Chapter 112. Demon Zagrof
Monster yang terbuat dari mayat kelelawar.
Sebuah monster yang bahkan Eve tidak tahu keberadaannya. Meskipun
dia disebut sebagai "Database Berjalan".
Aku merapal sebuah mantra agar bisa melihat status monster
tersebut.
[Nama] Zagrof
[Rarity] Mithril ☆☆☆☆
[Ras] Beast Devil
[Job] Warrior
[Kekuatan Bertempur] 4879
[Skill] Tidak Diketahui
Itulah status dari monster banteng tersebut.
Cyclops adalah salah satu tentara terkuat dalam pasukan
Ashtaroth, namun kemampuan tempur mereka bahkan tidak mencapai 2000. Sekuat itulah
monster ini.
"Jika monster ini muncul selama pertarungan dengan
Sabnac, kemungkinan besar aku yang akan mati."
Namun, aku berkata dengan pelan agar yang lain tidak bisa
mendengarnya.
Hal ini hanya akan menurunkan semangat mereka jika mereka
tahu aku terintimidasi.
Aku adalah pemimpin mereka. Bahkan jika ada perasaan takut ada dalam hatiku, aku harus bersikap
seolah-olah aku tidak takut.
Selain itu, meskipun angka-angka itu tinggi, itu bukanlah
segalanya.
Itu lebih seperti perkiraan.
Cara yang bagus untuk mendapatkan gambaran siapa yang akan
menang adalah jika mereka bertarung di tanah yang sama, seperti di sebuah
kolosseum. Ini bukan jaminan akan sesuatu.
Tidak hanya itu, tapi aku cukup yakin bahwa kemampuan tempur
Jeanne masih lebih tinggi. Oh ya, kemampuan Ryoma juga cukup tinggi.
Sebagai Raja Iblis, aku tidak bisa membiarkan iblis banteng ini
mengintimidasiku.
Jadi aku memutuskan bahwa aku akan menjadi yang pertama
menyerang.
Bola api muncul di kedua tanganku, lalu aku menggabungkannya
untuk membuat Great Fireball.
Seperti matahari kecil. Dan itu terbang lurus menuju
banteng. Namun, banteng itu bergerak langsung ke arah sihirku.
Tangannya merangkul api, memampatkannya, dan kemudian
menghancurkannya.
"..."
Aku sama sekali tidak mengharapkan gerakan seperti itu. Aku
merasa panik hanya untuk satu detik, tetapi saat itu juga, Sang saint bergabung
dalam pertarungan.
Slash!
Bunyi itu jelas terdengar saat dia melepaskan serangannya.
Dan seperti itu, lengan kanan banteng jatuh ke tanah.
Dia mengeluarkan raungan, lalu Ryoma menawarkan dukungannya.
Senjatanya melepaskan tembakan demi tembakan seolah-olah ia
mencoba membakar larasnya.
Tapi pelurunya begitu kecil sehingga sebagian besar dari
mereka memantul dari kulit keras banteng. Meski begitu, beberapa berhasil
menembus dan masuk ke dalam tubuhnya.
Serangan mereka berdua menyebabkan kerusakan besar, tapi
hanya sebentar.
Peluru-peluru yang dilepaskan Ryoma terdorong keluar dari dalam
tubuhnya.
Dan lukanya mulai sembuh.
Banteng itu dengan mudah mengangkat lengan yang terputus dan
lengan itu menyambung kembali dengan cepat.
Gelembung-gelembung muncul di sekitar lukanya dan
menyembuhkannya.
Jeanne melihat ini dengan terkejut.
"Monster macam apa ini!?"
Reaksi Ryoma juga sama.
Eve satu-satunya yang tampak tenang.
Dia menganalisanya dengan tenang.
"Saya percaya banteng ini adalah bos dari dungeon ini. Yang
paling kuat dari yang lain."
"Sepertinya begitu. Sial. Dia pasti memiliki skill 'regenerasi'."
"Benar. Kau tidak akan bisa membunuhnya kecuali kau
memenggal kepalanya."
"Dalam keadaan seperti ini, aku tidak akan terkejut
jika ia bisa menyambung kepala nya juga."
"Apakah itu berarti tidak ada harapan?"
Jeanne berteriak dengan marah.
"Tidak, aku tidak akan mengatakan itu. Tidak ada
monster di dunia ini yang tak terkalahkan. Jika kemampuan penyembuhannya yang
menghalangi kita, kita hanya perlu menghancurkan tubuhnya sampai dia tidak bisa
meregenerasi tubuhnya."
"Sangat bagus, Tuan. Bagaimana caranya?"
"Dengan menggunakan Forbidden Curse Magic."
"Forbidden Curse Magic?"
Tanya Ryoma. Sepertinya dia tidak tahu banyak tentang sihir.
"Ini adalah sihir kuat yang diciptakan oleh seorang
penyihir di zaman kuno. Namun, sangat sulit untuk digunakan, dan satu kesalahan
bisa menyebabkan kehancuran bagi penyihirnya. Itulah sebabnya mengapa sihir ini
dilarang."
"Hmm, terdengar merepotkan."
"Ya. Namun, terbukti sangat efektif."
"Lalu cepat lakukan."
"Aku tidak bisa langsung melakukannya. Untuk
mengalahkan banteng itu, aku harus menggunakan Forbidden Curse Magic yang
sangat kuat."
"Apa maksudmu?"
"Itu berarti aku akan memerlukan waktu untuk
menyelesaikan mantranya. Dan selama itu, aku akan tak berdaya."
"Itu sangat mudah!"
Jeanne berkata sambil mengayunkan pedangnya.
"Kami adalah prajurit depan, dan kami akan memberimu
waktu selagi kau merapal mantra, Raja Iblis."
Ryoma menggerutu mendengarnya, tapi kemudian ia mengangkat
senjatanya seolah-olah dia tidak punya pilihan.
"Aku bukan prajurit depan atau belakang. Aku lebih suka
berada di tengah."
Dia mendesah sambil mengisi ulang senjatanya.
Jeanne mengabaikannya dan bergegas maju menyerang.
Saat dia memegang pedangnya, dia bukan lagi Jeanne yang
sama. Dia adalah seorang prajurit hebat.
Meskipun rambut emasnya yang indah berantakan, kamu bisa
merasakan keganasannya.
Aku tidak memiliki bawahan yang dapat diandalkan dalam
pertempuran lebih dari dirinya.
Dan begitu aku berterima kasih kepada Tuhan karena telah
mengutusnya padaku, aku mulai merapal mantra.
‘berwarna seperti senja, merah dari botol labu. Warna mu
adalah merah paling dalam dan lebih kental daripada darah.
Api yang menyala di mata-mata itu.
Matahari terbakar merah terang, dan akan membakar segalanya
menjadi abu!’
Itu mantra yang panjang. Dan setiap kata harus diisi dengan
sihir.
Sihir kuno tidak membiarkan penyihir membuat satu kesalahan
pun.
Dan meskipun aku cukup gugup sepanjang waktu, akhirnya aku
berhasil menyelesaikannya.
Ini mungkin karena kepercayaan yang aku miliki pada
rekan-rekanku.
Saint Jeanne tidak akan membiarkan monster itu mendekatiku.
Dan Ryoma tidak akan meninggalkan teman-temannya.
Dan karena kepercayaan ini, aku tidak pernah mundur sedikit
pun. Dan aku berhasil.
Aku melihat ke bawah dan melihat bahwa banyak huruf kuno
mengambang di sekitar tubuhku.
Ini adalah bukti bahwa roh majin api kuno sekarang melayang
disekitar tubuhku.
Bukti bahwa mantra terlarang, 'Raja Api Merah,' telah berhasil.
Dan begitu aku memanggil Raja Api dari tubuhku.
Dan melepaskan panas yang membara.
Bahkan banteng dengan kemampuan penyembuhannya seharusnya
tidak bisa pulih dari ini.
Satu-satunya masalah yang tersisa adalah bagaimana aku bisa
menjaga teman-temanku tetap aman saat menggunakannya. Tapi sepertinya aku tidak
perlu khawatir tentang itu.
Jeanne dan Ryoma melihat bahwa aku telah selesai merapal mantra,
dan mereka menyinkronkan gerakan mereka seolah-olah mereka kembar.
Jeanne mendekati iblis itu dan mengayunkan pedang suci, Nouvelle Joyeuse, ke
samping.
Sebuah pedang mistis cahaya terpancar dari pedang suci
dengan kecepatan luar biasa.
Dan dengan mudahnya memotong kedua kaki iblis itu.
Tanpa kaki, setan itu jatuh berlutut. Seperti dia sedang
mengakui kesalahannya pada sang saint.
Tentu saja, iblis itu tidak melakukan itu. Dia mengaum dan mencoba untuk memakannya.
Saat itulah Ryoma menyerang.
Dia tidak berbelas kasihan, meskipun iblis itu kehilangan kemampuannya untuk
bergerak.
Gerakannya lincah seperti kebanyakan elf saat dia mendekati
banteng itu dan mengangkat senjatanya.
Dia mengarahkan larasnya ke mata banteng dan menembaknya
dari dekat.
"Tuan Banteng. Aku telah memutuskan untuk mengambil
matamu. Sekarang tenanglah."
Kata Ryoma dengan dingin saat dia menarik pelatuknya.
Peluru itu menembus dan tenggelam dalam bola mata monster
buas itu.
Dan seperti itu, monster itu menjadi buta dan mengeluarkan
raungan putus asa.
Banteng itu telah kehilangan kaki dan penglihatannya.
Karena aku sudah menyelesaikan mantra, banteng itu sekarang
hanyalah sasaran empuk bagi ku.
"Jeanne! Ryoma! Mundur!"
Mereka bereaksi segera. Tapi karena Ryoma tidak tahu apa
yang akan kulakukan, dia bertanya kepada Jeanne.
"Hei, gadis pirang. Sejauh mana kita harus
mundur?"
Jeanne menjawab segera. Tidak, dia menunjukkannya.
"Sejauh mungkin! Sihir Raja Iblis tidak boleh dianggap
remeh."
Ryoma melihat bahwa Jeanne berlari secepat mungkin, jadi dia
juga melakukan hal yang sama.
Dan dengan perasaan lega, aku melepaskan sihirku.
Api yang membakar tangan ku menyelimuti banteng.
Dia mengaum dan menjerit.
Dia tahu tubuhnya terbakar, dan bahwa dia akan lenyap
menjadi abu dalam sekejap.
Dan meskipun ada kesedihan dalam suaranya, aku tidak
berbelas kasihan sampai dia mati terbakar.
Jika aku ragu, itu akan memberinya kesempatan untuk pulih.
Dan Jeanne dan Ryoma akan diserang.
Aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri jika itu
terjadi
Karena itulah tidak ada sedikit pun belas kasihan di dalam
diriku untuk banteng yang terbuat dari mayat kelelawar ini.
Dengan pemikiran seperti itu, aku meningkatkan panasnya. Tanpa
menahan diri.
Semua energi dalam tubuhku berubah menjadi api, dan bahkan
banteng yang awalnya kami pikir memiliki kemampuan penyembuhan tanpa batas,
tidak dapat berbuat apa-apa. Dan dengan begitu tubuhnya lenyap.
Dan begitulah, monster yang bersembunyi di bawah tanah di
kastil Sabnac hancur.
0 komentar:
Posting Komentar