Selasa, 20 Oktober 2020

Kuma Kuma Kuma Bear Light Novel Bahasa Indonesia Volume 1 : Chapter 05. Beruang Mengunjungi Guild Petualang

  Volume 1
Chapter 05. Beruang Mengunjungi Guild Petualang


Bangunan guild selalu ramai oleh para petualang, ada yang bersenjatakan pedang maupun tongkat. Aku merasakan sebuah perasaan nostalgia saat masa-masa dimana dulu aku sering berdesak-desakan seperti ini demi mengambil sebuah quest. Dan terlebih lagi, tidak seorang pun dari mereka yang merupakan pemain dari game World Fantasy Online.

"Sudah banyak orang di jam segini ternyata."

"Itu karena para petualang berperingkat rendah selalu berebut quest. Dan juga, semua orang akan datang pagi-pagi sekali agar bisa mengambil quest terbaik."

Karena Fina akan pergi menemui Gentz-san, dan aku pergi mengunjungi guild, kami berpisah. Kelihatannya di dalam bangunan guild banyak didominasi oleh pria paruh baya yang terlihat kasar. Tatapan mereka semua mengarah kepadaku, mereka mungkin mencoba untuk menganalisaku, atau mungkin sebuah pemandangan yang aneh bagi seorang wanita untuk memasuki bangunan guild. Saat aku memperhatikan kerumunan, ternyata terdapat beberapa petualang wanita juga di sana, meskipun jumlah mereka tidak banyak.

Aku mengabaikan tatapan mereka dan bergegas menemui pegawai resepsionis, yang tampak berada pada umur dua puluhan.

"Aku orang baru di sini." ucapku.

"Oh, ya. Jadi anda ingin mendaftar keanggotaan di sini?"

"Aku dengar kau akan mendapat sebuah kartu identitas setelah terdaftar menjadi anggota, apa itu benar?"

"Ya, dan anda dapat menggunakan kartu keanggotaan guild tersebut di kota manapun."

"Kalau begitu, dapatkah kau membantuku mengurusnya?"

Saat aku mengatakan hal tersebut pada pegawai resepsionis tadi, aku merasa sedang diperhatikan dari belakang dan kemudian berbalik.

"Hey, apakah gadis berpakaian aneh ini ingin mendaftar menjadi petualang?" ucap salah seorang yang tadi berada di belakangku. "Sepertinya dia benar-benar meremehkan kita, gadis kecil seperti dirimulah yang membuat jatuh ‘image’ para petualang."

Sungguh pria yang mudah ditebak.

"Aku kemari hanya untuk kartu guild."

"Itu menambah alasanku untuk menegaskannya kembali. Kami tidak butuh seorang petualang yang tidak mau bekerja."

"Aku tidak pernah bilang tidak mau bekerja. Aku hanya akan melakukan apa yang kubisa."

"Sudah kubilang itulah yang menjatuhkan ‘image’ kami para petualang."

"Permisi," ucapku pada pegawai resepsionis, "pria ini dari tadi terus mengoceh, tapi apa yang dia katakan itu benar?"

"Selama anda memenuhi persyaratan minimum yang diajukan oleh guild, maka tidak ada masalah."

"Ada persyaratannya?"

"Anda setidaknya wajib berumur di atas tiga belas tahun untuk dapat mendaftar sebagai petualang, dan juga, anda harus menaikkan peringkat anda ke E dalam kurun waktu satu tahun. Jika persyaratan tersebut tidak dapat terpenuhi, maka keanggotan anda akan dicabut."

"Seperti apa peringkat E itu?"

"Untuk mencapai peringkat E anda diharuskan untuk dapat membunuh monster tingkat rendah seperti goblin dan serigala."

"Jika seperti itu, maka tidak masalah. Aku dapat mengalahkan seekor serigala."

"Gah ha ha. Berhentilah membual," tawa pria tadi pecah. "Tidak mungkin seorang gadis kecil sepertimu dapat mengalahkan serigala."

"Peringkat apa yang dimiliki pria ini?" tanyaku pada wanita di balik meja resepsionis.

"Dia adalah Deborane-san petualang berperingkat D."

"Bagaimana dengan orang-orang yang menertawakanku di sana?"

"Mereka semua adalah sekumpulan petualang dengan peringkat D dan E."

Para petualang tadi menyeringai. Tipikal orang-orang semacam ini dapat dijumpai di dalam game sekalipun—sekumpulan idiot yang langsung menilai orang dari penampilannya. Entah di dunia nyata ataupun di dalam game, satu-satunya cara untuk berurusan dengan idiot seperti mereka adalah; membuktikan langsung di tempat bahwa mereka itu salah. Selain itu, sudah prinsipku untuk selalu meladeni siapapun yang datang mengusik.

"Hmph," ucapku. "Guild petualang disini pastilah sangat menyedihkan jika orang-orangnya saja hanya berperingkat D."

"Apa kau bilang?" seru Deborane.

"Bukannya tadi kau sendiri yang bilang? apa kau bodoh? apa telingamu masih bekerja? jika orang sepertiku saja tidak layak menjadi petualang, apalagi sampah seperti kalian, karena tidak ada seorang pun dari kalian yang dapat mengalahkanku."

"Sialan...apa kau cari mati?"

"Apa di sekitar sini ada tempat yang cocok untuk berduel?"

Dulu, saat aku biasa bermain solo, orang-orang idiot seperti dirinya sering kali mengajakku berkelahi, dan aku selalu berhasil menghabisi mereka dengan karakter yang kupoles dengan waktu dan uang. Jika bedebah seperti mereka tidak diberantas sampai tuntas, mereka akan berkembang biak layaknya serangga dan memberiku sakit kepala di kemudian hari.

"Ya," ucap si pegawai resepsionis, "ada satu di belakang guild, tapi..."

"Baiklah kalau begitu, jika kalian menang, aku akan menyerah menjadi seorang petualang dan pergi. Tapi jika aku yang menang, maka kalianlah yang harus pergi dan berhenti dari guild. Kesepakatan yang bagus bukan?"

"Kau punya mulut yang besar untuk ukuran gadis kecil sepertimu. Jika kami kalah darimu, kami pasti akan berhenti dari guild! bukan begitu, teman-teman?"

"Yeah!" sorak orang-orang yang setuju dengan Deborane, tampak mereka tersenyum puas.

"Nona resepsionis, kau dengar yang barusan, kan?"

"Ya. Akan tetapi, saya menyarankan anda untuk meminta maaf. Biarpun wataknya buruk, Deborane-san tetaplah seorang petualang berperingkat D."

Setidaknya aku sudah mengonfirmasi bahwa resepsionis tadi telah mendengar semuanya. Tidak akan kubiarkan mereka melupakan apa yang telah mereka ucapkan.

Kami dipandu oleh pegawai resepsionis tadi menuju sebuah tempat pelatihan yang terletak di belakang bangunan guild. Segerombolan petualang berkisar lima belas orang atau lebih mengekor di belakangku, tentunya dengan Deborane yang memimpin.

"Umm, apakah anda yakin ingin melakukan hal ini?" ucap si pegawai resepsionis.

"Ya," kataku. "Membiarkan para bedebah ini menjadi petualang akan berpengaruh pada reputasi guild, jadi akan kubuat mereka pensiun sedini mungkin."

"Kau sialan—!" bentak Deborane. "Jangan pikir kau dapat keluar dari sini hidup-hidup."

"Dengan kata lain," jawabku, "itu berlaku juga untukmu, kan? Mereka bilang yang lemah menggonggong paling keras bukan menggigit. Kurasa itu ada benarnya."

"Hey," ucap Deborane selagi ia menyiapkan pedang miliknya. "cepatlah dan segera kita mulai duelnya."

"Uh..."

Aku lupa kalau aku tidak membawa senjata. Lagipula senjata yang kupunya hanyalah sepotong ranting cemara.

"Ada apa? Cepat keluarkan senjatamu."

Di saat aku mulai kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa, aku melihat Fina datang menghampiri. Gadis itu datang di saat yang tepat. Kelihatannya ia langsung berlari kemari setelah menyadari adanya keributan. Sungguh gadis yang menggemaskan (pengertian).

"Yuna-san!"

"Fina, bisakah kau meminjamkanku pisau milikmu?" aku bertanya demikian sembari berjalan menghampirinya. "Aku janji akan mengembalikannya nanti."

"Apakah kau akan bertarung, Yuna-san?"

"Keadaan memaksaku melakukannya. Semua akan baik-baik saja, kau cukup diam dan menonton."

Aku meminjam pisau dari Fina dan mulai berhadapan dengan Deborane.

"Apakah kau akan bertarung menggunakan itu?" ujarnya.

"Aku tidak perlu sampai mengotori senjata milikku hanya untuk menghadapi musuh sekelas goblin."

"Aku pasti akan membunuhmu."

"Akan saya katakan berulang kali jika perlu," ucap nona resepsionis, "tapi membunuh itu dilarang. Baiklah, pertandingan dimulai."

Deborane menerjang maju, menghunuskan longsword* miliknya. Aku menghindarinya dengan melompat sejauh tiga meter ke samping. Berkat kemampuan sepatu beruang milikku, bisa dikatakan kalau lompatanku tadi amat sangat cepat. Segera setelahnya, aku mendekati Deborane dengan sebuah langkah, memotong jarak diantara kami dan langsung memukulnya tepat di bawah rusuk menggunakan sarung tangan beruang hitam milikku.
<TLN: sejenis pedang dari eropa yang memiliki karakteristik berbentuk salib ditujukan untuk penggunaan dua tangan>

Teknik rahasia: Bear Punch.

Huh? itu tidak langsung menghabisinya. Malahan wajahnya semakin merah padam akibat amarah yang memuncak. Mungkinkah perbedaan level yang kami miliki begitu kontras?

"Kau sialan..."

Deborane, yang telah menerima serangan telak tadi tidak mundur, malahan ia mengangkat pedang miliknya dan bersiap untuk menyerang. Permisi? pikirku, apa yang sedang dilakukan amatir ini dengan pedangnya saat kami sudah berada cukup dekat untuk saling adu pukul?
<TLN: menggunakan pedang saat jarak lawan cukup dekat tidaklah efektif, itu memberimu banyak celah untuk diserang>

World Fantasy Online memiliki event berbasis pertarungan jarak dekat. Event tersebut terbuka untuk umum, tanpa adanya batasan level, perlengkapan, senjata, maupun skill, dan ada kalanya event tersebut juga menyediakan fitur pertandingan dimana admin akan menyesuaikan statistik milik setiap pemain.

Dalam sebuah pertarungan dimana level, senjata, dan perlengkapan tidak berpengaruh, yang paling menentukan jalannya pertandingan adalah kemampuan murni pemain. Melihat kembali dari pengalamanku mengikuti event tersebut, aku tahu bahwa pemain yang cenderung hanya mengandalkan kekuatan kasar bukanlah lawan yang sulit dihadapi. Aku memukul pergelangan tangan Deborane yang terbuka lebar dengan Bear Punch, dan karena tubuhnya condong ke depan akibat ayunan pedang yang ia lakukan, keseimbangannya roboh. Momen selanjutnya adalah, pisauku sudah teracung tepat ke arah leher miliknya.

"Kelihatannya ini sudah berakhir." ucapku padanya.

"Jangan bermain-main denganku!"

Pisauku dihempaskan tadi kemudian dia mengangkat kembali pedang miliknya, merespon hal tersebut, aku mengambil jarak darinya dengan melangkah mundur. Sepatu beruang ini sungguh berguna.

"Nona resepsionis, yang memenangkan pertandingan barusan adalah aku, bukan?"

"Kau pasti bercanda. Pertarungannya belum berakhir."

Aku memandang ke arah si resepsionis, dan tampak kebingungan terpapar di wajahnya, mungkin bimbang dengan apa yang harus diperbuat. Harapanku dia akan langsung memutuskan siapa pemenangnya tadi.

"Oke, baiklah," ujarku. "aku tidak lagi akan mengakhiri pertarungannya, melainkan juga nyawamu. Jangan pikir aku akan menghentikan pisauku kali ini."

Saat aku berkata demikian, wajahnya menegang. Dia mungkin sadar akan perbedaan kekuatan fisik yang kami miliki. Aku telah menghindari setiap serangan miliknya dan aku juga lebih cepat, jika yang kugunakan untuk menyerangnya tadi bukanlah sarung tangan beruang melainkan pisau yang diberikan oleh Fina, aku pasti sudah menusuknya tepat di perut. Selain itu, tidak mungkin baginya untuk menyangkal bahwa aku telah mengacungkan pisauku ke arah lehernya tadi di akhir pertarungan. Jadi, pada dasarnya aku sudah menikamnya dua kali.

"Apa sebegitu takutnya kau dengan pisau kecil ini?"

Aku membiarkan ia memandang sekilas kepada pisau tersebut.

"Maaf. Menggunakan ini untuk menghadapai seorang yang tidak memenuhi kriteria sebagai petualang, sungguh sangat kekanak-kanakannya diriku."

Kulemparkan pisau tadi ke dekat kaki Deborane, itu menancap dengan sempurna di tanah.

"Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi, bukan?"

Aku membuat sebuah gestur ayo maju sini! dengan sarung tangan beruang milikku.

"Jangan meremehkanku."

Dia menerjang maju, layaknya seorang idiot. Aku melompat ke arah samping untuk menghindarinya, tapi pedangnya masih saja mengikutiku. Tentu saja dia menyadari hal itu setelah aku menghindar dengan cara yang sama dua kali.

Jika satu langkah tidak cukup, maka aku hanya perlu menambahkannya menjadi dua, dan jika dua masih belum cukup, maka aku akan menambahkannya lagi menjadi tiga. Aku menghindar dengan tiga langkah, memasuki titik buta miliknya dengan langkah keempat, dan dengan langkah kelima aku muncul tepat di depan wajahnya. Tinju beruang milikku bertabrakan dengan wajah Deborane membuat tubuh besarnya roboh.

Aku meninju wajahnya dengan tangan kananku, kemudian kiri, kemudian kanan lagi, kemudian kiri, kemudian kanan lagi, kemudian kiri. Bear Punch, Bear Punch, Bear Punch, Bear Punch, Bear Punch, Bear Punch. Kelihatannya tangan kanan milikku yang bersarungkan beruang hitam lebih kuat daripada tangan yang satunya—hanya pipi kirinya saja yang tampak membengkak dengan hebat.

Saat aku mendapatinya sudah tidak bergerak, aku berhenti. Matanya memutih menandakan ia telah pingsan.

"Jadi, siapa selanjutnya?" tanyaku pada kerumunan. Tak satu pun dari mereka yang maju. "Sepertinya tidak ada. Kalau begitu, nona resepsionis, bisakah kau memecat para petualang ini dari guild? Tampaknya mereka hanyalah orang-orang lemah."

Aku menyeringai.

"Tapi..." gumam seseorang diantara mereka.

"Kalian sendiri yang bilang, bukan?" aku menimpali, "jika orang lemah sepertiku tidak layak menjadi petualang. Itu berarti yang lebih lemah dariku lebih tidak pantas lagi untuk menjadi petualang, bukan begitu? termasuk pria yang baru saja kukalahkan ini dan orang-orang yang bahkan tidak mencoba melawanku."

Aku memperhatikan sekeliling sambil tetap menyeringai. Tampaknya tidak ada seorang pun dari petualang tersebut yang cukup percaya diri bisa mengalahkanku setelah menyaksikan pertarungan tadi. Kemungkinan Deborane adalah yang terkuat diantara mereka.

"Aku tidak berkata demikian!" seru salah seorang petualang, memecah kesunyian.

"Aku juga tidak mengatakannya," yang lain mengikuti.

"Deborane lah satu-satunya yang mengatakan hal tersebut, bukan begitu?"

"Ya itu benar."

Kelihatannya mereka ingin mengorbankan Deborane demi menyelamatkan diri mereka sendiri.

"Tapi aku tadi sudah bilang, bukan? Jika kalian menang, maka aku akan menyerah untuk menjadi petualang dan pergi. Jika kalian yang kalah, maka kalianlah yang berhenti dari guild dan pergi, kemudian, saat pria tadi bilang, 'jika kami kalah darimu, kami pasti akan keluar dari guild! bukan begitu, teman-teman,' kalian serempak menjawab 'yeah'. Nona resepsionis ini sudah mengonfirmasi hal tersebut, bukan begitu?"

Aku menatap resepsionis tersebut.

"Ya..." jawabnya dengan suara lirih.

Para petualang tadi mulai berbondong-bondong memasuki area pelatihan. Mereka tidak punya lagi tempat untuk bersembunyi, dan situasi mereka saat ini tidak bisa lebih buruk.

"Sebaiknya kau simpan dulu kata-katamu itu sampai berhasil mengalahkan kami semua," ucap salah seorang dari mereka.

"Atau bagaimana caramu menghadapai kami semua secara bersamaan?" lontar yang lain.

Satu, dua, kemudian tiga orang, mereka datang mengerumuniku. Kelihatannya aku perlu mengalahkan mereka sekaligus.

Jika mereka hanya sekuat Deborane, ini akan mudah, pikirku.

Tak perlu ditanya lagi, pertarungannya berakhir dengan sangat cepat. Aku tidak terlalu yakin sebelum mengecek statusku terlebih dulu, tapi kelihatannya aku telah naik level setelah mengalahkan Deborane. Langkah kaki beruangku semakin bertambah cepat, dan serangan Bear Punch yang kulancarkan menjadi beberapa kali lebih kuat dari sebelumnya. Aku mengalahkan orang-orang bodoh tadi hanya dengan satu pukulan.

"Hey, kalian pikir apa yang kalian perbuat?!" seorang pria besar berbadan kekar masuk ke dalam area pelatihan. "Hey, Helen, jelaskan apa yang terjadi!"

Helen, si pegawai resepsionis tadi, mencoba menjelaskan sebaik yang ia bisa. Ketika dia telah selesai, pria berotot tadi menatapku.

"Kau," ucapnya, "gadis dengan pakaian aneh di sana."

"Apa?"

"Apa kau yang bertanggung jawab atas semua ini?"

"Itu bukan salahku. Mereka mengancamku dengan kekerasan, jadi aku hanya membela diri. Kau tidak akan menyalahkanku atas peristiwa ini, bukan?"

"Pada dasarnya guild akan bertindak netral saat terjadi perseteruan antar petualang."

"Kalau begitu, kau ada di pihakku."

"Dan apa yang membuatmu berpikir demikian?"

"Aku belum tergabung ke dalam guild, jadi aku bukanlah seorang petualang. Aku cuma warga biasa. Semenjak mereka menyerang warga biasa sepertiku, bukankah itu seharusnya menjadi kesalahan guild yang bertanggung jawab atas mereka? Kau tidak bilang akan memihak sejumlah petualang yang berani mengeroyok seorang gadis kecil, bukan?"

"Yah..."

"Itu artinya, kau berada di pihak warga biasa sepertiku."

Sejujurnya, aku bukan berasal dari kota ini, tapi ia tidak perlu tahu akan hal itu. Pria tadi menggaruk kepalanya dan tampak ragu. "Jadi apa yang kau mau?"

"Aku hanya ingin mendaftar keanggotaan guild dan untuk mereka, aku ingin kau memecatnya."

"Aku akan menyetujuimu bergabung ke dalam guild, tapi tidak untuk memecat mereka."

"Mereka menundukkan kepala mereka padamu dan memohon untuk dikeluarkan dari guild karena mereka lemah. Dan kau tidak memperbolehkannya? Apakah guild petualang sungguh sekejam ini?"

"Apa? Kalian benar-benar ingin berhenti dari guild?" tanya pria berotot tadi kepada beberapa petualang yang masih tersadar di tanah. Wajah mereka menunjukkan raut yang ambigu dan mereka menolak memberikan jawaban.

"Itulah yang mereka katakan tadi. Bahwa orang lemah sepertiku tidak pantas untuk menjadi petualang, menurut pandangan mereka. Dan juga, mereka bilang, jika mereka dikalahkan oleh orang lemah sepertiku, mereka akan berhenti dari guild."

"Apa kalian sungguh berkata demikian?"

Beberapa dari mereka mengangguk.

"Yah, aku paham kalau orang-orang ini memanglah idiot," ujarnya, "itu sudah pasti."

"Benar. Bagus. Kalau begitu, bisakah kau pecat mereka?"

"Aku akan bertanya sekali lagi; apa kalian yakin ingin berhenti? Jika kalian tidak ingin menjawab, maka tinggalkan kartu guild kalian disini dan pergi."

"MAAF!" teriak para petualang yang terluka tersebut sambil menundukkan kepala mereka.

"Bisakah kau maafkan mereka?"

"Ada syaratnya."

"Apa itu? Beritahu aku."

"Aku ingin jaminan bahwa guild tidak akan lagi bersikap netral saat ada petualang lain yang mencoba mengusikku."

"Aku paham. Jika ada petualang yang memberimu masalah di kemudian hari, guild akan bertanggung jawab penuh atasnya."

"Baiklah kalau begitu, aku tidak punya apa-apa lagi untuk dikatakan."




TL: Boeya
EDITOR: Isekai-Chan

0 komentar:

Posting Komentar