Minggu, 03 Mei 2020

Tate no Yuusha no Nariagari Light Novel Bahasa Indonesia Volume 12 : Chapter 4 - Stardust Blade

Volume 12
Chapter 4 - Stardust Blade


“Akhirnya datang juga.”

Saat aku tiba di toko senjata, Pak Tua sudah ada di konter untuk menyambutku seolah dia sudah menungguku. Bisnis sepertinya sedang laris manis. Rak-rak kelihatan banyak yang kosong. Pastinya itu bukan imajinasiku.

Itu mengingatkanku. Persediaan yang ditinggalkan di desa dua hari yang lalu akhirnya mengisi banyak kebutuhan peralatanku. Tapi jika aku tidak menggunakan peralatan yang dibuat Pak Tua, pekerjaannya akan sia-sia. Jika tidak ada pilihan lain, aku bisa menyuruhnya untuk mendaur ulang peralatan itu.

“Jika kau kekurangan material pembuatan alat atau senjata, kau bisa bilang padaku. Aku bisa membantumu dengan mengerahkan penduduk desa untuk mencarikan semua itu.”
“Nanti kerabat Tolly yang mungkin kau perintah, kan? Karena mereka ada di desamu? Aku jadi merasa tidak enak.”
“Pekerjaan yang biasa aku berikan pada mereka selalu melibatkan ketelitian dan kelihaian tangan mereka. Menggali lubang mungkin merupakan cara yang baik bagi mereka untuk menyingkirkan stress.”

Imiya dan sebagian besar ras lumo lain cenderung sangat tenang dan patuh. Kupikir mereka adalah tipe yang akan menumpuk banyak stres. Mereka membutuhkan cara untuk menghilangkan stress. Mereka selalu tampak bersenang-senang ketika mereka menggali tanah, jadi aku cukup yakin mereka akan menganggap penambangan sebagai tugas yang menyenangkan.

“Jika ratu mempercayakanku sebuah tambang, aku yakin mereka bisa menuntaskan satu tambang itu dengan senang hati untukmu.”
“Terima kasih atas perhatianmu, Tuan Pahlawan,” kata Paman Imiya. Dia menundukkan kepalanya padaku.

Kurasa tebakanku benar mengenai penambangan menjadi cara yang baik untuk melepaskan stress bagi mereka. Mereka mungkin akan melihatnya sebagai event yang menarik atau semacamnya.

“Benarkah? Yah, jika kalian berdua berkata begitu, maka aku tak merasa sungkan meminta bantuan dari kalian,” kata Pak Tua.
“Bahan mentah di toko semakin menipis, sebaiknya kita segera mengisi ulang bahan mentahnya,” Paman Imiya menjawab.

Jadi, bahan mentah mereka akan segera habis. Kalau begitu, aku akan menjadwalkan dan mengirimkan mereka hasil tambangnya nanti.

“Aku akan urus itu dan mengirimkannya pada kalian.” kataku.

Aku akan meminta Filo atau Bawahan #1 untuk mengantarkan persediaan ke toko Pak Tua. 

“Terima kasih, Nak. Nanti aku buatkan daftar bijih yang toko kami butuhkan dan menyerahkannya padamu.”
“Tidak apa. Aku sudah menerima banyak bantuan juga.”
“Oh benar. Aku sudah menyelesaikan pesananmu.”

Pak Tua menghilang ke bagian belakang toko dan kemudian kembali dengan katana di tangan. Desainnya terlihat agak kasar. Pangkal bilahnya masih tampak seperti siderite yang belum poles. Aku penasaran apakah dia sengaja membentuknya seperti itu. Pak Tua menyadari keherananku dan mulai menjelaskan.

“Ini untuk memasukkan kekuatan siderite ke dalam bilah. Aku tahu itu terlihat aneh, tapi memang harus begini pembuatannya.”
“Ya, aku menduga karena itu.”

Itu hanya terlihat seperti katana yang buruk untukku.

“Sudah lama sejak aku terakhir kali membuat katana. Seperti dugaanku, aku masih jauh dari level guru.”
“Itu bilah yang cukup mengesankan bagiku,” bisik Raphtalia.

Dia menyipitkan mata pada bilahnya. Apa itu benar-benar terlihat mengesankan? Aku mencoba menggunakan Skill penilaianku.

{Katana Siderite}
Kualitas: Sangat Bagus

Kualitasnya lebih tinggi daripada perisai.

“Aku yakin guru kami bisa membuat katana ini jauh lebih bagus lagi,” kata Pak Tua.

Oh bagaimanapun juga, aku tidak pernah merasa pekerjaan Pak Tua buruk, jadi sulit membayangkan itu benar.

“Karena memang begitu cara pembuatannya, aku tidak begitu memaksakan hal yang mustahil untuk terjadi. Selain itu, andai kata gurumu ada di sini, aku tetap akan memesan ini darimu, Pak Tua.”
“Nak... Kau benar juga. Masih ada pesanan lainmu yang harus aku selesaikan.”
“Aku juga akan berusaha sebisa mungkin agar tidak kalah darimu. Aku punya ide bagus selama kerja di sini,” Paman Imiya menyela.
“Oh? Aku tidak akan membiarkanmu mengejarku!”

Pak Tua dan Paman Imiya mulai saling melotot. Aku yakin seperti melihat kobaran api yang muncul di belakang mereka. Mereka adalah teman baik, tapi mereka jelas saingan juga.

“Atla, apa kau merasakan hal yang lain dari katana ini?”

Menjadi buta membuat Atla peka terhadap hal tak kasat mata yang tidak bisa dilihat oleh mata telanjang, seperti energi Kii atau hawa kehadiran seseorang. Aku ingin tahu apa dia merasakan ada hal lain dalam katana ini, jadi aku memutuskan untuk bertanya apa yang dia pikirkan.

“Maksud Anda bilah ini? Kurasa saya bisa merasakan kekuatan yang memancar dari dalamnya. Sepertinya sedikit berbeda dari peralatan yang biasa.”

Sepertinya dia bisa merasakan sesuatu. Dia selalu berjalan berkeliling desa dengan mudah, jadi kupikir itu mungkin benar.

“Menurut saya itu senjata yang sangat bagus. Memberikannya pada Raphtalia-san akan sia-sia,” tambahnya.
“Kamu benar-benar ya,” jawab Raphtalia.

Dia tampaknya menyadari kalau mengatakan sesuatu lebih dari itu hanya akan menimbulkan masalah dan memutuskan untuk tidak melibatkan Atla.

“Baiklah, Raphtalia cobalah kau pakai,” kataku.
“Benar! Tapi jangan mengeluarkan skill apa pun di tokoku!”
“Ya, tahu.”

Dia merujuk pada waktu aku menggunakan Shooting Star Shield di toko. Aku hanya ingin menunjukkannya pada Pak Tua, tapi malah membuat toko sedikit berantakan. Kurasa dia masih kesal soal itu.

Raphtalia memegang katana dan copy weaponnya diaktifkan. 

“Itu berhasil. Aku bisa menyalin senjata.”
“Oh bagus? Apa ada Skill baru yang kamu dapatkan?” 
“Ada skill baru yang aku dapatkan. Skill ini itu. Skillnya disebut...”

Itu mungkin Shooting Star Katana. Ren adalah Pahlawan Pedang dan dia mendapatkan Skill Shooting Star Sword setelah menyalin Pedang Siderite. Pahlawan lain dan aku juga mendapatkan Skill yang merupakan kombinasi dari ‘Shooting Star’ dan nama senjata kami.

“Stardust Blade.”
“Hah?”

‘Stardust’ bukannya ‘Shooting Star’ ya. Keduanya berhubungan dengan bintang, tapi tidak sama. Kukira jika bintang jatuh turun ke bumi, itu bisa dianggap stardust. Senjata itu berasal dari siderite, jadi itu bukan konsep yang tidak terkait sama sekali.

Dan juga, nama itu tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh perisaiku. Itu malah memberiku terjemahan bahasa Inggris. Itu mengingatkanku kalau senjata vassal punya Raphtalia asli dari dunia Kizuna. Itu pasti berarti aturan yang berbeda, dan itu akan memberikan Skill yang berbeda juga. Itu agak mengecewakan.

“Nama skillnya sedikit berbeda,” katanya.

Sekarang setelah aku memikirkannya, aku tidak tahu bagaimana nama-nama skill itu terbentuk. Skill yang Kizuna, Glass, dan L’Arc gunakan semuanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh perisaiku. Namun, di dunia ini, katana Raphtalia memberinya Skill yang terdengar asing.

“Aku kira bakal ‘Shooting Star’ juga. Itu mengecewakan.”
“Mengapa itu mengecewakan?”

Tadinya agar Raphtalia termasuk golongan orang bodoh yang selalu pakai skill ‘shooting star’. Atau rekan sesama skill juga.

“Selama ini Raphtalia-san selalu mengecewakan ekspektasi Tuan Naofumi, bukan?” kata Atla.
“Kenapa malah aku yang disalahkan!? Katananya sendiri yang menamainya begitu.”
“Atla, kau berlebihan berpendapat, lain kali dipikirkan dulu.”
“Dimengerti!”

Apa yang dia mengerti? Raphtalia mengembalikan Siderite Katana kembali ke Pak Tua, karena dia sudah selesai menyalinnya.

“Bagaimanapun hasilnya, ini masih menjadi pengalaman yang bagus bagiku. Bilang saja kalau masih ada pesanan lain.” katanya.
“Iya. Jika bahan mentah di tokomu sudah menumpuk banyak, kabari saja aku. Mungkin ada semacam trik yang bisa diterapkan pada bahan mentah Spirit Tortoise, seperti ada kondisi tertentu.”
“Ya, ada kemungkinan seperti itu. Oke, mengeti. Aku yakin kau ingin mencoba senjata baru itu, kan? Cobalah dipakai.”
“Ya. Baiklah, kami akan kembali. Aku akan membawa bijih yang kau inginkan lain kali.”
“Aku akan menantikan itu.”

Jadi kami bergegas kembali ke desa. Sedangkan untuk Stardust Blade, nama skillnya mungkin berbeda, tapi itu pada dasarnya sama dengan skill Ren ‘Shooting Star Sword’. SP yang diperlukan dan waktu cooldown keduanya masuk akal, dan Raphtalia mengatakan itu sangat berguna.

Sekitar satu minggu berlalu, dan segalanya terasa damai. Aku melanjutkan latihan bela diri Hengen Musou dengan berhadapan melawan Atla setiap hari. Ketika aku punya sedikit waktu luang, aku membawa ras lumo ke tambang dan meminta mereka menambang bijih besi, yang kemudian aku kirimkan pada Pak Tua. Seperti yang aku duga, mereka tampaknya menikmati waktu mereka menggali tambang. Mereka tampak persis seperti Tikus Tanah saat mereka menggali tanah dengan cakar mereka. Ekspresi kegembiraan di wajah pak tua ketika dia mendapatkan bijih itu tak terlupakan.

Wyndia dan Rat membuat catatan pertumbuhan untuk anak naga, Gaelion. Dia tumbuh sangat cepat sejak dia pergi keluar dengan para budak. Sadeena juga membantu, dan dia sudah mencapai level 38 hanya dalam satu minggu. Dia tampak jauh lebih besar juga.

Setelah semua itu terjadi, di suatu pagi, aku sudah menghela nafas. Ini terjadi lagi?

Atla membuat kebiasaan muncul di tempat tidurku belakangan ini. Pendekatannya sudah mulai terbuka, tapi baru-baru ini dia lebih agresif. Dia ini cukup hebat karena bisa menyembunyikan hawa kehadirannya dan diam di sebelahku. Aku penasaran apa dia sudah berlatih bergerak diam-diam atau semacamnya. Mungkin itu caranya menangani kecenderunganku untuk peka terhadap kehadiran orang lain.

Aku berbicara dengan Fohl setiap kali itu terjadi, tapi Atla masih selalu berhasil melarikan diri darinya. Awalnya, Fohl keliru mengira dia sedang tidur. Tadi malam, Fohl tampaknya mengantuk dan pingsan. Atla membuatkannya makanan ringan sebelum itu, dan aku menduga dia mencampurkan jenis obat tidur di dalamnya. Mungkin dia mendapatkan sesuatu dari Gaelion. Aku pernah mendengar kalau dia memperoleh Skill yang disebut Sleep Breath.

Sebelum itu, dia membuat Fohl tidur... secara fisik. Aku penasaran apa yang terjadi kali ini.

“Maaf, Tuan Naofumi! Aku tertidur dengan anak-anak tadi malam, itulah sebabnya aku tidak kembali.”

Pintu mengayun terbuka tiba-tiba, dan Raphtalia, dari semua orang, datang menerobos masuk dengan kemungkinan waktu terburuk. Ekspresinya berubah menjadi kebingungan.

“Umm... Tidak ada yang terjadi di antara kalian berdua, kan?”
“Apa yang akan terjadi?”

Atla muncul di tempat tidurku seperti ini sungguh merepotkan. Menjadi pucat, Raphtalia mungkin sedang kesal sekarang. Tapi ayolah, apakah dia benar-benar berpikir aku akan melakukan hal seperti itu? Hanya Sadeena lah yang benar-benar membuatku takut. Dia muncul setiap saat sekarang. Dia mabuk dan datang untuk “nongkrong”. Aku bangun pagi, jadi aku selalu lelah di malam hari. Apakah dia tidak tahu itu?

“... Benar juga ya. Kamu bukan tipe orang seperti itu,” katanya.
“Maksudnya apa? Sudah, cepat panggilkan Fohl untuk ke sini. Dia yang harus kita khawatirkan.”

Kali ini dia berada di lantai, terbungkus tikar bambu. Dia telah kembali ke rumah dengan berbaring tengkurap, tidak bisa bergerak.

“Tuan Naofumi? Kenapa kamu tidak menghentikannya?”
“Aku sudah menyuruhnya pergi dan juga mengusirnya sekali. Dia akhirnya tidur di depan rumah. Sebelumnya, aku mengatur segel budaknya untuk menghukumnya jika dia naik ke tempat tidurku dan dia masih saja naik dan tidur di kasurku.”
“Apa dia semacam monster?!”

Aku mengusirnya dan dia tidur di depan rumahku. Aku mencoba menggunakan segel budak untuk menghukumnya, tetapi ternyata itu tidak efektif. Dia sudah terbiasa kesakitan dari kepala sampai kaki waktu dia masih sakit-sakitan. Dia terus tidur seperti tidak ada yang terjadi. Jadi inilah yang dimaksudkan untuk berhati-hati dengan kata-katamu. Fohl benar-benar kesal, tapi apa yang harus aku lakukan?

“Benar. Kamu bukan tipe orang seperti itu.”
“Itu kedua kalinya kau mengatakan itu hari ini, jadi aku akan mengulangi pertanyaanku juga. Maksudnya apa?”
“Hmm? Ada apa, Tuan Naofumi?” Atla bangun dari tidur.

Dia bertingkah seolah dia benar-benar tidak bersalah. Apakah dia tidak menyadari kami mencoba mencari tahu apa yang harus kami lakukan dengannya?

“Apa kau benar-benar tidak tahu?”
“Apa tidur bersama benar-benar mengganggumu?”
“Jujur saja, ini masalah. Aku yakin kau juga kesakitan.”
“Daripada merasakan kesakitan, itu membuat saya merasa hangat dari dalam. Kenapa kita tidak bisa tidur bersama?”
“Kakakmu akan ribut soal itu.”
“Atla! Kenapa kamu terus tidur bersama orang seperti itu?!”
“Lihat apa yang kumaksud?”
“Jangan khawatir tentang itu, Onii-sama. Aku hanya menyukai Tuan Naofumi.”

Ya ampun. Aku rasa Atla hanya akan menjadi pembuat onar. Kepribadiannya benar-benar berbeda ketika dia sakit. Aku hanya bisa memikirkan satu kemungkinan.

“Raphtalia. Fohl.”
“Iya?”
“Apa?!”
“Aku pikir ini mungkin efek samping dari Elixir Yggdrasil.”
““Hah?””

Ya. Aku tidak bisa memikirkan hal lain.

“Lihatlah Wanita Tua. Dia memanggilku ‘Tuan Saint’ dan bertindak menyayangiku juga. Eliksir Yggdrasil sepertinya dapat membuat penerimanya tergila-gila dengan siapa pun yang memberikannya kepada mereka. Mungkin itu sebabnya segel budak tidak bisa menghentikan Atla.”

Itu pasti adalah satu-satunya kelemahan dari obat yang luar biasa itu. Pasti efek sampingnya lebih kuat dalam kasus Atla karena obatnya sangat efektif untuknya. Memperketat lagi batasan segel budak bisa berbahaya. Kasus terburuk, Atla bisa mati.

“Kita hanya harus ekstra hati-hati sampai efek sampingnya hilang.”
“Iya, benar sekali!”
“Hah?!”

Raphtalia sepertinya dibujuk oleh teoriku, tetapi Fohl terdengar tidak yakin. 

“Apa penjelasanku kurang memuaskan?”
“Oh, uh, tidak! Kau benar! Itu pasti efek samping! Obatnya cukup kuat untuk menyembuhkan Atla sepenuhnya. Tidak diragukan lagi itu hanya efek samping!”
“Anda salah, Tuan Naofumi! Saya benar-benar menyukaimu dari lubuk hati terdalam, Tuan Naofumi!”
“Ayo, Atla! Kita akan leveling lagi, hari ini!” teriak Fohl.
“Argh.... Tuan Naofumi!”

Fohl menyeret Atla keluar dari rumah. Tapi, aku akan latihan lagi dengannya setelah sarapan. Aku menutup pintu rumah. Begitu aku melakukannya, aku mendengar ketukan.

“Iya?”

Raphtalia merespons dan membuka pintu. Tetapi tidak ada seorang pun di sana. 

“Eh?”

Raphtalia melihat sekeliling. Bingung, dia menutup pintu. 

“Tidak ada seorang pun di sana,” katanya.
“Ya. Selama beberapa hari terakhir, tampaknya seseorang di desa ini sedang mempermainkanku.”

Itu terjadi di Pagi dan malam, salah satu budak mengetuk pintuku dan kemudian melarikan diri setiap kali aku membuka pintu rumah. Itu sering terjadi terutama ketika aku adalah orang satu-satunya di rumah. Kali ini jarang terjadi Raphtalia ada di rumah, pelakunya pasti tidak menduga itu.

“Aku mengira pintunya mulai keropos, tapi sepertinya tidak.”

Aku meminta salah satu tentara yang memperbaiki rumah untuk mengeceknya, tapi dia bilang padaku kalau pintunya tidak keropos atau semacamnya. Aku pernah mencoba berdiri di dekat pintu dan menunggu orang yang mengetuk pintu. Aku membuka pintu begitu ada ketukan. Ternyata itu ada Keel. Aku mencoba hal yang sama sekali di pagi hari, dan itu adalah Atla yang muncul seperti biasa. Ketika itu Keel, dia datang dengan beberapa budak lain untuk menanyakan apa yang kami makan pagi itu, jadi aku cukup yakin dia bukan pelakunya.

“Sebaiknya aku tanyakan ini pada semua budak desa setelah kita selesai makan sarapan.”
“Apa iya ada budak desa yang berani menjahilimu seperti ini, Tuan Naofumi?”
“Kamu sudah lihat sendiri tadi, pelakunya pasti ada di antara mereka.”
“Aku rasa begitu…”

Raphtalia ingin percaya pada penduduk desa. Aku bisa mengerti bagaimana perasaannya. Tapi itu adalah fakta kalau salah satu dari mereka bertingkah buruk, dan itu berarti seseorang perlu dihukum.

“Siapa pun orangnya, bisa dibahas nanti. Sudah waktunya bagiku untuk melakukan kunjungan biasa ke kandang monster. Mau ikut denganku, Raphtalia?”
“Umm, tentu.”

Lalu aku pergi untuk menyelesaikan rutinitas pagiku yang biasa sebelum membuat persiapan untuk sarapan.





TL: Ryuusaku
EDITOR: Isekai-Chan

0 komentar:

Posting Komentar