Kamis, 02 Juli 2020

Realist Maou ni yoru Seiiki naki Isekai Kaihaku Web Novel Bahasa Indonesia : Chapter 24. Tiba di Kota Dwarf

Chapter 24. Tiba di Kota Dwarf


Setelah melakukan perjalanan dari Kastil Ashtaroth selama beberapa hari, wilayah para Dwarf mulai terlihat. Dari kejauhan, sepertinya lebih seperti permukiman daripada kota. Aku bisa melihat beberapa rumah yang dibangun secara kasar dengan menumpuk-numpuk bebatuan. Nyaris semua atapnya terbuat dari jerami. Mungkin lebih tepat jika disebut desa daripada kota. Aku penasaran apakah mereka sedang dilanda kemiskinan.

"Kupikir para Dwarf memiliki banyak arsitek yang handal?"

Keadaan ini mengingatkanku tentang pepatah lama ‘kau harus melakukan apa yang kau sarankan kepada orang lain’.

“Wilayah para dwarf ini tidak sepenuhnya makmur. Selain itu, para Dwarf tidak terlalu peduli dalam hal penampilan.”

"Begitu rupanya."

“Selain itu, kebanyakan penduduk di wilayah ini menghabiskan waktu mereka didalam tambang. Mereka tidak begitu sering kembali ke rumah mereka, karena mereka juga memiliki ruangan sendiri di dalam gunung.”

"Ya, aku mengerti. Memang cukup merepotkan jika harus pergi bolak-balik ke tambang apalagi jika jarak dari rumah mereka ke tambang jauh. Aku jadi ingin mengunjungi salah satu rumah mereka di tambang... "

"Apakah ada yang salah, master?"

"Tidak. Tapi aku merasa ada sesuatu yang aneh."

"Aneh?"

"Iya. Aku sudah mengira jika para pria akan bekerja di tambang, tetapi bukankah istri dan anak-anak mereka seharus nya tetap tinggal di rumah?”

"Saya yakin begitu."

“Namun, sekarang masih siang hari, tetapi aku tidak melihat ada asap yang naik dari rumah mereka. Apakah para Dwarf tidak menggunakan kompor untuk memasak?”

“Mereka pasti menggunakannya. Mereka bukanlah Ras sejenis goblin.”

"Lalu kalau begitu, kota ini bisa dibilang seperti kota hantu ... Hmm ...?"

Aku sudah menyadarinya terlebih dahulu, tetapi Jeanne d'Arc yang pertama kali bergerak. Dia menarik pedang dari punggungnya dan berkata,

"Astaroth-sama, tampaknya pemukiman ini telah jatuh ke tangan musuh."

"Kita sebaiknya jangan terburu-buru menarik kesimpulan, tetapi jelas bahwa musuh telah muncul."

Terlihat jelas ada dua Lesser Demon terbang ke arah kami. Aku melihat di bawah mereka, ada segerombolan mayat hidup yang bergerak. Dengan kata lain, zombie. Tapi itu bukan lah sekedar zombie, karena mereka terlihat seperti Dwarf.

"... Astaga, apa yang harus kulakukan."

Aku ingin mengumpat, tetapi aku menahan diri dan mempertimbangkan situasi kami.

"Jadi, permukiman para Dwarf ini telah diserang oleh seseorang. Para penduduk telah terbunuh dan sekarang menjadi zombie. Itu sudah pasti.”

"Itu tindakan yang biadab." Kata Jeanne dengan suara sedih.

"Aku setuju denganmu, tapi kuharap kau akan menyimpan doamu ketika kita selesai. Yang harus kita lakukan sekarang, adalah mengusir Lesser Demon itu.”

"Tentu saja." Kata Jeanne, dan dia mencengkeram pedangnya dengan erat.

Eve mundur selangkah dan menghunuskan pedang pendeknya, seperti yang selalu dilakukannya.

"Jika sesuatu terjadi, aku akan segera mengakhiri hidupku sendiri! Aku tidak akan merepotkanmu, master!"

Itu adalah tindakan yang sangat terpuji, tetapi aku berharap dia tidak bunuh diri hanya karena masalah kecil seperti itu. Namun, dia bukan tipe orang yang mendengarkan perkataan seseorang. Jadi itu akan sangat tergantung pada kemampuannya sendiri.

Dengan kata lain, aku harus mengalahkan iblis dan zombie ini sebelum Eve terluka. ada dua Lesser Demon. Mereka pasti monster yang kuat, tetapi Jeanne dan aku sudah lebih dari cukup untuk berurusan dengan mereka.

Ada sekitar sepuluh zombie, tetapi jika perbedaan angka hanya seperti ini saja memiliki efek padaku, jangankan menjadi Raja Iblis terkuat, aku bahkan tidak akan bisa mempertahankan kastilku dalam jangka waktu panjang.

Ini bukan pertempuran yang menyusahkan. Dengan rapalan singkat, aku menciptakan 2 bola api secara bersamaan dan melemparkannya kedepan satu per satu. Satu menuju Lesser Demon dan satu menuju kelompok zombie. Satu iblis jatuh dari langit ketika terkena serangan, tetapi itu tidak cukup untuk mengambil nyawanya.

Ada ekspresi marah di wajah monster, dan aku bisa mengatakan bahwa itu juga mengandung perasaan untuk balas dendam.

Di sisi lain, bola api yang menuju gerombolan zombie terbakar dengan sangat baik. Zombie-zombie itu terbakar dengan baik. Mungkin itu karena lemak para Dwarf yang bertindak sebagai semacam bahan bakar.

Ada juga kemungkinan kalau semua roh yang telah mereka bunuh melakukannya. Saat aku menggumamkan pikiran seperti itu, Jeanne berlari dengan gagah ke depan. Saat pedangnya menebas kelompok zombie, dia berjalan menuju iblis yang jatuh.

Karena dia tidak bisa menggunakan sihir, dia harus memotong sayapnya sebelum bisa terbang ke udara sekali lagi. Untuk seorang gadis yang terlihat sangat bodoh, dia terkadang menunjukkan pemikiran yang cepat.

Dengan begitu, aku hanya harus berurusan dengan iblis yang masih terbang dilangit. Aku melantunkan mantra Levitation dan naik ke udara untuk menghadapi iblis. Karena aku tidak mendeteksi bahaya, aku berbicara padanya dengan bahasa iblis.

"Siapa kau? Apa yang telah kau lakukan pada pemukiman para dwarf? "

Mereka yang paling jahat cenderung menjadi yang paling banyak bicara. Lesser Demon itu menjawab dalam bahasa yang sama.

"Kami adalah bawahan dari Raja Iblis Eligos. Kami diperintahkan untuk menguasai wilayah para Dwarf ini.”

"Menguasai? Mungkin maksudmu menghancurkan? Dan juga kau telah mengubah para Dwarf menjadi zombie. "

“Kami hanya membunuh mereka yang melawan. Dan Necromancer Sharltar mengubahnya menjadi zombie. Hanya itu saja."

"Aku menganggap itu tindakan yang sangat keji."

Aku menjadi kesal dan memutuskan untuk membunuh kedua mahluk itu sekaligus.

Aku merapalkan sebuah sihir. Ini adalah sihir yang kuat, tetapi memiliki kelemahan besar yaitu rapalannya yang panjang untuk mengaktifkan sihir ini.

Saat aku merapal sihir ini, aku tidak berdaya, tetapi aku harus bertahan hidup. Aku cukup yakin dengan kemampuan fisikku.

"Hembusan para roh, tersimpan dalam bayang-bayang, Datanglah seperti bilah angin yang membeku, dan ikat yang lain!"

Itu adalah mantra badai salju. Aku bisa menggunakan mantra ini bukan hanya karena kemampuanku untuk menghindari serangan musuh, tetapi juga karena bawahanku.

Karena Jeanne telah selesai berurusan dengan zombie dan menebas kepala iblis, yang dilemparkannya tanpa ampun ke udara.

Kepala yang terputus tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi damage, tetapi itu adalah metode yang efektif untuk menakuti para iblis.

Terlepas dari penampilan mereka, melihat teman mereka sendiri terbunuh adalah hal yang paling menakutkan.

Mahkluk itu menjerit dan merinding.

Aku tidak akan melewatkan kesempatan ini. Setelah menyelesaikan mantra, aku memberitahu pada Lesser Demon itu seperti apa rasanya badai salju.

Sihir murni dan kuat dengan rapalan yang tepat telah menciptakan badai salju yang menyelimuti Lesser Demon itu dalam sekejap. Kulitnya dengan cepat berubah dari hitam menjadi putih.

Tentu saja, ia mencoba melarikan diri, tetapi kemampuan sihirku nyaris tidak memberi dia kesempatan. Sayap-sayapnya segera membeku, dan iblis itu jatuh ke tanah. Dan dalam sekejap, dia terkurung dalam es. Jeanne melihat ini dan berkata.

"Raja Iblis Astaroth ... Kau adalah penyihir terkuat."

Balok es itu tidak akan bertahan selamanya, pada akhirnya akan meleleh. Namun, sel-sel iblis itu sudah hancur dan mati. Itu adalah akhir yang sempurna bagi seseorang yang telah menyerang para Dwarf dan bermain-main dengan mayat mereka.

Jika ada Dwarf yang selamat, kemungkinan besar mereka akan meludahi mayat iblis itu. Tapi itu tidak terjadi. Kami telah bertarung melawan iblis dan mayat hidup. 

Aku telah menggunakan sihir lebih dari sekali, dan Jeanne telah mengayunkan pedangnya berkali-kali hingga mungkin dia bisa membuat lubang dengan ayunan pedangnya itu.

Musuh tidak akan membiarkan kita lolos begitu saja. Aku melihat lebih jauh ke depan dan melihat lebih banyak zombie datang ke arah kami. Ada juga sekitar selusin iblis dan penyihir yang tampaknya memimpin mereka.

"Yah, kita kalah jumlah."

Dengan sihirku dan pedang Jeanne, kita akan menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan. Namun, aku tidak berpikir bahwa kita bisa menang melawan musuh sebanyak itu. Jadi aku memutuskan untuk mundur.

Jeanne tidak terlihat senang dengan keputusan ini.

"Astaroth-sama, apakah kau ingin lari? "

“Kita tidak lari. Ini adalah strategi mundur terencana. "
<TLN: Mungkin yang suka militer gitu lebih akrab nya dengan sebutan Tactical Retreat tapi berhubung ane kagak tau musti nge-tl nya gimna ywd ane TL gitu :v klo mo ngasih saran bisa lewat PM/kolom komen>

"Aku tidak mengerti."

"Kalau begitu kau harus percaya padaku. Di dunia lain, ada pepatah. Kebijaksanaan adalah bagian dari keberanian yang lebih baik.”

"Baiklah. Tapi bagaimana kita bisa pergi? "

"Itu mudah. Kau tinggal berbalik ke arah kau datang ... "

Aku berhenti. Karena aku melihat ada segerombolan zombie dari arah itu juga. Memalukan, aku terlalu fokus pada pertarungan sampai tidak menyadari hal ini. Aku melihat Eve sedang diserang, jadi aku segera membakar zombie itu dengan bola api, tetapi ini tidak akan efektif dalam waktu lama. Jumlah mereka terlalu banyak. Ini adalah situasi yang berbahaya. Aku bisa saja menerobos mereka dengan paksa. Tetapi itu tidak bisa kulakukan karena ada Jeanne dan Eve disini. Mungkin aku harus membiarkan diriku di tangkap. Seolah-olah kami adalah raja, ratu, dan uskup, dan di sekitar kami ada bidak yang tak ada habisnya. Sekarang, apa yang harus kulakukan?

Tindakan yang mungkin kulakukan adalah membelah lautan zombie dan membiarkan Eve dan Jeanne melarikan diri. Yah, aku merasa bahwa itu adalah satu-satunya pilihanku, tetapi kemudian penyelamatku datang dari tempat yang paling mengejutkan.

Ada sebuah batu kecil di samping yang belum pernah kuperhatikan sebelumnya, tetapi sekarang terbuka, dan dari bawah, wajah seorang pria tua berambut putih muncul.

Dia berkata.

“Sekarang, aku mengerti kalau kau adalah musuh Eligos. Dan kau memiliki kekuatan yang luar biasa. Akan sia-sia jika kau mati di sini. Kalau kau mau, kau bisa turun kesini bersama denganku sehingga kita bisa melawan musuh kita bersama-sama.”

"Kau ingin menyelamatkan kami?"

"Tentu saja, ini tidak gratis." Pria tua itu berkata tanpa malu.

Aku mulai menyukai orang ini. Ini jauh lebih baik daripada diselamatkan oleh seseorang yang berpura-pura baik.

Selain itu, kami sekarang adalah musuh Raja Iblis Eligos ini. Seharusnya tidak ada salahnya menerima bantuan orang tua ini. Dan dengan semua pertimbangan ini, aku, Eve dan Jeanner memasuki lubang. Dan begitulah, kami akhirnya berada di bawah tanah.


Note : klo ada saran kalimat/kata yg bisa di gnti bisa hubungi kami di FP Isekaichan atau langsung komen aja di bawah. Oh iya, untuk minggu depan libur dulu ya karena mimin tasha mau menghadapi ujian, doakan dia sukses ya~ 


PREVIOUS CHAPTER       TOC        NEXT CHAPTER


TL: Tasha Godspell
EDITOR: Isekai-Chan

0 komentar:

Posting Komentar