Selasa, 20 Oktober 2020

Kuma Kuma Kuma Bear Light Novel Bahasa Indonesia Volume 1 : Chapter 03. Beruang Melakukan Transaksi

  Volume 1
Chapter 03. Beruang Melakukan Transaksi


Terdapat seorang penjaga yang tengah menanti di gerbang. Ia menatap lurus tepat ke arahku, dan saat itulah aku sadar akan penampilanku.

Bagaimanapun kalian melihatnya aku tampaklah seperti seekor Beruang. Aku memang terlihat mencurigakan, tapi bukan dalam artian 'mengintimidasi'. Fina tadi juga menyebutku "imut". Sejujurnya, dipanggil imut itu terdengar memalukan. Mungkin jika yang mengenakannya adalah seseorang seumuran Fina itu akan terlihat imut, tapi tidak dalam kasus seorang hikikomori seperti diriku.

Bagaimanapun juga, dia tidak perlu sampai memandangiku seperti itu.

"Kau, gadis yang di sana. Kau yang tadi pergi untuk mencari tanaman obat, bukan? Apakah kau berhasil menemukannya?"

"Ya." ucap Fina sambil tersenyum.

"Bagus kalau begitu. Sepertinya kau telah memegang janjimu untuk tidak terlalu berkeliaran masuk ke dalam hutan. Banyak monster di sana."

Aku tersenyum kecut oleh kata-katanya barusan.

"Lalu apa-apaan dengan gadis berpakaian aneh ini?"

"Tolong, hiraukan saja aku."

"Yah, setiap orang punya alasannya masing-masing kurasa. Bagaimanapun juga, jika kalian ingin masuk, tunjukkan padaku kartu identitas kalian terlebih dahulu."

Fina menunjukkan kartu kependudukannya kepada si penjaga tadi.

"Aku tidak bermukim di kota ini." kataku sambil menggerakkan mulut dari sarung tangan Beruang milikku menirukan apa yang aku katakan, "tapi kudengar aku dapat lewat jika membayar sekeping koin perak."

"Kartu identitasmu..." Penjaga tadi belum sempat menyelesaikan ucapannya.

"Aku tidak punya kartu identitas apapun, tapi aku tetap dapat masuk selama aku membayar, bukan?"

"Kau tidak punya sama sekali? kartu identitas dari kota manapun tidak masalah."

"Aku tinggal di desa terpencil."

"Aku paham. Jika seperti itu, maka kami akan mengenakanmu biaya pajak dan mengecek catatan kriminal yang kau miliki."

Aku mengeluarkan sekeping koin perak dari mulut beruang putih dan menyerahkannya kepada si penjaga tadi.

"Baiklah, kalau begitu. Ikuti aku..."

Seharusnya tidak ada masalah, karena aku belum pernah sekalipun melakukan suatu tindak kriminal sejak tiba di dunia ini. Tentu saja aku juga belum pernah berbuat kriminal di duniaku yang sebelumnya.

Aku belum pernah, sungguh.

Penjaga tadi membawaku ke sebuah bangunan terdekat; perkiraanku itu adalah sebuah barak militer yang biasa muncul pada novel-novel fantasi. Dia memanduku ke sebuah tempat seperti meja resepsionis dan meletakkan sebuah panel kristal di depanku.

"Tolong letakkan tanganmu di atas kristal ini. Jika kau adalah seorang kriminal maka kristalnya akan berubah merah."

"Aku hanya perlu meletakkan tanganku di sini?"

"Ya, itu akan bereaksi dengan mana milikmu dan akan langsung membaca data dirimu."

Aku meletakkan tanganku di atas panel kristal tersebut persis seperti yang penjaga tadi perintahkan, tapi itu tidak bereaksi sama sekali.

"Sepertinya kau bersih dari catatan kriminal."

"Dapatkah kau benar-benar mengetahuinya hanya dari ini?"

"Kau bahkan tidak tahu apa itu panel kristal? Sebenarnya dari mana kau berasal?"

"Sebuah desa yang amat jauh."

"Yah, mungkin aku akan menjelaskannya padamu. Panel kristal ini terhubung dengan seluruh panel-panel kristal yang ada di negara ini. Saat ada seorang bayi yang baru lahir di suatu kota, sebuah kartu kependudukan akan di cetak dan di saat yang bersamaan mana milik bayi tersebut akan didaftarkan. Mereka melakukan hal yang sama di ibukota dan kota-kota lainnya. Dengan cara seperti itu, kita dapat mengetahui dari mana seseorang itu berasal."

Jadi itu seperti registrasi kependudukan.

"Saat seseorang itu melakukan sebuah tindak kriminalitas," Imbuhnya, "kita dapat memasukkan data tersebut ke dalam panel kristal tadi. Jika orang tersebut telah terdaftar, datanya akan dikirim ke seluruh panel kristal yang ada. Berdasarkan informasi tersebut, seorang pelaku kriminal tidak lagi diperbolehkan memasuki ibukota, begitupun dengan kota-kota lainnya."

"Bagaimana jika mereka menggunakan kartu guild, atau kartu identitas milik orang lain?"

"Itu tidak mungkin. Kartu itu dibuat untuk dapat merespon mana seseorang. Jika mana tersebut tidak cocok dengan orang yang telah didaftarkan pada kartu tersebut. Kartunya tidak akan merespon."

Jadi 'mana' itu semacam sidik jari di dunia ini?

"Tapi jika seseorang itu belum terdaftar, itu tidak berguna, bukan?" tanyaku.

"Mungkin di situlah letak masalahnya, tapi pada dasarnya hanya orang-orang dari desa terpencil saja, yang tidak pernah berpergian ke ibukota maupun kota-kota lainnya, yang tidak memiliki kartu kependudukan tersebut. Jarang dari mereka yang menjadi pelaku kriminal."

Aku rasa begitu.

"Itu saja untuk saat ini. Ada hal lain yang ingin kau tanyakan? Jika tidak, kau bisa langsung masuk kota."

Aku mengucapkan terimakasih kepadanya dan mulai beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut, ternyata Fina tengah menungguku. Jadi aku mengelus kepalanya.

"Yuna-san*, apakah semuanya baik-baik saja?"
<TLN: mulai dari sini Fina tidak lagi menyebut Yuna dengan 'anda' kemungkinan akan menjadi 'Yuna-san' atau 'kau' karena mereka berdua sudah berkenalan>

"Yah, tidak masalah."

"Kalau begitu ayo kita jual serigalanya di guild."

Kotanya terlihat tidak jauh berbeda dari yang ada di game, aku merasakan ada sedikit perbedaan sih. Dan juga, untuk beberapa alasan, aku merasa tatapan semua orang tertuju padaku. Karena aku orang luar, mungkin?

"Pakaianmu sungguh mencolok, Yuna-san."

Oh, benar.

Aku tengah mengenakan kostum Beruang.

Fina mengantarkanku ke sebuah bangunan yang tampak seperti gudang. Disebelahnya berdiri bangunan yang amat besar, dimana banyak petualang bersenjata dan juga para staf sedang berlalu-lalang di sekitar bangunan tersebut. Dikarenakan layar status mereka tidak muncul, aku tidak tahu apakah mereka adalah pemain yang sama dari game atau hanya sekedar NPC. Aku ingin memastikannya lebih lanjut, tapi untuk saat ini aku memutuskan untuk mengikuti Fina.

"Kita akan menjualnya di sini. Permisi," kata Fina memanggil seorang pria di balik meja konter, "kami ingin menjual serigala ini."

"Oya, bukankah itu Fina. Apa yang membawamu kemari di waktu seperti ini?"

"Aku kemari untuk menjual barang." Fina meletakkan material-material serigala yang dia bawa tadi di atas meja.

"Darimana kau mendapatkan daging dan bulu serigala ini?"

"Mereka mencoba menyerangku saat aku sedang mengumpulkan tanaman herbal, kemudian dia menyelamatkanku."

"Kau pergi ke hutan?" Seru pria tadi.

"Ya, aku kehabisan obat untuk ibu." 

"Bukankah telah kukatakan berulang kali? Jika kau butuh obat, aku akan memberikannya untukmu."

"Tapi aku tidak bisa selalu bergantung padamu, Gentz-san. Apalagi jika itu diberikan secara cuma-cuma."

"Seperti yang sudah kubilang, itu tidak masalah. Jika sesuatu terjadi padamu, apa yang harus kukatakan pada ibumu nanti?"

"Itu akan baik-baik saja. Selain itu, aku sudah sering pergi ke hutan."

"Tapi bukankah kau baru saja diserang oleh kawanan serigala? dan gadis aneh di sanalah yang telah menyelamatkanmu. Terima kasih, nona—karena telah menyelamatkan Fina." dia tampak kesulitan berbicara denganku sembari menatap lurus ke arahku.

"Tidak masalah," ucapku. "Aku tersesat tadi, dan dia juga telah membantuku."

"Aku ingin berterima kasih padamu," ucap Gentz-san, "tapi pekerjaan tetaplah pekerjaan, jadi aku harus tetap memberimu harga yang wajar untuk material-material yang kau jual, jika kau tidak keberatan."

"Tidak masalah."

Pria itu mulai mengecek material-material tersebut.

"Uhh, daging dan bulu, huh. Cuma sebanyak ini yang bisa kuberikan pada kalian."

Gentz-san meletakkan beberapa keping koin di depan kami. Aku tidak tahu apakah dia membayar kami dengan harga pasar atau malah di bawahnya.

"Ya, terimakasih." Fina kelihatan senang sih. Dia mencoba memberiku separuh dari uang yang dia terima tadi.

"Fina, aku tidak membutuhkan uang itu, sebagai gantinya bisakah kau menunjukkan padaku sebuah penginapan yang bagus? Aku tidak tahu kemana harus pergi. Tapi kurasa kau perlu menyerahkan tanaman obat itu pada ibumu dulu, bukan?"

"Tidak apa-apa," ucapnya. "Ada sebuah penginapan yang terletak di jalan menuju rumahku, jadi aku akan mengantarkanmu ke sana."

"Terima kasih."

"Fina!" seru Gentz-san. "Kau sebaiknya tidak melakukan hal-hal yang berbahaya lagi, beritahu saja aku jika kau memerlukan obat."

"Ya, baiklah." jawab Fina. Kemudian ia berbalik dan pergi.

"Apakah kau kenal pria tadi?" tanyaku.

"Ya, aku selalu dibantu olehnya. Terkadang ia juga memintaku untuk membantunya menyiangi monster saat ada banyak monster yang masuk."

Oh, pikirku, jadi itulah alasan mengapa ia begitu terlatih dalam menyiangi daging monster.

"Dia juga tahu kalau ibuku sakit, jadi terkadang ia memberiku tanaman herbal dan obat dengan harga murah—atau malah pernah suatu waktu ia memberikannya gratis. Tapi, tidak enak untuk selalu bergantung padanya setiap saat."

Jadi itulah alasan mengapa kali ini ia pergi sendirian ke hutan untuk mengumpulkan tanaman obat. Aku ingin melakukan sesuatu untuk membantunya, tapi melihat dari keadaanku saat ini, sepertinya itu perlu menunggu.

Dari tempat menjual serigala tadi, butuh waktu sekitar tiga puluh menit berjalan kaki untuk dapat tiba di penginapan, dan tidak perlu ditanya lagi, sepanjang jalan, aku dihujani banyak tatapan oleh setiap orang yang lewat.

"Kita sudah sampai." ujar Fina. "Semua orang bilang kalau hidangan yang mereka sediakan juga enak."

"Terima kasih. Baiklah, sebaiknya kau lekas pergi dan berikan obat itu pada ibumu."

"Ya. Terima kasih, Yuna-san."

Fina pun mulai beranjak pergi. Menyaksikan kepergiannya, sebuah aroma yang begitu sedap muncul menggelitik hidungku dari dalam penginapan tersebut. Hari mulai senja; saatnya untuk menyantap makan malam. Agar tidak mempermalukanku, sembari beranjak masuk aku menahan luapan kegembiraan karena dapat segara menikmati hidangan lezat. Seorang gadis di penghujung usia remajanya tiba-tiba terhenti di tengah-tengah kesibukannya melayani pelanggan dan memberiku tatapan penuh heran. Aku sudah tidak tahu lagi apa yang musti kulakukan menanggapi semua reaksi yang sama ini berulang kali.

"Se-selamat datang?" ucap gadis tadi sambil menatapku.

"Kudengar aku dapat menginap di sini?"

"Ya, tentu. Biayanya satu keping koin perak per hari, termasuk sarapan serta makan malam. Dan setengah koin perak* untuk menginap tanpa makan."
<TLN: di sini mungkin maksud dari setengah keping koin perak adalah beberapa keping koin perunggu yang memiliki nilai jual yang sama dengan setengah keping koin perak. Semenjak tidak ada koin yang berbentuk setengah lingkaran>

"Kalau begitu, aku akan tinggal di sini selama sepuluh hari dengan makan."

"Untuk pemandiannya akan dibuka dari jam enam sore hingga pukul sepuluh malam."

"Kalian memiliki sebuah pemandian?!"

"Ya, tentu. Tidak perlu khawatir karena tempat pemandian untuk pria dan wanita terpisah."

Sebuah kebetulan yang menggembirakan. Aku tidak menduga jika penginapannya akan memiliki sebuah pemandian.

"Dapatkah aku menyantap hidanganku sekarang?"

"Tentu saja."

Setelah selesai mendengarkan penjelasan darinya. Aku mengeluarkan sepuluh keping koin perak dari mulut Beruang putih. Saat dia menerima uang tersebut, tangannya meremas sarung tangan Beruang hitam milikku.

"Whoaa! Maaf. Itu terlihat begitu menggemaskan. Jadi sepuluh hari dengan makan, bukan? Aku akan menyiapkan makanannya sekarang, jadi silahkan duduk terlebih dahulu dan tunggu. Oh, aku adalah anak dari pemilik penginapan ini, namaku Elena. Senang bertemu denganmu."

"Namaku Yuna. Aku tidak sabar untuk menginap di sini."




TL: Boeya
EDITOR: Isekai-Chan

0 komentar:

Posting Komentar