Kamis, 20 Agustus 2020

Realist Maou ni yoru Seiiki naki Isekai Kaihaku Web Novel Bahasa Indonesia : Chapter 29. Pertempuran dengan Pasukan Iblis

Chapter 29. Pertempuran dengan Pasukan Iblis


Aku meminta seorang Dwarf muda untuk memandu kami melewati terowongan. Walaupun mereka masih muda, semua Dwarf muda sudah memiliki janggut yang lumayan lebat, sehingga sulit untuk mengetahui usia mereka.

Mereka melewati terowongan gelap tanpa ragu-ragu. Aku sangat bersyukur akan hal itu. Kami terus melewatinya sampai kami melihat cahaya di depan. Lentera dimatikan untuk sekarang. Kami akan segera menggunakannya lagi.

Secara mengejutkan pintu masuk gua ini tidak di jaga ketat, dan musuh baru muncul pada saat kami keluar. Mungkin mereka berpikir kalau mereka tidak akan kalah dari Dwarf yang hanya memegang beliung?
<EDN: Beliung itu pickaxe>

Kesombongan seperti itu dimiliki oleh monster bawahan Eligos, tetapi mereka akan menyesali kesalahan mereka di akhirat. Memang, para Dwarf hanya dipersenjatai dengan beliung, tapi Jeanne memiliki pedang. Pedang suci, sebenarnya. Dan dia memotong monster dengan pedang terkenal itu, satu demi satu. Sedangkan aku memiliki kekuatan sihir yang kuat. Daya tembaknya sangat kuat hingga mampu membakar pertahanan musuh.

Mungkin kami telah membuat keributan yang terlalu besar ketika menghabisi musuh yang ada di sekitaran pintu gua, karena kami melihat bahwa pasukan bala bantuan musuh datang dari kota. Aku dengan tenang membuat perkiraan jumlah mereka.

"Satu dua tiga. Hmm. Hampir semuanya.”

"Kau sangat cepat, Raja Iblis."

Aku menjawab dengan lesu atas tanggapan Jeanne.

“Aku sudah mengkonfirmasi jumlah musuh dengan familiarku sebelumnya. … Ya, pemimpin mereka juga ada di sana.”

Seorang pria dengan jubah yang mencurigakan berdiri diantara mereka. Dia adalah Sharltar, sang Necromancer. Tujuanku dalam pertempuran ini adalah untuk memusnahkan pasukannya atau membunuhnya. Salah satu atau kedua tujuanku seharusnya terpenuhi untuk membebaskan para Dwarf. Jadi aku memberi perintah.

"Baik. Kalian semua, mundur. Tapi jangan membuatnya terlalu jelas. Perlahan-lahan saja. Kita tidak ingin mereka mencurigai adanya jebakan.” Kata ku.

Tapi mereka tidak bisa tenang. Mereka merasa panik dalam pertempuran pertama mereka. Ada ketakutan. Mereka bahkan tidak perlu akting saat mereka mundur. Kami hanya harus mundur. Kami hanya harus terlibat pertarungan ringan dengan pasukan Eligos saat mereka mengejar kami. Hanya Jeanne dan aku yang bertarung, dan para kurcaci muda mengawasi kami.

"Raja Iblis legendaris dan Saint Emas sedang bertarung bersama."

Mereka berkata sambil menghela napas. Kurasa yang mereka maksud adalah Jeanne. Dia memang memiliki rambut pirang dan jubah putihnya membangkitkan aura kesucian. Aku mengepalkan tanganku sekeras mungkin agar tidak tertinggal di belakangnya. Saat kami mundur, Jeanne memujiku.

“Mengesankan, Raja Iblis. Jadi bukan hanya kemampuanmu dalam merencanakan sesuatu, tetapi kekuatanmu sudah mencapai kelas petarung tingkat atas.”

"Terima kasih."

“Bayangkan jika kita memiliki anak. Mereka akan menjadi yang terkuat.”

“…”
<TLN: Can i call police or FBI now? >

Yah, ini agak mendadak.

… Aku memprotesnya bahwa dia harus lebih menghargai kesuciannya sendiri, tapi dia membalas tersenyum.

“Tentu saja, aku menjaga kesucianku sendiri. Tidak ada orang yang pernah menyentuh kulit ini. Namun, jika itu adalah kehendak Tuhan, maka aku akan menyerahkan kesucianku padamu dan aku akan melahirkan anak-anakmu. Jika itu kehendak Tuhan.”
<TLN: pak boss merasa senang mendengar hal ini>
<EDN: Guheehehe>

Aku berdoa agar tuhannya bukanlah orang gila dan kata-kata ini tidak akan sampai ke telinga Eve. Kami terus mundur hingga mencapai bagian gua yang direncanakan.

Pemimpin para Dwarf, Gottlieb ada di sana begitu juga para penambang yang dipimpinnya. Mereka dipersenjatai dengan beliung dan tombak.

"Kau datang di waktu yang sangat tepat, Raja Iblis."

Gottlieb berkata dengan suara kasar namun tegas. Dengan sikap dan kata-katanya, aku mengerti bahwa terowongan itu sudah selesai. Maka satu-satunya hal yang harus dilakukan adalah memancing mereka masuk ke sini. Ketika semua pasukan musuh telah datang, aku akan meledakkan pintu masuk gua.

Sementara aku mengulur waktu, para Dwarf akan melarikan diri ke dalam terowongan ini. Kemudian sisa bahan peledak akan dinyalakan, mengubur hidup-hidup musuh di reruntuhan.

Ini adalah rencanaku. Tapi apakah itu akan berhasil?

Ketika aku melihat wajah para kurcaci di sekitarku, aku mengerti jika rasa takutku itu tidak berdasar. Mereka semua memiliki wajah pejuang. Mereka memiliki aura Pahlawan.

Bahkan Raja Iblis sekalipun akan kesulitan mengalahkan orang-orang seperti itu. Itulah yang kupikirkan. Aku merasakan kepercayaan yang kuat pada saat mereka membuat formasi.

Formasi yang rapat. Perisai terangkat, tombak terulur. Mereka berdiri bersama pada satu titik dan akan menjulurkan tombak mereka ke arah luar formasi. Formasi ini dikenal sebagai formasi Phalanx.

Formasi ini adalah formasi favorit sang penakluk, Alexander the Great, dari dunia lain. Dia menginvasi negara-negara dari Eropa hingga Asia dengan strategi ini dan membangun kerajaan dunia.

Hal yang baik tentang strategi ini adalah meningkatkan moral pasukan untuk bertarung dan menanamkan rasa persatuan. Meskipun mereka kekurangan pelatihan, itu adalah formasi yang sempurna untuk para Dwarf pemberani ini.

Walaupun area ini cukup terbuka, pada dasarnya tempat ini masih merupakan terowongan bawah tanah. Lebih baik tetap berdekatan daripada berpencar. Bagaimanapun juga, ini terasa seperti hal yang sempurna untuk dilakukan.

Para Dwarf tidak dianggap sebagai prajurit terkuat. Tetapi ketika urusan bertarung, mereka bisa imbang bertarung dengan pasukan monster Sharltar. Mereka tidak mundur ketika Lesser Demon dan Gargoyle muncul. Tidak, kalau pun ada, mereka sepertinya bermaksud untuk mendorong musuh kembali.

Mungkinkah kita bisa menang tanpa menggunakan rencanaku?

Aku memikirkan ini sejenak, tetapi jelas bahwa kami mendorong keberuntungan terlalu jauh.

Sharltar melihat bahwa kekuatan kasar tidak bekerja seperti yang diharapkan. Dan dia mulai menggunakan taktik psikologis. Dia menarik iblis bersayapnya dan mengirim zombie ke depan.

Zombie biasanya jauh lebih lemah daripada iblis, tetapi para Dwarf adalah ras yang penuh kasih sayang. Tidak akan terlalu buruk jika mereka adalah zombie biasa, tapi zombie ini adalah mantan rekan mereka. Mereka tidak bisa melakukan apapun selain mundur.

Aku bahkan melihat beberapa Dwarf meneteskan air mata setelah mengenali anggota keluarga diantara zombie tersebut. Mereka mulai mundur. Dan dengan begitu, lebih banyak lagi zombie Dwarf yang membanjiri daerah tersebut.

"Sial. Dia pengecut.”

Aku pernah membayangkan bahwa hal seperti ini akan terjadi, tetapi aku tidak menyadari betapa efektifnya hal itu.

Aku memberi perintah ke Saint Jeanne.

“Bisakah kau membunuh zombie?”

Jeanne memahami situasinya, dan hanya berkata, 'ya,' sambil menghunus pedangnya.

“Tapi, prajurit yang ragu akan menjadi lebih lemah dari sebelumnya. Para Dwarf ini kemungkinan besar akan kalah jika mereka menghadapi iblis lagi.”

"Aku mengerti itu. Tapi kita tidak perlu mengusir semua Iblis itu. Kita hanya perlu mengulur waktu.”

"Berapa lama?"

“Bisakah kau melihat Necromancer yang tampak ganas itu di belakang?”

"Ya, aku bisa melihatnya. Dia membuatku jijik.”

"Itu Sharltar. Kita membutuhkan dia untuk memasuki area ini.”

"Aku mengerti. Jika aku membunuh cukup banyak zombie, akan ada lebih banyak ruang jadi dia dan bawahannya yang lain bisa masuk.”

"Aku berharap begitu. Aku mengandalkanmu.” Kataku, dan dia berlari ke depan seperti angin, bilahnya memotong zombie.

Zombi-zombi itu bergerak perlahan, dan dengan setiap gerakan pedangnya, kepala atau batang tubuh masing-masing zombie terputus. Gerakannya anggun dan halus, tidak ada yang bisa dilakukan oleh para zombie.

Aku tahu tidak perlu khawatir tentang dia, jadi aku melihat ke arah tentara Dwarf.

Mereka masih didorong mundur. Mereka mengatakan bahwa begitu tentara yang memiliki keraguan di medan perang, mereka menjadi hampir tidak berguna untuk beberapa saat.

Manusia dan demi-human bisa menjadi kuat melalui latihan keras, tapi tidak banyak yang bisa kau lakukan untuk mengatasi pikiran lemah mereka. Itu karena mereka punya hati.

Seekor Iblis yang tak berperasaan mengulurkan cakar mereka seolah memanfaatkan kelemahan ini membuat seorang Dwarf terjatuh. Dwarf itu dengan cepat di seret masuk kembali ke terowongan. Seorang Dwarf turun untuk menggendongnya. Sangat buruk kalau dua orang dikeluarkan dari pertarungan ketika satu terluka.

Ini sama sekali tidak bagus. Jadi aku memutuskan untuk meminta para Dwarf mundur sedikit lebih awal dari yang direncanakan.

“Para Dwarf. Kita pindah ke rencana B.”

Mereka mengangguk dan mulai mundur.

Jeanne kembali padaku dan berbisik di telingaku.

"Raja Iblis, ini lebih awal dari yang direncanakan."

"Aku tidak ingin mereka menderita kehilangan lebih banyak lagi."

"Itu bagus, tetapi apakah menurutmu kita bisa melakukan ini sendiri?"

Kita harus mencoban, kataku padanya. Tapi seseorang kemudian menyela.

"Kalian sendiri? Aku akan ikut bertarung juga.”

Itu adalah pria dengan rambut putih. Dia adalah pemimpin para Dwarf. Dia memakai Chainmail dan membawa kapak perang yang besar.

"Gottlieb? Bukankah aku menyerahkan perlindungan warga sipil Dwarf kepadamu.”

“Wanita dan anak-anak Dwarf tidak begitu lemah hingga mereka tidak dapat melakukan apa-apa saat pria mereka bertempur. Faktanya, merekalah yang menendang pantatku supaya aku membantu kalian.”

“Tapi, kau terlalu tua…”

"Tua? Raja Iblis, kau jangan menilai seorang pria dari penampilan saja.”

Gottlieb berkata sambil meluncurkan battleaxe-nya ke udara. Sedetik lengannya telah terangkat, dan kemudian battleaxe itu ...

FFWHOOM!

Ada suara logam memotong udara. Dan kemudian para Lesser Demon dan Gargoyle terbelah. 

Gottlieb mengeluarkan battleaxe kedua dan berkata,

“Apakah kau masih belum puas?”

Lalu dia tertawa.

“Hampir tidak. Aku senang mendapatkan bantuanmu.” Kataku, dan kami berjabat tangan. Tangannya kasar, seperti bijih besi. Aku bisa membayangkan betapa sakitnya jika dipukul dengan tangan seperti itu. Aku memutuskan bahwa aku harus mempercayai dia sebagai seorang pemimpin, sebagai teknisi, dan juga sebagai seorang pejuang.


Note: 
Jangan lupa komen di bawah yak. Kalau ada miss translate bisa tag ane langsung di Discord atau DM FP Isekaichan


PREVIOUS CHAPTER       TOC        NEXT CHAPTER


TL: Tasha Godspell
EDITOR: Isekai-Chan

0 komentar:

Posting Komentar