Jumat, 24 September 2021

Kuma Kuma Kuma Bear Light Novel Bahasa Indonesia Volume 2 : Chapter 47. Beruang Membuat Puding

 Volume 2

Chapter 47. Beruang Membuat Puding



Aku penasaran apakah ini akan berhasil.

Belakangan ini aku punya banyak stok telur, jadi aku mencoba membuat puding.

Seketika udara dingin menerpa wajahku saat aku membuka lemari pendingin. Sederet puding yang telah kubuat berjejer rapi di dalam. Aku lantas mengambil satu, meletakkannya di atas meja, kemudian memakannya.

"Enak!"

Aku melahapnya penuh semangat. Tanganku tidak berhenti mengambil sesuap demi sesuap sampai puding pertamaku habis dan aku kembali ke lemari pendingin untuk mengambilnya lagi. Tepat setelah aku menghabiskan dua porsi penuh puding yang sudah lama tidak kurasakan, Fina dan Shuri datang.

"Yuna-san, kami datang."

"Silahkan duduk. Tolong tunggu sebentar."

"Jadi apa makanan enak yang kau ingin kami coba cicipi?"

Aku meminta mereka berdua kemari untuk menjadi pencicip rasa puding buatanku.

"Silahkan, ini adalah camilan yang kubuat dari telur."

Aku menyuguhkan dua puding dingin kepada mereka. Masing-masing mereka lalu mengambil sendok dan mencoba satu suapan.

"Ini sangat enak..."

Sementara Fina menggumamkan pendapatnya, Shuri telah memasukkan beberapa suapan ke dalam mulutnya.

"Shuri, makannya pelan-pelan saja."

"Tapi ini enak banget."

Seulas senyum merekah di wajah mereka.

"Aku senang kalian berdua menyukainya."

"Ini sungguh enak, Yuna-san. Aku baru tahu kau bisa membuat sesuatu seenak ini dari telur."

"Yah, ini masih sampel sih. Beritahu aku jika ada yang kurang—seperti rasanya terlalu manis atau kurang manis."

"Tidak ada yang kurang sama sekali. Ini manis dan enak."

"Ya, enak."

Shuri menjilati bersih sendoknya, tampak kecewa puding bagiannya habis.


Aku akhirnya mengeluarkan dua puding lagi dari dalam lemari pendingin dan menyuguhkannya kepada mereka berdua.

"Ini yang terakhir, oke?"

Saat aku meletakkan dua puding tersebut di atas meja, mereka dengan sigap menyantapnya. Aku sekali lagi kembali ke lemari pendingin dan memasukkan semua sisa puding ke dalam penyimpanan beruangku. Setelah mereka berdua selesai makan dan pulang, aku berangkat menuju panti asuhan untuk melakukan uji coba rasa selanjutnya.


Saat aku tiba di panti asuhan, aku mendapati anak-anak tengah berada di kandang yang terletak tidak jauh dari sana. Mereka tampak penuh semangat merawat Kokkeko-kokkeko yang berada di dalam sana. Aku lalu memanggil mereka dan mengajak mereka masuk.

"Oh, Yuna-san, selamat datang."

Tampak ibu kepala pengurus tengah menyiapkan makan siang bersama beberapa anak perempuan.

"Maaf, apakah aku mengganggu?"

"Oh tidak, tidak sama sekali. Mungkin tidak seberapa, tapi maukah kau ikut makan siang bersama kami?"

Karena ibu kepala pengurus sudah repot-repot menawariku, aku dengan senang hati menerimanya. Anak-anak mulai mengambil tempat duduk masing-masing di ruang makan. Mereka dengan patuh menunggu sampai semua hidangan tertata rapi di atas meja. Setelah semuanya siap, mereka kemudian berucap, "terima kasih, nona beruang, atas makanannya."

Anak-anak mulai menyantap hidangan mereka selepas melantunkan kata-kata tersebut.

"Kalian masih melakukan hal itu?"

"Kami semua bisa makan seperti ini adalah karenamu. Kami tidak akan lupa untuk senantiasa berterima kasih akan hal tersebut."

Mulanya mereka akan mengucapkan, "terima kasih, Yuna-san, atas makanannya," sebelum menyantap hidangan. Aku tentu saja meminta mereka untuk menghentikannya karena itu terdengar memalukan, tetapi anak-anak tersebut menolak dengan berbagai alasan.

"Itu karena kami ingin mengungkapkan rasa terima kasih kami kepada Yuna-san."

"Itu karena Yuna-san telah berbagi banyak makanan kepada kami."

"Itu karena berkat Yuna-san, kami bisa makan makanan enak."

"Kami bisa mengenakan pakaian bagus berkat Yuna-san."

"Tempat tinggal kami menjadi lebih nyaman adalah berkat Yuna-san."

"Kami bisa tidur di tempat tidur yang hangat adalah berkat Yuna-san."

"...semuanya berkat Yuna-san."

Karena sangat memalukan mendengar namaku disebut-sebut setiap kali akan makan, kami sepakat untuk menggantinya menjadi "nona beruang". Itu masih membuatku malu sih, tapi ya biarlah.

Meski hidangan makan siang panti asuhan hanya berupa roti dan sup sayuran, anak-anak menyantapnya penuh semangat. Melihat mereka makan dengan lahap entah mengapa membuatku senang. Aku tidak pernah menyangka diriku akan menjadi sosok yang peduli sesama seperti sekarang—padahal aku tidak seperti ini sewaktu di jepang dulu. Aku tidak pernah mendermakan hartaku sekalipun aku punya uang.

Sementara aku memandangi anak-anak tersebut, beberapa dari mereka sudah selesai makan. Aku lantas mengeluarkan puding dari dalam penyimpanan beruangku.

"Apa itu?" tanya seorang gadis.

"Ini adalah camilan. Aku membuatnya dari telur Kokkeko yang kalian budidayakan. Ngomong-ngomong, ini enak lo!"

Aku mulai membagikan puding kepada anak-anak. Tentu saja ibu kepala pengurus dan Liz mendapat bagian mereka juga.

"Apa ini? Rasanya enak."

"Ini enak banget."

"Satu orang cuma dapat satu, jadi tolong dihabiskan ya."

Kelihatannya anak-anak menyukainya.

"Yuna, ini benar-benar enak," ungkap Liz.

"Terima kasih. Itu adalah hasil kerja kerasmu bersama anak-anak dalam merawat dan membudidayakan Kokkeko. Aku membuatnya dari telur yang kalian hasilkan."

"Benarkah?"

"Ya, lagi pula akan percuma kalau telurnya cuma dijual."

"Telur benar-benar menakjubkan ya? Itu bisa dijual atau dibuat jadi camilan manis seperti ini."

"Seandainya kita bisa menambah jumlah Kokkeko dan menaikkan produksi telur, aku mungkin bisa membuat lebih banyak tanpa perlu khawatir memotong persediaan yang kita miliki."

"Serahkan pada kami. Kami akan berusaha keras mewujudkannya."

"Tolong beritahu aku jika nantinya kalian kerepotan karena mengurus terlalu banyak Kokkeko. Aku akan mencari solusi saat hal itu terjadi."

"Tentu, tapi kurasa kami masih baik-baik saja. Anak-anak juga kelihatannya masih sanggup mengatasinya."

Sementara aku asik mengobrol dengan Liz, anak-anak telah selesai menghabiskan puding mereka. Aku kemudian meminta pendapat semua orang mengenai puding buatanku, sebelum akhirnya pergi meninggalkan panti asuhan.




TL: Boeya
EDITOR: Zatfley

0 komentar:

Posting Komentar