bisa menahan serangan itu. Skill itu hancur begitu saja dalam sekejap. Itu sama dengan yang lain—skill itu terlihat sangat mencolok ketika diaktifkan, tetapi tidak dapat menyebabkan satu goresan pun. Ini bahkan tidak dapat digunakan untuk melindungi diri atau semacamnya—ini benar-benar hanya skill yang tidak memiliki daya serang. Skill ini juga tidak memiliki waktu cooldown dan mengkonsumsi nol SP.
Bagaimanapun juga, pembersihan sarang Fitoria dan penggalian peralatan kuno yang telah tertidur entah berapa lama akan berakhir. Kami telah memperoleh beberapa perlengkapan baru yang cukup bagus, jadi aku cukup senang dengan hasil akhirnya.
0 komentar:
Posting Komentar