Minggu, 26 Juli 2020

Tate no Yuusha no Nariagari Light Novel Bahasa Indonesia Volume 13 : Chapter 11 - Master yang Cacat

Volume 13
Chapter 11 - Master yang Cacat


Keesokan harinya, aku mengumpulkan petarung terbaikku, naik ke kapal, dan berlayar ke Q’Ten Lo. Semua awak kapal berasal dari Siltvelt. Mereka tampak agak waspada ketika Itsuki naik ke kapal, tapi aku memelototi mereka dengan keras dan itu membuat mereka diam.

Pada sore harinya. 

“Rafu!”
“Tadaaaa!”
“Berhentilah berpose seperti itu di haluan kapal! Itu pembawa sial!” Aku berteriak.

Filo dan Raph-chan pasti sudah kehilangan akal. Mereka berdiri di depan haluan kapal dan mengangkat tangan ke atas. Pose yang sama persis dibuat terkenal oleh film itu tentang kapal pesiar mewah yang akhirnya tenggelam. Dari mana mereka belajar itu? Dari Ren atau Itsuki, kemungkinan besar.
<TLN: Bayangin aja Filo di film titanic :v>

Ada sebuah lentera dengan dekorasi mewah yang tergantung di dekat bagian depan kapal dan menyala terang. Menurut Werner dan si tua genmu, itu adalah item khusus yang memungkinkan kami untuk memasuki Q’Ten Lo. Mereka mengatakan bahwa item tersebut dapat membantu navigasi untuk menghindari pusaran air.

“Itu benar-benar cahaya misterius,” bisik Raphtalia.

Dia mendekati lentera dan mengintip ke dalamnya.

“Aku bisa merasakan aliran kekuatan aneh. Kita mungkin hanya perlu mengikuti alur itu, tetapi tampaknya berubah secara acak dan cukup sering. Akan sulit untuk meniru efek lentera ini,” Kata Atla.

“Ugh.”

Fohl mabuk laut dan kondisi tidak terlalu baik. Dia sudah seperti ini sejak kapal berlabuh. Perbedaan antara dia sekarang dan ketika dia memenangkan duel di Siltvelt seperti siang dan malam. Menyedihkan.

“Naofumi kecil! Raphtalia kecil! Lihatlah pusaran air itu,” kata Sadeena.

Dia menunjuk pusaran air di dekat kapal. Ketika aku melihat lebih dekat, aku menyadari bahwa kami sebenarnya sedang berlayar di dalam pusaran juga.

“Jika kalian melihatnya lebih teliti, kalian akan menyadari bahwa arus mengalir keluar. Apakah kau melihatnya?” Dia bertanya.

“Ya, sekarang setelah kau menyebutkannya,” jawabku.

Pusaran air semua mengalir ke arah yang sudah ditentukan. Itu terlihat sangat menyeramkan. Tetapi sekarang masuk akal bahwa akan mudah untuk pergi dan sulit untuk memasuki perairan ini.

“Jadi, kau dan orang tua Raphtalia melewati semua pusaran air ini?” Aku bertanya padanya.

“Kami melewatinya.” jawabnya.

Sulit dipercaya ada orang yang bisa melewati perairan yang dipenuhi begitu banyak pusaran air. Jujur aku terkesan.

“Pasti menyenangkan memiliki banyak teman, Nak,” kata pria tua itu setelah datang untuk bergabung dengan kami.



Sebelum kami meninggalkan pelabuhan, dia berkeliaran di sekitar daerah itu untuk membeli segala macam barang dan kemudian meminta diriku untuk mengangkutnya kembali. Kami punya sedikit waktu ekstra, jadi aku menyetujuinya. Dia bilang dirinya akan membuatkan kita senjata yang bagus setelah kita kembali, jadi aku menantikan itu.

Berbicara tentang area pelabuhan, sesuatu tentang negara-negara di luar Siltvelt semuanya mengingatkan diriku pada Jepang. Kami telah melihat campuran yang baik antara manusia dan demi-human dari semua ras, tetapi mereka tampaknya rukun.

“Pria seperti apa mastermu? Aku ingat pernah mendengar bahwa sifatnya mirip dengan seperti Motoyasu,” aku bertanya pada pak tua itu.

Aku tidak bisa berhenti penasaran tentang masa lalunya.

“Hmm Yah, dia masih tetap ahli seperti dulu. Aku masih tidak percaya diri jika diriku bisa menandingi keahliannya,” jawabnya.

“Jadi Kau mengatakan senjata yang digunakan pembunuh untuk menyerang desa terlihat seperti hasil karya mastermu?”

“Ya, tidak diragukan lagi. Tetapi jika kau bertanya kepada diriku apakah dia dari Q’Ten Lo, aku benar-benar tidak tahu.”

“Oh benarkah?”

“Kurasa kau bisa mengatakan dia seperti gelandangan. Aku berkeliaran dari satu tempat ke tempat lain, belajar pandai besi pada awalnya juga. Tetapi begitu aku melihat pekerjaannya, aku jatuh cinta. Aku menjadi muridnya setelah itu.”

Singkatnya, apa yang dikatakan pak tua itu kepadaku, dia bepergian dari satu negara ke negara lain sebagai seorang petualang ketika dia masih muda. Dia ingin memperluas wawasannya untuk menjadikan dirinya pandai besi yang lebih baik. Suatu hari, dia berhenti di sebuah toko senjata yang menawarkan senjata yang dibuat oleh pandai besi lokal. Setelah menemukan beberapa senjata yang dibuat dengan sangat baik di sana, ia pergi dan memulai magang di bawah pandai besi yang membuatnya.

Karya besar yang dilihatnya adalah katana dan pedang. Pria tua itu menyebutkan spesialisasinya sendiri telah membuat pedang sampai saat itu.

“Sekarang setelah kau menyebutkannya, aku memintamu untuk semua jenis peralatan yang berbeda, seperti biasa. Tetapi sekarang setelah aku memikirkannya, bisa membuat semua itu benar-benar mengesankan,” kataku.

Aku mendengar bahwa bahkan hanya membuat pedang adalah proses yang sangat rumit. Tapi di atas semua itu, dia mampu membuat tombak, busur, pedang pendek, semua jenis senjata lainnya, bahkan termasuk armor dan perisai. Dia sejujujurnya layak menerima pujian.

“Kau tidak perlu berkata begitu. Walaupun memang aku hampir menangani semua peralatan di toko. Aku melakukan yang terbaik untuk memenuhi pesanan khusus juga,” jawab pak tua itu.

Dia terlihat sedikit malu.

“Master dulu mengatakan bahwa pandai besi yang berspesialisasi dalam jenis senjata tertentu selalu berakhir menemui jalan buntu, jadi kita harus tetap berpikiran terbuka dengan mencoba membuat berbagai senjata dan peralatan,” lanjutnya.

“Itu sebabnya kau bahkan membuat piyama,” balasku.

“Yang pertama itu salahmu karena mengajukan permintaan aneh kepadaku, Nak,” balasnya.

Kukira Filo Kigurumi bukan hal asing dibandingkan dengan Pekkul Kigurumi.

“Aku memang berkonsultasi dengan spesialis dari waktu ke waktu, tetapi aku selalu melakukan yang terbaik untuk menganalisis material dan mencari cara untuk memanfaatkannya,” lanjut pak tua itu.

“Ya, aku menyadarinya. Jadi? Saat kau magang, kau membuat berbagai peralatan yang berbeda, kalau begitu?” Aku bertanya.

“Kurang lebih seperti itu. Kami berkeliling dunia dan melakukan segala macam hal. Seperti terlibat dalam kekacauan karena tingkah playboy master dan aku dipaksa untuk melunasi utangnya yang besar. Aku mendapat semua jenis pengalaman,” jawabnya.

“Umm, itu semua tidak ada hubungannya dengan pandai besi, bukan?” Aku bertanya. 

Senyum pahit terlihat di wajah pak tua itu.

“Itulah sebabnya sangat sedikit dari murid magang yang bertahan dengannya sampai akhir, meskipun betapa terampilnya dia. Selain aku dan Tolly, semua orang akhirnya melarikan diri,” jawabnya.

“Maksudmu paman Imiya, bukan? Tapi dia akhirnya pergi sebelum dia selesai juga, kan?” Aku bertanya.

“Ya, tepat ketika master hendak memberikan sertifikasi kepadanya, dia memiliki beberapa masalah keluarga,” pria tua itu menjelaskan.

“Aku dengar dia bekerja di toko penjual besi atau semacamnya,” kataku.

Maksudku, itu sama sekali tidak berhubungan. Tapi apakah pandai besi benar-benar puas bekerja di toko penjual besi?

“Kembali ke topik. Jadi aku masih di tengah magangku, tetapi suatu hari master meninggalkan surat di atas meja dan menghilang. Dikatakan bahwa dia tidak punya apa-apa lagi untuk diajarkan kepada diriku dan aku harus membuka toko di mana pun aku menginginkannya,” lanjut pak tua itu.

“Itu membuat mastermu terdengar keren, tapi aku menduga ada sesuatu dibaliknya,” jawabku. 

Aku menatap pak tua itu dengan curiga lalu dia tertawa keras dan getir.

“Ya, beberapa jam setelahnya, para wanita dan penagih utang datang membanjiri seperti gelombang pasang,” katanya.

Ya, masternya benar-benar gagal. Jika kita bertemu dengannya, kita mungkin harus menghukumnya saat itu juga.

“Sekarang aku mengerti apa yang ingin kau lakukan. Kami dapat menyelesaikan dendammu dan mengamankan masa depanmu secara bersamaan,” kataku.

“Aku baru sadar kalau berbicara denganmu adalah kesalahan besar, nak. Aku tidak pernah merasa lebih yakin akan apa pun dalam hidupku hingga saat ini,” Jawab pak tua itu.

Dia memicingkan matanya ke arahku. Apa artinya itu? Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?

“Apakah aku salah?” Aku bertanya.

“Yah, aku benar-benar berharap dia melakukan sesuatu tentang kebiasaan mesum dengan wanita dan tidak bertanggung jawab. Aku tidak akan menyangkal itu. Tapi bukan itu yang aku kejar,” Jawabnya.

Hmm, kurasa itu artinya pak tua itu memikirkan hal lain.

“Mungkin hanya kebetulan bahwa para pembunuh itu menggunakan senjata yang dia buat. Mungkin saja kita tidak akan menemukan petunjuk tentang keberadaannya di Q’Ten Lo,” lanjutnya.

“Itu benar,” kataku.

Bukannya itu akan menjadi masalah jika dia tidak ada di Q’Ten Lo. Tapi pak tua itu masih sangat menghormati masternya dan merasa masih harus banyak belajar. Kupikir itulah yang dia coba katakan.

“Ngomong-ngomong, jika senjata master menyebabkan dirimu kesulitan, maka aku perlu memeriksanya. Kau adalah pelanggan setia, jadi itu tugasku sebagai pandai besimu,” tambahnya.

Jadi itu adalah sesuatu yang menurut pak tua perlu dia lakukan demi diriku dan akhirnya demi masternya.

“Namun itu belum semuanya. Jika aku bisa mengikuti jejak senjata milik master, aku mungkin bisa menyelesaikan masalah yang menghambatku saat ini. Itulah feeling yang aku dapatkan,” Katanya.

Oh ya. Aku hampir lupa bahwa diriku meminta pak tua ini untuk membuatkanku perisai baru. Tetapi material Roh Kura-kura benar-benar sulit untuk diolah dan dia mengalami masalah saat membuat perisai dari material tersebut. Membicarakannya dengan paman Imiya telah memberinya beberapa ide yang menjanjikan, tetapi dia masih tidak senang dengan hasilnya. Mengatasi kekhawatirannya dapat diartikan aku bisa mendapatkan perisai yang lebih baik.

Dalam hal ini, aku mungkin harus melakukan apa yang aku bisa untuk membantu. Lagi pula, pak tua itu adalah orang pertama yang percaya padaku dan menawari diriku bantuan setelah aku datang ke dunia ini dan dijebak.

“Aku mengerti. Aku akan melakukan yang terbaik untuk membantumu mencari petunjuk,” Kataku.

“Terima kasih!”

Setelah kami selesai berbicara, aku berbalik dan memandang ke arah Q’Ten Lo. 

“Kwaaaa!”

Gaelion berputar-putar di atas kapal seperti burung camar. S'yne dan Wyndia ingin ikut dengan kami juga, tetapi mereka akhirnya pergi ke Siltvelt dengan Rat untuk menyelidiki hal-hal di sana. S’yne secara khusus tampaknya telah mencium aroma musuh, jadi aku cukup mengandalkannya.

Gaelion berubah menjadi bentuk bayi naga dan mendarat di pundakku.

“Hmm, angin sepoi-sepoi terasa enak di sini. Tapi begitu aku meninggalkan kapal, angin tiba-tiba menjadi sangat kuat sehingga rasanya seperti diriku akan terhempas,” Katanya.

Gaelion dewasa berbicara dengan bebas karena baik Ren maupun Wyndia tidak ada. 

“Beri tahu aku jika kau merasakan sesuatu yang mengganggu,” kataku.

“Aku akan memberitahumu. Tapi itu bukan berarti diriku belum merasakan sesuatu yang luar biasa,” Jawabnya.

“Oh benarkah?”

“Ini bukan sesuatu yang bisa aku deteksi dengan jelas. Tapi jika aku harus mengatakannya, itu nampaknya seperti keberadaan naga yang jauh.”

“Apakah naga air yang Sadeena sebutkan?”

“Sepertinya bagitu. Perasaanku mengatakan kepadaku bahwa dia sibuk mempertahankan penghalang dan tidak menganggap kita musuh.”

“Aku mengerti.”

“Tapi mungkin akan bijaksana untuk tetap waspada.” Tak perlu dikatakan lagi.

“Saya sudah diberitahu bahwa kita akan segera memasuki perairan Q’Ten Lo. Namun, masih akan ada beberapa waktu sebelum kita tiba, jadi harap tetap bersabar,” kata Werner setelah dia datang dan membungkuk kepadaku.

Permata perisaiku tiba-tiba menyala. 

“Hm?”

Aku tidak yakin apa yang harus aku harapkan, tetapi tidak ada yang terjadi setelah itu. Perjalanan kami berlanjut tanpa masalah.

Malam itu juga. Kami berlayar melalui kabut tebal, namun tiba-tiba kapal itu mulai bergoyang keras.

“Hah? Apa itu tadi?” Aku bertanya.

Kami sedang bersantai di dalam kabin. Aku membuka pintu untuk melihat keluar. 

“Ada serangan! Kita diserang!” Teriak seorang awak kru kapal.

“Serangan?”

Ya, Kupikir ini mungkin terjadi. Mereka tidak pernah belajar.

“Musuh telah naik ke kapal! Kami saat ini terlibat dalam pertempuran!” Werner berteriak.

Dia datang berlari untuk memberi tahu kami tentang situasinya. 

“Tolong berlindung di lokasi yang aman!” Dia pergi.

“Kenapa aku harus berlindung dari musuh?” Aku membalas.

“Benar! Kita harus membuat mereka membayar dengan nyawa mereka!” Seru Atla. Segalanya selalu berubah menjadi ekstrim ketika dia berbicara.

“Astaga….” Sadeena bergumam.

“Kurasa kita tidak akan bisa menyelinap masuk tanpa terdeteksi,” bisik Raphtalia. Kedengarannya dia setengah siap untuk menyerah bahkan sebelum mencobanya.

“Apa? Apa?” Filo bertanya dengan ekspresi mengantuk dan bingung di wajahnya.

Gaelion telah berbaring di kakinya mendengkur sebelum keributan membangunkannya. Aku mulai berpikir mereka berdua benar-benar rukun.

“Yah, mereka mengejar Raphtalia, jadi tidak mengherankan kita akan diserang,” kataku.

“Saya diberi tahu bahwa Pahlawan Busur telah terlibat dengan musuh di dek,” jawab Werner.

Itsuki dan yang lainnya beristirahat di kabin yang berbeda, tapi kurasa mereka sudah mulai bertempur. Aku ingin berpikir mereka akan bisa menanganinya, tetapi Kupikir aku harus memeriksanya.

“Ayo pergi,” kataku.

“Ugh.” Fohl mengerang.

Dia masih mabuk laut. Aku tidak yakin apa yang harus kulakukan dengan dia.

“Kak, berapa lama kau berencana membiarkan dirimu terlihat begitu menyedihkan?” Atla bertanya.

Menyedihkan? Itu benar-benar hal yang tidak ada artinya untuk dikatakan kepada kakaknya ketika dia mencoba menangani mabuk laut yang menyiksa. Dia tidak bisa menahannya jika dia memiliki kecenderungan untuk mabuk laut. Tapi begitu dia selesai berbicara, Fohl duduk tiba-tiba dan menggelengkan kepalanya.

“Aku juga ikut, Atla!” Dia berkata.

Kukira dia akan memaksakan dirinya sendiri melalui apa saja untuk memuaskan adik perempuannya. Sebenarnya itu cukup mengesankan. Kukira jika dia baik-baik saja dengan itu, aku tidak akan mengeluh.

“Baik! Ayo tangkap bajingan kali ini dan buat mereka bicara!” Aku berteriak. 

“Dimengerti!” Raphtalia menjawab.

“Itu bagus, tapi jangan terlalu berharap,” kata Sadeena. 

“Aku akan melakukan yang terbaik!” Seru Atla.

“Aku jugaaa!” Teriak Filo. 

“Rafuuu!”
“Kwaaaa!”

Kami semua menuju ke geladak. Aku melihat sekeliling. Sekelompok therianthrope paus pembunuh yang tampak seperti klon Sadeena telah berkumpul di geladak. Di bawah air, aku melihat beberapa musuh yang tampak seperti merfolk dan beberapa musuh berbentuk seperti kura-kura yang membuat mereka terlihat seperti kappa. Ada juga beberapa therianthrope yang menyerupai ular albino dan kemudian beberapa goblin dengan paruh burung. Sebenarnya ada sedikit variasi.

Musuh menembakkan sihir ke kapal dari bawah arus air dan para penyihir Siltvelt menembak balik ke arah mereka.

“Kappa, ya?” aku bertanya. 

“Fehhhh,” Rishia merengek.

Dia bersama diriku ketika aku melawan beberapa kappa di dunia Kizuna. Itu pasti alasan mengapa dia begitu waspada terhadapnya.

“Apakah kappa dianggap monster di dunia ini? Atau apakah mereka therianthrope?” Aku bertanya.

“Apa maksudmu?” Kata Sadeena.

“Mereka mirip dengan monster di dunia Kizuna,” aku menjelaskan.

Tapi kurasa sekarang bukan waktu untuk obrolan santai. Aku bersiap untuk terlibat pertarungan dengan para pembunuh yang terdiri dari therianthrope paus dan kappa.

“Shooting Star Shield!”

Aku mengaktifkan Shooting Star Shieldku untuk melindungi anggota party terdekat. 

“Drifa Chain Lightning!”

Sadeena melemparkan sihirnya, menembakkan kilat ke musuh di dek. 

“Ugh.”

Mereka pasti petarung berpengalaman, karena mereka menggunakan tombak mereka sebagai penangkal petir untuk mengalihkan serangan sihir petir Sadeena.

“Jangan meremehkan Siltveltian!” Teriak seorang anggota kru.

Werner dan anggota kru semuanya juga ada di dek. Mereka tampaknya bertarung dengan musuh.

“Shooting Star Bow!”

Itsuki menyinkronkan gerakannya dengan Rishia dan menembakkan serangan ke musuh yang mendekat.

“Ayo lakukan ini, Kak!” Seru Atla. 

“Baik!” Fohl berteriak.

Atas perintah Atla, Fohl bergegas maju dan memberikan tendangan yang kuat ke salah satu musuh. Musuh pasti sangat tangguh, karena itu masih belum cukup untuk melumpuhkan mereka. Tetapi Fohl tampaknya memiliki keunggulan dari perspektif kekuatan fisik. Dia setidaknya berhasil menyudutkan musuh.

“Stardust Blade!”

Raphtalia menghunuskan katananya dan menggunakan skill. Hasil pelatihannya baru-baru ini mulai terlihat. Katana-nya bergerak dengan anggun, dan dia mendaratkan serangan langsung.

“Gahhh!”

Dia menebas therianthrope yang berlari ke arahnya.

“Kau sudah cukup handal dengan katana itu, Raphtalia kecil,” kata Sadeena.

“Belum cukup baik. Aku masih perlu belajar bagaimana menggunakannya dengan lebih baik,” jawab Raphtalia.

“Hanya ada satu Kaisar Surgawi! Matilah!” Teriak salah satu pembunuh sambil mengayunkan pedang.

Umm, pembunuh itu sepertinya bingung sejauh yang aku tahu. Apa yang dia pikirkan, membalikkan punggungnya ke Raphtalia dan menyerang udara?

“Rafuuu!”

Raph-chan berteriak dan melompat-lompat tepat di bawah tempat musuh menyerang. Ah, jadi dia menunjukkan pada si pembunuh itu halusinasi.

“Baiklah….” Aku juga akan mulai.

Semua pembunuh mulai memfokuskan serangan mereka pada Raphtalia. Aku memelototi mereka lalu mengaktifkan Air Strike Shield dan skillku yang lain untuk menghambat gerakan mereka.

“Pertahanan mereka cukup kuat, jadi aku akan membuat celah! Kalian habisi mereka!” Aku memberi tahu Raphtalia dan yang lainnya.

“Dimengerti!” Raphtalia menjawab. 

“Aku datang!” Seru Atla.

Dia menyerang salah satu pembunuh dan memberikan tusukan tajam dengan tangannya.

“Guh!”

Hanya itu yang diperlukan untuk membuat si pembunuh jatuh ke bawah. Filo mengikuti dengan tendangan terbangnya.

“Yaaaah!” Dia berteriak ketika dia terbang di udara.

Dia mendaratkan tendangan pada salah satu therianthrope paus pembunuh, yang kemudian terhempas dari geladak. Filo mulai mengejar paus pembunuh untuk memberikan serangan lanjutan.

“Filo! Jangan mengejarnya! Mereka unggul di dalam air!” Aku berteriak. 

“Okaaaaaaay!”
“Kwaaa!”

Gaelion bertempur melawan para goblin berparuh gagak di udara, tapi sepertinya mereka kesulitan terbang karena kencangnya angin. Para goblin jelas tahu cara mengakalinya, tetapi Gaelion menghembuskan api ke mana-mana dan beberapa goblin hangus telah jatuh dari langit.

“Terima ini!” Teriak seorang therianthrope pembunuh. 

“Tidak secepat itu!” pak tua itu membalas.

Therianthrope telah mengayunkan salah satu katana mencurigakan itu kepadaku, tetapi pak tua itu melompat masuk dan memblokir serangan itu. Senjata mereka saling terkunci satu sama lain, tetapi pak tua itu tampaknya memiliki sedikit keuntungan.

“Bagaimana kau mendapatkan katana itu? Aku akan menghargai jika kau memberi tahuku,” Katanya.

“Hmph! Aku tidak punya niat untuk memberi tahu musuh apa pun!” Teriak si pembunuh. 

“Kalau begitu, aku harus memaksamu mengatakannya!”

Orang tua itu mencengkeram pedangnya erat dan mendorong musuhnya. Dia kemudian memutar pedangnya dan menusukkannya kembali ke bawah katana musuh. Katana terlepas dari tangan musuh.

“Hah? Grrr!”

“Kau penuh dengan celah!” Pak tua itu mengejek.

Dengan bunyi keras, katana mendarat dengan ujungnya terlebih dahulu dan bersarang di dek. Pak tua itu mengeluarkan palu perang ukuran sedang dan menghantamkannya ke tubuh therianthrope yang sekarang tidak bersenjata. Hantaman yang kuat menyebar menembus armor musuh dan masuk ke tubuhnya.

“Oof! Grrr.... Aku tidak akan membiarkanmu membuat diriku sebagai tontonan!” Teriak sang therianthrope.

Tepat sebelum musuh jatuh, entah bagaimana dia berhasil meledakkan dirinya sendiri dan tubuhnya hancur berkeping-keping.

“Astaga, dia tidak harus mati.” Gumam pak tua itu.

“Aku juga berpikiran sama,” aku setuju.

Bukannya kami akan memakannya hidup-hidup jika mereka kalah. Kami hanya sedikit menyiksa mereka untuk membuat mereka berbicara. Kukira tidak ada salahnya menjadikan mereka makanan untuk Filo.

“Aku punya perasaan, Tuan Naofumi membayangkan sesuatu yang lebih buruk daripada kematian,” kata Raphtalia.

“Kau pikir begitu?” Aku bertanya.

Jumlah musuh sedikit berkurang. Kami memang memiliki beberapa petarung ganas dari Siltvelt di dek, belum lagi jajaran all-star yang aku bawa. Tidak ada sekelompok pembunuh yang tidak bisa kami tangani. Musuh pasti menyadari itu juga, karena aku mendengar semacam sinyal keras, kemudian mereka semua mulai melompat dari kapal ke air dan melarikan diri.

“Tunggu!” Memanggil seorang anggota kru.

“Aku tidak akan merekomendasikan untuk mengejar mereka,” kata Sadeena.

Peringatannya membuat para kru ragu untuk mengejar musuh. Sepertinya aku ingat seseorang yang menyebutkan bahwa bahkan hakuko, yang tak tertandingi di darat, tidak cocok dengan para therianthrope pembunuh paus — orca, aku pikir itu adalah salah satu keunggulan mereka — jika berada di dalam air.

“Mereka mungkin akan mencoba menyerang lagi nanti. Semuanya tetap waspada!”

“Iya!”

Dengan begitu, anggota kru Siltvelt yang terpercaya kembali ke urusan mereka masing-masing. Pria tua itu mencabut katana dari dek kapal dan memeriksanya.

“Yang ini baru dibuat, lebih baru daripada yang kemarin,” katanya.

“Oh benarkah?” Aku bertanya.

“Ya. Kupikir mungkin hanya kebetulan bahwa mereka menggunakan salah satu karya master, tapi sepertinya itu bukan kebetulan belaka,” Jawabnya.

“Hmm.”

Itsuki dan Rishia datang untuk bergabung dengan kami setelah memastikan tidak ada musuh yang tersisa.

“Semua musuh telah melarikan diri untuk saat ini. Haruskah kita mempersiapkan balista untuk berjaga-jaga jika mereka menyerang lagi?” Itsuki bertanya.

Aku hampir lupa bahwa dia bisa menggunakan ballista. Sekarang setelah dia menerapkan metode peningkatan kekuatan, serangannya menggunakan ballista akan berada pada tingkat yang sama sekali berbeda dari apa yang dilakukan Raphtalia sebelumnya, meskipun musuh tampaknya menggunakan peralatan yang dirancang khusus untuk melawan para pahlawan.

“Luar biasa, aku tidak pernah menyangka musuh akan menyerang kita di tengah-tengah pusaran air seperti ini. Mereka bisa berenang dengan mudah lautan seperti ini,” Kata Rishia.

“Mungkin mereka memiliki semacam perlindungan khusus,” usulku.

“Mungkin saja mereka membawa peralatan yang dipenuhi dengan berkah naga air itu sendiri,” bisik Sadeena dengan sedikit kekhawatiran dalam suaranya.

“Itu hanya menunjukkan betapa mereka tidak ingin kita sampai di Q’Ten Lo,” kataku.

Membuat masalah bagi musuh adalah salah satu dasar perang. Dengan kata lain, segalanya berjalan lancar.

“Kita berhasil!” Seru Atla. 
“Kita menaaaang!” Filo berkotek.

“Kurasa kau benar. Mungkin aku hanya terlalu—“ Tapi sebelum Sadeena bisa selesai berbicara….

“Kwa?!”

Gaelion adalah yang pertama bereaksi. Dia berbalik ke arah kita, dan kemudian itu terjadi!

Fwoooosh!

Sesuatu melesat ke arahku dan Raphtalia. Itu berhasil menghindari mengenai siapa pun yang berada disekitar dan menembus geladak kapal, menghilang ke dalam air di bawah. Segera setelah itu, pusaran air di bawah kami melonjak seperti tornado dan mengisap bagian geladak yang telah tertembus.

“Whoa!”

Raphtalia dan aku dengan cepat mencoba untuk berpindah, tetapi aku bisa merasakan angin topan itu menarik kami. Aku mencoba melemparkan Air Strike Shieldku untuk memberi kami pijakan, tetapi aku tidak berhasil tepat waktu.

“Naofumi kecil! Raphtalia kecil!” Sadeena berteriak. 

“Kwaaaaa!”

Sadeena dan Gaelion melompat ke arah diriku dan Raphtalia. Beberapa detik kemudian, Atla berlari mengejar kami juga.

“Tuan. Naofumi!” Dia berteriak. 

“Atla!” Fohl berteriak. 
“Kakak?!”

Dia segera meraih tangannya dan menahannya. 

“Master?!”
“Fehhhh!” 
“Naofumi!” 
“Nak!”

Filo, Rishia, Itsuki, dan pak tua itu memanggilku, tetapi tak satu pun dari mereka yang bisa datang tepat waktu. Mereka semua terjun ke pusaran air di bawah, lalu angin topan itu menelan diriku dan Raphtalia. Itu membuat kami berputar dengan keras, dan semuanya berputar dengan kecepatan sangat tinggi.

“R-Raphtalia!” 
“Tuan. Naofumi!”

Aku langsung mengulurkan tangan dan memegang tangan Raphtalia dengan erat sehingga kami tidak akan terpisah. Itu bukan pertama kalinya sesuatu seperti ini terjadi.

“Naofumi kecil! Raphtalia kecil!”

Sadeena telah melompat ke tornado dalam upaya untuk melindungi diriku dan Raphtalia. Dia melakukan semua yang dia bisa untuk berenang melewati pusaran air yang berputar-putar kencang. Sepertinya Gaelion menempel di punggungnya.

“Gunakan…. Portalmu.”

Aku memusatkan seluruh pikiranku dan menyebutkan nama skill.

“Portal…. Shield!”

Jika aku teleportasi kembali, itu berarti aku harus Menyusun kembali langkah kita, tapi ya sudahlah. Aku memanggil nama skill dan sebuah pesan muncul di layarku: “Tidak dapat melakukan teleportasi.” Skill ini tidak pernah berhasil ketika aku sangat membutuhkannya! Kami berputar di dalam tornado, dan aku merasa kesadaranku mulai menghilang.


Note:
Mimin poo sudah kembali on air~ okaerinasai~





TL: Isekai-Chan
EDITOR: Poo

0 komentar:

Posting Komentar